PERAN HUKUM DALAM IMPLEMENTASI UNIVERSAL BASIC INCOME SEBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA - Muhammad Arsjad Yusuf (Mahasiswa Pascasarjana FHUI), Bagian Kedua


Sebagai contoh, di Israel, perusahaan Mobileye sedang membangun navigasi kendaraan tanpa pengemudi yang akan menghapuskan pekerjaan pengemudi kendaraan berbayar.

Di Tiongkok, Baidu bersama King Long Motor Group sedang menyiapkan bis-bis otonom tanpa pengemudi. Sberbank, bank terbesar di Rusia, menggunakan AI dalam pengambilan 35 persen keputusan di bidang pinjaman, serta menggunakan “pengacara robot” untuk menggantikan 3000 personalia di bidang legal perusahaan, jumlah karyawan back-office akan menyusut dari 59.000 pada tahun 2011, menjadi 1.000 pada tahun 2021.

Ant Financial, perusahaan fintech asal Tiongkok, memilih menggunakan big data untuk menilai kesepakatan pinjaman daripada menggunakan jasa ribuan petugas pinjaman atau pengacara.

Pemerintah tentunya memiliki peran vital dalam mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan teknologi ini. seringkali kebijakan politik dapat digunakan untuk menghadang kemajuan teknologi, demi menyelamatkan pekerjaan, automasi dan AI tentunya dapat dibatasi.

Namun, sebagaimana sejarah berpihak pada masyarakat industrial yang memiliki kekuatan menentukan terhadap masyarakat agrikultur, di masa depan negara yang memanfaatkan automasi dan AI kelak akan memiliki kekuatan menentukan terhadap negara yang tidak.

Mengabaikan manfaat besar automasi dan AI sehingga menyebabkan Indonesia tertinggal dari negara lain, demi menyelamatkan lapangan pekerjaan, tentunya menjadi langkah yang lebih buruk. Posisi pemerintah Indonesia sekarang ini, ditandai dengan pernyataan Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu dari saat artikel ini ditulis, terlihat mulai mengarah pada pilihan yang lebih baik, yaitu pemanfaatan automasi dan AI.

Di sisi lain, konsep welfare state yang dianut Indonesia belum mampu mengentaskan kemiskinan. Merujuk pada angka kemiskinan absolut, angka orang miskin di Indonesia mencapai 25,95 juta orang per Maret 2018. Dalam perspektif yang lebih luas, bahkan terdapat 72 juta orang dalam kelompok yang rentan jatuh ke dalam kategori kelompok miskin.

Separuh dari penduduk kelas menengah, yang disebut aspire middle class, juga masih belum kuat karena rentan jatuh miskin saat menghadapi guncangan, misalnya ketika kehilangan pekerjaan, sakit berkepanjangan, atau mengalami bencana.

Banyak orang berasumsi, bila pasar bebas tidak mampu memecahkan berbagai problem sosial, maka pemerintah mampu. Seperti bisnis privat yang dilakukan untuk mengejar keuntungan pribadi, maka pemerintah seharusnya merepresentasikan kepentingan publik secara utuh.

Karenanya, nampak logis untuk percaya bahwa problem sosial skala besar merupakan wewenang pemerintah.  Karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempersiapkan sebuah social safety net sejak dini dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi tantangan ini.

Destinasi akhir dari road map Indonesia adalah adil dan makmur,  dan kemakmuran dinilai melalui manusia sebagai subjeknya, bukan pada pekerjaan yang merupakan objek semata. Karenanya upaya perlindungan harus diberikan pada manusia, bukan pada pelestarian jumlah pekerjaan.

Universal Basic Income (UBI) merupakan salah satu alternatif dalam perspektif perlindungan pada manusia yang dapat dipertimbangkan dalam menghadapi tantangan automasi dan AI. UBI juga merupakan gagasan yang didukung tokoh-tokoh dunia dari berbagai kalangan, baik ilmuwan, pengusaha, hingga politisi.

Dua orang pemenang Nobel Ekonomi, Peter Diamond and Christopher Pissarides; CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk; CEO Facebook, Mark Zuckerberg; hingga salah satu kandidat presiden Amerika Serikat tahun 2020 dari Partai Demokrat, Andrew Yang, merupakan beberapa tokoh yang mendukung gagasan UBI.  Artikel ini selanjutnya akan membahas pengertian UBI beserta kelebihan dan kekurangannya.

***

0 comments:

Post a Comment