Berikut naskah Deklarasi “Sumpah Pemuda Jilid II” yakni "Semangat Sumpah Pemuda Merah Putih Menuju Indonesia Hebat"

  1. Kami Putera dan Puteri Indonesia Berjanji dengan Segenap Jiwa dan Raga, Tetap Setia kepada Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Kami Putera dan Puteri Indonesia Berjanji dengan Segenap Jiwa dan Raga, Mewujudkan Indonesia sebagai Bangsa yang bermartabat, Demokratis, Adil, Makmur dan Sejahtera.
  3. Kami Putera dan Puteri Indonesia Berjanji dengan Segenap Jiwa dan Raga, Membangun Indonesia dengan Memuliakan Lautnya dan Berdiri Teguh Di daratannya, udaranya, lautnya dengan Pembangunan yang Berwawasan Cinta Lingkungan.
***

Pasar makin inti. Neoliberalisme makin menancapkan kukunya. Matrealisme sudah menang. Ujung kehidupan itu uang. SDM Indonesia harus menyesuaikan diri. Lima rukun kemenangan atas pendidikan kita kini sedang berlangsung. Kuasa internasionalisme atas nasionalisme dan kebijaksanaan tradisional.

Padahal, atas nama kemerdekaan (nasionalisme) kita telah menulis empat tujuan pendidikan di Indonesia:

  1. Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa, yaitu jati diri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
  2. Melalui pendidikan dan pembudayaan, bangsa Indonesia senantiasa harus berjuang untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia Indonesia berdasarkan pandangan hidup bangsa Indonesia. Setiap perjuangan bangsa harus dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraannya. 
  3. Pendidikan nasional Indonesia harus berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila yang harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua jenis dan jenjang pendidikan
  4. Nilai-nilai tersebut tidak hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum, tetapi juga dalam corak pelaksanaan yang ditanamkan tidak hanya pada penguasaan kognitif, tetapi yang lebih penting pencapaian afektif.

Singkatnya, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 dan pendidikan kita bertujuan untuk memerdekakan, mempersatukan, mendaulatkan, mengadilkan, memandirikan, memartabatkan dan memodernkan kita semua dari dominasi penjajahan apapun dan kapanpun serta di manapun.

Sayangnya, itu hanya ketikan. Sebab agensi, anak didik dan seluruh potensi kemerdekaan dari matra pendidikan itu telah ditaruh di ketiak pasar.

Atas nama pasar, jumbuh isu ganti kurikulum k-13 dengan yang baru. Kurikulum baru yang menekankan pada 3 hal utama: soft skill, programmer dan statistik.

Lalu, di mana pancasila dan pesan-pesan idealistik pendidikan dalam konstitusi? Makin defisit. Yang mengemuka, pendidikan menjadi mesin peternak agensi pasar kerja modern. Hasil didikan yang melayani kuasa kapital dan majikan. Mendesain perbudakan modern dan menikmatinya.

***



Tuan-tuan yang kuhormati. Ada baiknya kita fokus dalam mencari solusi dari problema dalam berbangsa dan bernegara. Hal-hal di luar itu cukup dikonsumsi dalam hati. Ke publik kita urus soal publik. Tentu boleh sekali sambil bercanda, meledek dan kutip-kutip rasa susastera. Agar tak bucek. Agar ceria.

Tetapi, kita seperti menuju keentahan. Walau aku sudah merasa berusaha. Juga selalu berusaha. Menulis dan memaparkannya di banyak tempat dan waktu. Tentang pentingnya zaman baru: ZAMAN PANCASILA. Tapi belum laku. Horizon kini masih neoliberalisme. Hubungan daulat modal, di mana saja dan oleh siapa saja. Tiba-tiba sambil menuju Surabaya, Jokowik sms, "kesederhanaan mencerminkan kecerdasan. Ketekunan mencerminkan amanah. Konsistensi mencerminkan konstitusi." 

Sayangnya, setelah menjual kayu, kini kau jual BUMN. Setelah mempailitkan perusahaan, kini kau tumpuk utang negara. Pailit negara kini di depan mata. Apa protokol save the nation yang kalian sodorkan?

Di matra perang kecerdasan, pilihan kita cuma satu: menjadi budak atau menjadi majikan. Konsep dan takdir budak sudah lama kita nikmati. Konsep dan takdir majikan yang belum kita tetapkan.

Menjadi majikan dan tuan di negeri sendiri harus dimulai dengan proklaim kemerdekaan. Proklamasi ini melahirkan negara merdeka (Indonesia). Bagi negara postkolonial, takdirnya akan memilih satu di antara dua keadaan; dua jalan:

Pertama, jalan kedaulatan, kemandirian, kemoderenan, keproduktifan dan kemartabatan. Inilah roadmap yang diimpikan para pahlawan kemerdekaan. Bahu membahu mereka meletakkannya menjadi konstitusi.

