PERAN HUKUM DALAM IMPLEMENTASI UNIVERSAL BASIC INCOME SEBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA - Muhammad Arsjad Yusuf (Mahasiswa Pascasarjana FHUI), Bagian Pertama


Bagian Pertama

Automasi dan artificial intelligence diprediksi akan menggantikan manusia di berbagai bidang pekerjaan dan menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan secara dramatis.

Konsekuensinya, pengangguran akan melonjak drastis sehingga menyuburkan kemiskinan serta kesenjangan ekonomi yang sudah menjadi problematika akut bangsa Indonesia. Situasi ekonomi tersebut rentan menimbulkan gejolak sosial yang memicu kekacauan dan mengancam keutuhan bangsa.

Artikel ini akan membahas peran hukum dalam implementasi Universal Basic Income sebagai salah satu alternatif kebijakan fiskal yang dapat dipertimbangkan dalam menghadapi dampak-dampak negatif automasi dan artificial intelligence.

Kita tahu bahwa masa depan dari sejarah manusia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Sebagaimana seseorang yang mungkin tidak dapat memprediksikan jenis kelamin calon bayinya sendiri, namun dapat memprediksikan rasio jenis kelamin dari 1.000 calon bayi yang akan lahir, maka sejarah juga tidak dapat digunakan untuk mengetahui hasil dari pemilihan umum presiden Amerika Serikat di tahun 1960, namun dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan yang tidak dapat terhindarkan dari benturan antara masyarakat Amerika dan Eurasia setelah 13 ribu tahun berada dalam perkembangan yang terpisah.

Seringkali sejarah dibentuk oleh para inovator daripada oleh masyarakat yang berpandangan mundur ke belakang. Sepuluh ribu tahun yang lalu sebagian besar manusia berburu untuk bertahan hidup, sedangkan hanya sebagian kecil saja yang menjadi petani di Timur Tengah. Namun, masa depan memihak pada para petani dan kemudian Revolusi Agrikultur pun terjadi.

Pada tahun 1850, lebih dari sembilan puluh persen manusia merupakan petani, dan di desa-desa kecil sepanjang sungai Gangga, sungai Nil, dan sungai Yangtze tidak ada yang mengetahui mengenai mesin uap, jalur kereta api, dan telegram. Namun, nasib para petani ini sudah ditetapkan di kota Manchester dan Birmingham oleh para insiyur, politisi, dan pemodal yang menjadi ujung tombak Revolusi Industri.

Mesin uap, jalur kereta api, dan telegram merubah cara produksi makanan, tekstil, kendaraan, dan senjata, memberikan masyarakat industrial kekuatan yang menentukan terhadap masyarakat agrikultur.

Perkembangan teknologi abad ke-21 yang sangat pesat pun ditandai dengan kemunculan teknologi baru seperti artificial intelligence (AI).

Dengan AI, automasi dalam berbagai bidang akan mengalami percepatan yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Automasi adalah teknologi yang dengannya proses atau prosedur dilakukan dengan seminimal mungkin bantuan manusia.  Sedangkan AI, atau yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan kecerdasan buatan, adalah kecerdasan yang didemonstrasikan oleh mesin yang memahami lingkungan sekitarnya dan bertindak secara maksimal mencapai tujuannya dengan sukses.

AI juga secara sederhana digambarkan sebagai mesin yang meniru fungsi kognitif dari pikiran manusia, seperti belajar, dan melakukan pemecahan masalah.  Penerapan automasi dan AI tentunya akan sangat bermanfaat bagi efesiensi dan produktifitas dalam berbagai bidang.

Namun, bukan berarti keduanya tidak menimbulkan dampak negatif sama sekali. Dalam satu atau dua dekade ke depan, automasi dan AI diprediksi akan menggantikan manusia di berbagai bidang pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang minim akan semakin meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan sosial dalam masyarakat.

Kondisi ekonomi tersebut rentan menimbulkan gejolak sosial yang bisa menimbulkan kekacauan dan mengancam keutuhan bangsa. Tentunya terdapat perdebatan, mengenai apakah automasi dan AI akan mengurangi lapangan pekerjaan secara drastis.

Salah satu argumennya adalah Revolusi Industri. Meskipun dalam revolusi industri pekerjaan-pekerjaan fisik manusia digantikan oleh mesin, namun berbagai bidang pekerjaan lain ternyata muncul dan berkembang. Misalnya, dengan adanya mesin, sebagian pekerjaan manusia yang hilang di bidang mekanik digantikan dengan bidang teknik yang membutuhkan manusia untuk mengoperasikan mesin maupun memperbaiki mesin.

Kemunculan industri baru dan pekerjaan di sektor teknologi juga dinilai mengungguli dampak ekonomi dari karyawan yang digantikan oleh automasi.

Namun, argumen tersebut boleh jadi keliru, karena manusia memiliki dua fungsi, yaitu fisik dan kognitif. Di masa revolusi industri, mesin berkompetisi dengan manusia hanya pada tataran kemampuan fisik, sedangkan wilayah kognitif tetap dalam kekuasaan manusia.

Karena itu, bidang pekerjaan baru bermunculan dan membutuhkan kemampuan kognitif yang hanya dimiliki manusia, seperti analisis, pembelajaran, komunikasi, dan yang paling penting kemampuan emosional manusia.

Dalam konteks automasi dan AI, fungsi manusia yang digantikan bukan hanya fungsi fisik, namun juga fungsi kognitif, dan AI sekarang ini sudah mulai mengalahkan kemampuan manusia dalam wilayah kognitif tersebut, termasuk kemampuan emosional dalam memahami manusia, bahkan dengan jauh lebih baik.

***

0 comments:

Post a Comment