VIP INDONESIA "AHMAD DAHLAN MAESTRO IPTEK" - Yudhie Haryono


Siapa tak kenal warisan Dahlan, tak tahu Indonesia. Tiga fakta warisannya tak bisa diremehkan: pendidikan, kesehatan dan organisasi besar.

Tetapi, apa jejak dan pikiran terbesar dari Dahlan? Tiga juga: sedekah, ikhlas dan fokus. Kutipan ini menarik, "Aku sering memberi masukan ke kalian agar rajin bersedekah, baik dengan harta, tenaga, waktu maupun pikiran kalian. Jika kalian rajin bersedekah dan ikhlas melakukannya, maka bukan orang yang akan membayar kalian. Tapi Allah yang akan mengganti jerih payah kalian dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi" (KH Ahmad Dahlan, 1915).

Sebagai muslim, ia meyakini bahwa kehidupan ini diciptakan Tuhan. Karenanya, manusia merupakan makhlukNya yang wajib melakukan penghambaan sekaligus berperan mewujudkan kehidupan yang lebih baik (khalifah).

Dua fungsi manusia ini secara tidak langsung merupakan instrumen manusia untuk tetap berorientasi dalam bingkai keilahian. Dalam konteks ini, menurut Dahlan, manusia membutuhkan agama sebagai cara menuju Tuhan, juga cara bermanusia.

Baginya, agama adalah wahyu Tuhan yang konsepsinya dapat diyakini dan dijalankan melalui kitab suci. Jadi, Tuhan yang abstrak dapat terpotret secara nyata ketika manusia mampu mengimplementasikan ajaran agama dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Juga saat bernegara.

Kitab suci agama adalah wahyu Tuhan yang bersifat sakral dan diperuntukkan bagi manusia. Sehingga dalam dirinya terdapat unsur kesakralan namun dalam praktiknya harus berdampak sosial.

Ucapan syahadah (persaksian) dalam Islam, misalnya, mengandung spirit pembebasan manusia dari segala bentuk peminggiran, marginalisasi, ketertindasan, diskriminasi yang diciptakan oleh konstruksi sosial tertentu.

Sedangkan zakat menjadi terjemahan sosial karena mendorong kemunculan solidaritas sosial di tengah masyarakat sehingga mewujudkan gerakan masyarakat menuju tata kehidupan yang berkeadilan dan pemerataan kemakmuran.

Bagi Dahlan, Islam selain berdimensi ritual dan sakral, juga berdimensi peradaban (tsaqafah dan tamaddun). Maksudnya, nilai-nilainya sebagai landasan manusia untuk melakukan kreasi-kreasi dan inovasi dalam kehidupannya. Kreasi (atau al-ibda’ bi al-jadid) dan inovasi (al-akhzdu bi al-jadid) yang berlandaskan agama akan melahirkan sebuah peradaban yang luhur.

Pada dimensi ini, Islam dalam diri Dahlan punya nilai-nilai kemanusiaan, misalnya “kedamaian." Ia tidak hanya sebatas suasana yang tampak di permukaan, tapi juga “kedamaian” sebagai simbol bagi kebenaran-kebenaran transenden tertentu.

Hilir islam bagi Dahlan menjadi membangun peradaban manusia dan alam raya: membangun negara; membangun komunitas, membangun diri. Karenanya pendidikan, kesehatan dan "contoh atau guru" menjadi sangat penting.

Dalam hal pendidikan dan kesehatan, pikiran Dahlan melampaui zamannya. Baginya, ummat akan berdaulat dan berdaya saing di tingkat global jika punya analisis, evaluasi produktivitas, dan perancangan berbasis kebijakan iptek dan inovasi yang menyeluruh.

Semuanya harus terus diperbaiki dan diperbaharui demi cerahnya masa depan. Karenanya, mendidik adalah menaklukan masa depan, sedang iptek adalah alat tidak tak terelakan. Sedang sehat adalah landasan cita rasa kehidupan.

Karenanya bagi Dahlan, Islam, pendidikan dan kesehatan bukan melulu tentang siapa yang banyak kapital, uang dan kuasa. Tetapi, soal siapa yang tidak tuli dan bisu ketika tetangganya dihujani kejahiliyahan, kebodohan dan kemalangan atau kemiskinan.

Lebih jauh, Dahlan menyebut bahwa sakralitas islam yang berdimensi aqidah, ibadah, tsaqafah dan tamaddun adalah sebuah penegasan tentang Islam sebagai landasan kehidupan manusia dalam bermasyarakat, bernegara dan bersemesta. Di sini, kita semua saat berindonesia telah melihat karya dan warisan Dahlan yang luarbiasa.

***

0 comments:

Post a Comment