Dalam konstitusi itulah trauma, problema dan nasib masa lalu direfleksikan dan dianalisa untuk dibuat solusinya via proyeksi masa depan gemilang.

Kedua, jalan fasisme, feodalisme, fundamentalisme, neotribalisme dan neoliberalisme. Inilah roadmap yang terus dikerjakan para begundal neokolonial. Bahu membahu mereka menciptakan kurikulum, agama, tradisi, agensi dan lembaga semu demi stabilitas perampokan dan status sosial mereka yang tak boleh tergantikan.

Dalam jalan ini, problema negara merdeka disuntik lagi dengan problema baru: kemiskinan, kebodohan, kesenjangan, konflik dan ketergantungan. 

Sesungguhnya, ketika memproklamasikan kemerdekaan, para pendiri republik telah menemukan solusinya berupa "jalan konstitusional dan agensi konstitusional."

Jalan ini berupa lima nilai statis: bertuhan, berkemanusiaan, bergotongroyong, bermusyawarah dan berkeadilan (lima sila). Kelimanya harus dikerjakan dengan empat nilai dinamis: melindungi, menyejahterakan, mencerdaskan, mentertibkan (empat tugas negara dlm preambule UUD45).

Sayangnya, elite kita masih memilih keadaan dan jalan kedua. Paria, sengsara, miskin, timpang dan terjajah lanjutan adalah kondisinya. Lihatlah kita, banjir budak dan begundal di mana-mana.

Sungguh ini tragedi kemanusiaan semesta. Sumpah pemuda berubah jadi pemuda sampah. Proklamasi berubah jadi prokonglemerasi. Konstitusi berubah jadi konstitai.

Padahal, tanpa kesadaran semesta, kita tidak punya elite yang memilih jalan pertama. Jalan Pancasila. Jalan warisan yang selalu dikhianati. Jalan keselamatan yang diingkari.

***

Nurlytaku

Mestinya kau tertawa-tawa bahagia di sisiku kini. Menyesap kopi-susu di empang guramih. Memandikan dan menemani Aksara dan Bintang ke sekolah. Lalu kita berenang bersama. Aku kisahkan novel baru Pablo Neruda yang kuresensi di koran. Sambil kuciumi punggungmu. Sayangnya kau tak merindukanku. Lelaki buruk rupa yang menderita: manusia tercerdas di jagat raya. Kau memilih bercinta dengan Tuhan di syorga. Aku cemburu padamu. Tapi hanya bisa mengutuk tuhan, hantu dan hutan. Kematianmu mematikan segalaku.

Aksara

Tahun ini hujan sepanjang takdir. Bagiku bukan hanya hujan air tetapi juga hujan kesedihan; banjir air mata; bergenang-genang kesunyian. Akankah akhir tahun datang terang benderang seiring tekadku membangun kota? Ya. Membangun kota; bukan hanya membangun gedung-gedung (apartemen, hotel dan mall). Ya. Membangun kota; mendesain peradaban di sepanjang Teluk Awur Jepara.

Bintang Arfania

Kami yang disandra para bajingan berwajah muslim berwatak kompeni. Perempuan semu. Bidadari palsu. Lelaki dungu. Pemikir pandir. Dua hal ditakdir hampir. Yang satu sore. Yang satu senja. Keduanya menyetubuhi malam yang sama. Keduanya mendekap siang yang serupa. Karena sombong dan bodoh saja tak berjumpa. Takdir seringkali lebih dahsyat dari perang bratayuda. Lebih menggiriskan dari perang salib. Terlebih kini tak ada jalan keluar dari jebak neokumpeni di segala lini.

Duduk dan temani aku sarapan roti. Biar segera mati.

Hutan

Mestinya kau tahajud bersamaku kini. Sujud sekhusuknya. Takhyat sesadar-sadarnya. Sebab, betapa hidup begitu pendek dan berharga. Lalu kutaruh hidungku di selangkanganmu. Sebab tuhan berkata, vagina kekasihmu adalah hajar aswad sesungguhnya. Tempat bermula dan berakhirnya peradaban. Sayangnya kau tak mencintaiku. Lelaki tua dan bau. Hidupnnya hanya untuk buku-buku loak dan beku.

Hantu

Mestinya kau berzikir bersamaku. Tahlil sebanyak-banyaknya. Tahmid seluas-luasnya. Takbir segetar-getarnya. Lalu kutaruh bibirku di payudaramu. Sebab hutan berfatwa, puting kekasihmu adalah safa dan marwa sesungguhnya. Tempat semua prasangka distatistikkan. Sayang kau tak merindukanku. Manusia tercerdas sepanjang zaman kehidupan. Jenius abadi dalan khayal sang mustafa.

