NEGARA PREDATORIK - Yudhie Haryono


Jika baca dokumen APBN dari zaman Ordeba sampai sekarang maka yang paling menarik perhatian kita adalah kematian dan pembantaian sumber-sumber industri Indonesia.

Dimulai dari industri berbasis kopra, pala, garam, rokok, garmen, padi, jagung, ikan, gandum dan kapas. Kita bisa menyebut industri rempah dan herbal.

Sementara industri menengah dan tinggi hanya sempat diimpikan: dikerjalan di awal lalu mati perlahan. Cek industri di PT PAL, PT KRAKATAU STEEL dan PT IPTN). Selebihnya, industri keuangan dan IT sudah terjual murah ke asing.

Pelan tapi pasti, industri-industri lokal maupun nasional itu mati walaupun sumbangannya terhadap APBN cukup signifikan.

Karena mati, kini semua yang kusebut tadi diimpor. Dan, kematian mereka terjadi secara sistematis, masif dan terorganisir karena dikerjakan oleh aliansi strategis: negara kolonial-MNC-komprador lokal.

Satu-satunya industri yang masih bertahan hanya industri korupsi (KKN) yang menghasilkan koruptor.

Hebatnya, industri ini berkembang biak di mana saja dan kapan saja: dari istana sampai gubuk derita. Tuan presiden dan elite negara yang baik, apa kalian mengerti untuk mencari solusi?

Yang terjadi justru kini kelanjutan arsitektur negara postkolonial. Kopi paste yang buruk, hapus yang lumayan bagus.

Tapi, kita lihat dulu asbab nuzulnya. Puluhan tahun lalu kita hidup di zaman Ordeba. Via Jend Soeharto, rezim ini dibangun dengan tiga hal:

  1. Militerisme
  2. Kudeta yang efesien
  3. Investasi asing.

Jejaknya, sejak tahun 1967, pengerukan dan penyedotan kekayaan alam Indonesia oleh kekuatan asing, terutama mineral yang sangat mahal harganya dan sangat vital itu dilakukan secara besar-besaran dengan modal besar dan teknologi tinggi.

Para pembantunya adalah bangsa sendiri yang berhasil dijadikan kroni-kroninya. Agar legal dan aman, semua dikonsensuskan dengan undang-undang dan perangkat praksisnya.

Dengan UU PMA (penanaman modal asing) itulah, imperium itu menjadi legenda: kuat dan menindas serta kaya raya tak terjangkau hukum.

Pola ini terus dikopi dengan cerdik oleh tuan Jokowi. Akankah imperium baru ini akan sukses seperti imperium Soeharto? Sejarah yang akan menjadi saksinya.

Kini. Tuan-tuan yth. Mari kita lanjutkan ketikan postkolonial yang tertunda. Satu tema menarik adalah negara predatorik. Jika pada awal formasi kemerdekaan via proklamasi, negara ini didesain sebagai negara progresif-pancasilais, kenapa jadi negara predator? Tentu saja karena warisan kolonialisme (purba dan baru).

Predator berasal dari bahasa Inggris. Maknanya adalah perilaku satu individu atau kelompok yang menyerang atau memakan individu lainnya demi kepentingan hidupnya.

Kanibalisme ini dapat dilakukan dengan berulang-ulang kepada mangsanya. Dalam konteks politik di Indonesia, yang dimaksud dengan negara predatorik adalah kemampuan individu atau kelompok menggunakan negara (aparatusnya) guna membuat warga lainnya paria dan mati.

Kini kita tahu bahwa demokrasi di Indonesia ini bukan seperti demokrasi yang diidealisasikan para pendirinya. Sebaliknya demokrasi yang ada lebih mirip dengan politik di negara-negara liberal. Demokrasi berbasis individu dan modal.

Karena itu, individu bermodal (politisi-pengusaha) menjadi potret pembajak demokrasi. Mereka merupakan kekuatan koalisi dari "pemain lama berbaju baru dan pemain baru bermental lama."

Kelompok predatoris itu menguat karena kalangan reformis 98 gagal menghilangkan kekuatan-kekuatan predatoris tersebut.

Arsitektur predatoris kini adalah kekuatan yang memiliki kepentingan untuk menguasai sumber daya publik demi kepentingan akumulasi kapital privat (diri dan kelompoknya).

Mereka adalah kelompok-kelompok warisan dan binaan Orde Baru: preman, konglomerat China, Golkar dan TNI/POLRI. Mereka itulah yang membuat KKN menggurita dan tak tersentuh: BLBI, Century, korupsi alutista, kejahatan HAM, kejahatan UU dan korupsi finansial (kurs dan investasi).

Terus terang, aku dkk di 98 gagal mengeluarkan kepentingan-kepentingan pribadi kekuatan lama yang predatoris tersebut.

Kami justru memberikan kepada mereka kesempatan untuk mengambil alih demokrasi Indonesia. Mereka kini merampok reformasi dan mengisinya dengan oligarki baru, fasisme baru, fundamentalisme baru dalam bentuk kleptokrasi dan kartel berkelakuan predatoris. Apapun partai dan ormas mereka, ketika berkuasa programnya sama: mengkhianati konstitusi dan memiskinkan warga negara lainnya sambil menyembah pasar dan memasrahkan diri jadi budak asing dan aseng.

Betapa bahagianya mereka jika meminum darah saudara-saudaranya sambil menggemukan perutnya saja.

***

0 comments:

Post a Comment