74 TAHUN RAIBNYA PROKLAMASI - Yudhie Haryono


MWA UTIRA

Apa yang tak hadir di negara pemangsa rakyatnya (predatory state)? Jelas, proklamasi. Yaitu kuasa untuk mengatur diri sendiri secara merdeka, mandiri, modern dan martabatif. Kuasa agar berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan, berkemanusiaan dalam agama dan berpancasila dalam bernegara.

Maka, teks yang berbunyi "kami warga Nusantara dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia yang kedua. Hal-hal penting mengenai pemindahan kekuasaan dan pengadilan terhadap pengkhianat negara akan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Kemerdekaan kedua ini dimaksudkan agar keadilan dan kemakmuran tegak bagi seluruh warganegara Indonesia," wajib diproklamirkan kembali.

Wajib. Dengan B.

Jika tidak, kita kehilangan makna dan posisi sesungguhnya sebagai bangsa yang bernegara.

Mengapa? Karena kini kita secara salah membiarkan negara predator yang mengelola kehidupan bersama.

Dalam negara predatorik, pemerintahnya lumpuh karena pelakunya cacat. Negaranya lemah karena pemerintahnya dungu. Bangsanya biadab karena elitenya serakah. Agamanya fundamentalis karena pimpinannya tak baca buku.

Tidak percaya? Lihat kasus KKN yang terus tak putus. Semua profesi telah jadi pesakitan KPK. Itu semua jadi kacau balau karena kita tak punya "titik pijak." Kini, semua melawan semua. Kejahiliyahan merajalela. Zaman edan tak dirasa nista.

Kita tahu, sejarah manusia adalah sejarah kerakusan dan perang. Dalam dua aksiologis itu, manusia sangat fokus dalam menyerang musuh-musuh mereka. Cara ini sangat berbeda dari keseluruhan mahluk hidup di dunia yang cenderung lebih mengeksploitasi alam raya secara gradual.

Sebagian dari cara menghabisi musuhnya terjelaskan lewat alat-alat yang secara ekslusif dipakai oleh manusia ketika berperang. Manusia akan mengambil harta rampokan dengan biaya minimum tapi mendapatkan timbal balik yang maksimum serta jangka pendek. Itu semua karena mereka belajar ilmu ekonomi kolonial. Akibatnya, mereka punya teknologi canggih untuk membunuh dan menghindarkannya dari musuh-musuhnya.

Selanjutnya, perang dijadikan dalih bagi pertumbuhan ekonomi. Karenanya, manusia memiliki risiko minimal jika dibandingkan dengan makhluk bumi manapun yang mempertahankan teritori dan sumber-sumber kehidupannya. Saat kekuatan dirinya lemah, manusia membangun tribal (suku, agama dan ras). Saat tribalnya lemah, manusia menggunakan negara.

Dengan negara, manusia mengeksploitasi sesamanya demi kegemukan kantong sakunya dan kepastian stabilitas turunannya. Homo homini lupus yang survival of the fittest. SDM bertambah, SDA terbatas. Inilah asal muasal kerakusan dan perang manusia dan negara yang menjadi filosofi kehidupan predatorik. Negara-negara penjajah di masa lalu dan kini adalah contoh jelas dari hadirnya predatory state.

Mereka bisa memangsa negara lain tapi juga senang memangsa warganegaranya sendiri. Hati-hati. Siapa tahu kini kita sedang menghidupinya dengan bayar pajak yang lugu saat pemerintah dengan senyum, mengutilnya setiap saat secara sistemik, masif dan terorganisir.

Di dalam negara predator, hanya oligark yang bahagia. Hanya manusia wajah tembok tebal yang bisa senyum. Hanya pelacur yang lelap tidurnya. Selainnya cemas setiap detik diterkam dan jadi mangsa temannya. Entah kalian.

***

0 comments:

Post a Comment