TAK ADA YANG ABADI - Yudhie Haryono


Walau sebentar, tapi menjengkelkan. Walau tak lama, tapi menghancurkan. Ada ruang hatiku yang kau temukan. Diberilah engkau kesempatan. Tak tahunya kian binasa.

Ada waktu hatiku yang kau pinjam. Sempat aku lupakan kini kau sentuh. Tanpa program. Hanya blusukan. Aku bukan jatuh cinta namun jatuh hati. Tepatnya tertipu. Oleh laku hidupmu yang lugu. Tanpa ide dan gagasan.

Kowi. Kuterpikat pada tuturmu. Kutahu kini kau durja kecurangan. Kutersihir jiwamu. Kutahu kini kau durja nepotis. Kuterkagum pada pandangmu. Kutahu kau durja dinasti. Kuterbengong caramu melihat dunia. Kutahu kau durja rente. Kuharap kau tahu bahwa kuterinspirasi hatimu. Kutahu kau durja kebegundalan. Kutak harus memilikimu. Kutahu engkau durja maling: dari angka pemilu sampai jiwasrayagate.

Tak ada yang abadi. Kau bisa membohongi semua makhluk bumi. Sampai mereka berujar bolehkah kami selalu di dekatmu. Tetapi. Untuk menikam mati dengan belati tepat di silitmu.

Kukira masih sama. Tahun 2015 kuberucap kau mengalami the power of the outcasts. Kekuasaan yang terbuang. Sia-sia. Kuasa untuk memeratakan kemakmuran dan kesentosaan. Maka, di gegap ketiadaan kewarasan, tak ditemukan jalan pulang dan tokoh merdeka plus agen kharismatik. Dalam seluruh diskursus kemandirian via revolusi mental dan nawa cita, kita tak menemukan daya cipta (apalagi dentuman besar) bagi kemartabatan ekonomi-politik. Tak ada nasionalisasi apalagi kemartabatan ekonomi.

Tuna kuasa. Sebab yang berkuasa itu sesungguhnya bukan yang sedang berkuasa. Itu artinya, struktur ekopol kita lebih memuja ketidakadilan hasil warisan rezim lama. Kebudayaannya masih oligarkis, kleptokratis, kartelis dan predatoris. Tak ada kekuasaan yang dapat telanjang terbaca kecuali remeh temeh. Semua sumir dan telenovela. Skrip dan sutradaranya masih "hantu blau."

Yang sangat merepotkan, struktur kekuasaan negara diisi oleh hampir benar, "mereka yang tidak mengerti kekuasaan" sehingga mereka sesungguhnya orang buangan: petugas yang culun dan lugu. Dibuang dari keumuman ke daerah para setan bertahta.

Maka yang dikerjakan kaum terbuang dalam kekuasaan hanyalah guyon dan tertawa. Karena tak biasa, dibuatlah temu lawak nusantara. Di istana. Wasuk raa!

Kini desain ekopolnya nyaris sempurna dalam ketidaksempurnaan. Bergelora dalam kedunguan. Disfungsi dan ejakulasi dini. Bergerak tanpa konsep besar walau tangan dan niat tak mencuri. Di tangan penguasa yang tidak berkuasa, rakyat jelata adalah santapan pertama. Korban mesin tanpa pikiran.

Semua tahu. Negara tanpa keadilan itu omong kosong; ibadah tanpa akhlaq itu pencitraan; pengetahuan tanpa toleransi itu mubadzir; kekuasaan tanpa pemerataan itu firaun dan ucapan tanpa tindakan itu widodo (tipu-menipu).

Kini, sudahlah. Lupakan harapan-harapan pada ratu adil. Jangan hiraukan ratu cakil. Jangan tertawakan petruk jadi raja. Siapkan diri kita pada krisis dan kepedihan di masa depan. Sehingga jikalau ada perbaikan, kita tak kaget. Kalaupun ada pemburukan, kita sudah mafhum belaka. Yang penting, aku masih setia bersama kalian: yang miskin, bodoh, cacat dan terpinggirkan.

***

0 comments:

Post a Comment