TANDA DAN FILSAFAT AKSARA DJAWA - Yudhie Haryono


Dalam studi-studi nusantara, kita nanti akan bertemu dengan filsafat aksara dan angka. Artinya, aksara bukan hanya tanda, tetapi juga penanda dan petanda. Ada simulacra dalam studi tentangnya. Di dalam dirinya mengandung niat, postulat, cita-cita, pesan, doa, liturgi dan kreasi masa depan. 

Louis Hjelmslev (1989), menyebut bahwa, ”sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Tanda merupakan self-reflective yang menggambarkan ekspresi dan persepsi."

Dalam aksara Jawa, misalnya, kita temui semua semiotika seperti yang dimaksud. Kita cek di bawah ini: hanacaraka, datasawala, padajayanya, magabatanga.

Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Paragraf ini artinya ada utusan. Yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada kepercayaan. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia.

Da-Ta-Sa-Wa-La. Paragraf ini bermakna manusia setelah diciptakan sampai dengan wafatnya tidak bisa mengelak. Maksudnya, kita manusia dengan segala atributnya harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya. Paragraf ini berarti menyatunya zat pemberi hidup (khalik) dengan yang diberi hidup (makhluk). Maksudnya manusia itu adalah yang tercermin dari perbuatannya. Nilainya berdasarkan keluhuran dan keutamaan budinya. Jaya itu menang karena adab dan moral yang sungguh-sungguh, bukan menang-menangan yang tidak sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga. Paragraf ini berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk menanggulangi problemnya.

HA= Hana hurip wening suci (Adanya hidup adalah kehendak yang Maha Suci).

NA= Nur candra, gaib candra, warsitaning candara (Harapan manusia hanya selalu ke sinar Ilahi).

CA= Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi (Satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal).

RA= Rasaingsun handulusih (Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani).

KA= Karsaningsun memayu hayuning bawana
(Hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam).

DA= Dumadining dzat kang tanpa winangenan
(Menerima hidup apa adanya).

TA= Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa (Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup).

SA= Sifat ingsun handulu sifatullah (Membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan).

WA= Wujud hana tan kena kinira (Ilmu manusia hanya terbatas namun bisa melampaui batas).

LA= Lir handaya paseban jati (Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi).

PA= Papan kang tanpa kiblat (Hakekat Allah yang ada di segala arah).

DHA= Dhuwur wekasane endek wiwitane (Untuk bisa di atas tentu dimulai dari dasar).

JA= Jumbuhing kawula lan Gusti (Selalu berusaha menyatu dan memahami kehendakNya).

YA= Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi (Yakin atas titah dan kodrat Ilahi).

NYA= Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki (Memahami kodrat kehidupan).

MA= Madep mantep manembah mring Ilahi
(Yakin dan mantap dalam menyembah Ilahi).

GA= Guru sejati sing muruki (Belajar pada guru sejati).

BA= Bayu sejati kang andalani (Menyelaraskan diri pada gerak alam).

THA= Tukul saka niat (Sesuatu harus tumbuh dari niat).

NGA= Ngracut busananing manungso (Melepaskan egoisme pribadi manusia).

Ini salah satu contoh saja dari ratusan warisan yang kita punya. Menarik bukan? Ayok bangkit kembali merebut masa depan dengan meneladani hal-hal baik di masa lalu.

***

0 comments:

Post a Comment