AKSARA, JOVI DAN TAN MALAKA, Mengenang yang jauuuuh - Yudhie Haryono


Siapa tak kenal Aksara Mafaza, Bon Jovi dan Tan Malaka? Jika belum, begini kisahnya. Lelaki berbudi dan ajaib ini sungguh jenius. Bundanya menyenangkan. Tetapi mati muda oleh ganasnya jalanan. Bundanya adalah anak dari ortunya yang kini menyebalkan. Sejarah etos tinggi yang akhirnya terpisah karena kerakusan. Sore lenyap, pagi jadi hilang. Semua ditelan kegelapan malam yang tak berujung.

Semesta yang terpisah menghancurkan sebuah kisah. Keluarga kecil yang harusnya didukung dan dilindung. Keluarga bersahaja dan idealis yang harusnya disejahterakan dalam langgam keadilan. Tetapi dibunuh diam-diam; pelan-pelan.

Kesendirian ini. Meluruhkan air mata kami. Menghancurkan hari kami. Jauh sudah kami melangkah. Milyaran doa. Jutaan keluh kesah. Ribuan tulisan. Ratusan artikel. Puluhan buku. Satu-dua kematian. Terasa sekali dan waktu tak terlipat.

Kini yang ada hanya bayang lambaian hampa. Terbenam dalam salju dingin yang tak terbakar kehangatan. Dan, dunia tak dipenuhi warna-warna berseri bunga kasih sayang. Lalu, mentari menyepi, bulan menangis pilu.

Dialah anakku, Aksara. Lambang cinta yang lara. Dipisahkan karana nafsu serakah belaka dan adat yang berbeda. Cinta kami kini gugur bersama. Kasih kami kini terhempas. Hidup kami kandas bersama daun-daun meranggas. Tetapi, ia menggandrungi musik rock, terutama band Bon Jovi yang dahsyat itu.

Bon Jovi adalah band super keren beraliran rock asal New Jersey, Amerika Serikat. Mereka dibentuk tahun 1983 oleh Jon Francis Bongiovi, Jr atau lebih dikenal dengan Jon Bon Jovi. Selama 32 tahun karir bermusiknya, Bon Jovi sudah meliris 13 album. Mulai dari Bon Jovi tahun 1984, 7800° Farenheit, lalu Slippery When Wet yang membawa mereka ke puncak musik dunia.

Sukses mereka terus berlanjut. Album New Jersey menjadi fenomena di awal tahun 90an, dilanjutkan dengan Keep The Faith dan Crossroads.

Di tahun 2000an trend musik rock yang memudar tidak menghentikan karya Bon Jovi, mereka terus membuat album. Yang terbaru yaitu Burning Bridges di tahun 2015.

Maka, ingat kalian adalah kesadaran bahwa tak perlu kerumunan besar untuk meluruskan kiblat bangsa. Tak perlu gerombolan canggih untuk memastikan kesejahteraan bersama suatu negara. Tak perlu parpol besar untuk menegakkan moral pejabat pemerintah.

Cukup pasukan kecil yang bergerak rapi dan memiliki ide-ide jenius dalam tagline: pamit pejah. Lahir, jihad, zuhud, syahid. Jika itu kupunya, kupastikan keadilan dan kesejahteraan serta martabat seluruh penghuni peradaban tertradisikan.

Aku siap makmum. Sudah kuwakafkan jiwa ragaku untuk republik. Kawan, pimpin pasukan ini. Kita akan pastikan peradaban baru: Kerja keras, kerja cerdas, kerja trengginas, kerja tuntas!

Jika gagal sadar, maka fatwa temanku, "Orang Indonesia semuanya dijual, bahkan dirinya sendiri," benar adanya.

***

0 comments:

Post a Comment