Tuhan

Mestinya kau menerima tangis dan pertaubatanku. Yang lelah dan setia meminta mati. Tumpahkan jeritan dan air mata. Lalu kutaruh subtansi maniku di rahimmu. Sebab hantu bertesis, sorga kekasihmu adalah tablet waktu sesungguhnya. Yang tak dimengerti kyai jahil. Apalagi ilmuwan dungu. Sayang kau tak mengasihiku. Insan terdahsyat dalam semua waktu.

Ada yang harus dilepaskan untuk tau rasanya lega. Ada yang harus hilang untuk tau rasanya sesal. Ada yang ditakdir menipu agar bisa merasa marah dan gelisah. Sebab hidup di Indonesia hanya mampir mencopet saja.

Kita bayar mahal gaji tentara. Mereka takut berperang hancurkan neokolonial: asing dan aseng. Kini bahkan jadi budak konglomerat. Olahraga dan komisaris pensiunnya. Inilah akibatnya: asap merajalela. KKN jadi agama. Pencopet jadi idola. Oh tentara dan takdir yang kurangajar. Kenapa kalian datang tanpa diundang.

***

APA solusi dari stabilnya tingkat kemiskinan di Indonesia? Pilih presiden jenius dan jadilah negara progresif.

Ini sesungguhnya amanat UUD 1945 pasal 33. Negara progresif memandang bahwa negara dan isi serta potensinya itu untuk semua warganya. Jadi, semuanya untuk membahagiakan warga negara. Dus, negara progresif hadir untuk mengabdi, membela dan melundungi kepentingan semua warganya terutama yang cacat, bodoh, miskin dan terpinggirkan. Dus, bukan negara seperti hari ini di mana manusia untuk negara, juga bukan warga untuk pasar.

Di negara progresif, pajaknya beroperasi dengan super progresif (super progresive tax rate structure). Artinya adalah tarif pungutan pajak dengan persentase yang makin naik secara signifikan dengan semakin besarnya jumlah kekayaan. Tentu saja, kenaikan persentase pajak untuk setiap jumlah harta yang dimiliki sebanding dengan prinsip pemerataan dalam arsitektur negara progresif yang mematrialisasikan pemerataan.

Rumusnya ditetapkan setelah harta pertama dengan pengkalian setengah harga dan seterusnya. Artinya, setiap warga negara yang memiliki harta kedua (rumah, mobil, tanah, pabrik, deposito dll) ia diwajibkan membayar pajak separo dari harganya. Jika punya yang ketiga, ia wajib bayar pajak seharga barang tersebut. Jika yang keempat, ia wajib bayar pajak satu setengah harga barang tersebut dst.

Kita sadar bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tak maksimal. Mestinya 11%. Tetapi yang terjadi hanya 5.01%. Itupun hanya dinikmati oleh segelintir orang. Jumlah penduduk miskin juga stabil, 27.77 (10.64%) juta orang per Maret 2017. Mestinya tinggal 7 juta saja. Gini rasio juga stabil, 0.393. Mestinya sudah 0.203. Angka-angka ini menunjukkan bahwa kinerja team ekonomi makro-mikro tanpa prestasi. Tanpa dentuman. Tanpa ide dan gagasan yang progresif.

Pemerintah sesungguhnya relatif serius memecahkan problem kemiskinan ini. Misalnya dengan program penciptaan duabelas kawasan ekonomi khusus (KEK) dan duapuluh delapan kawasan industri (KI) plus kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN).

Semuanya adalah program penciptaan kawasan dengan batas tertentu yang tercangkup dalam daerah atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi akitivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi.

Problemnya, ketiga program itu dimiliki swasta dan konglomerasi yang mendapat kemudahan dan tax amnesty. Akibatnya, warga negara teralienasi; negara tak dapat pajak berarti.

Tanpa kesadaran praktik negara progresif; di mana mengharuskan hadirnya presiden jenius; kesadaran penguasaan SDA dan industrinya; penguasaan iptek; perealisasian pajak super progresif (empat hal terpenting dalam berbangsa dan bernegara) maka sesungguhnya kita sedang bunuh diri masal dengan cara mengkhianati konstitusi sambil menternak kemiskinan akut.

***

Engkau dan beberapa soal sepele

Tiba-tiba engkau suka bertanya. Tentang sesuatu yang sudah kulupa. Tepatnya, ingin kulupa. Soal-soal sepele yang kukuasai dengan baik saat jahiliyah. Berliku dari tafsir, hapalan, hadis, fikih, muamalah, jinayah, ntrc, mahfudzat, faraid dan falak.

Pertanyaanmu dan soal-soal itu sesungguhnya ecek-ecek. Ia tak berhubungan dengan nasib ummat: yang terjajah dan miskin. 

Juga sedikit soal sejarah. Nah, kalau ini aku sedikit suka. Terlebih saat engkau bertanya kota Andalusia. Kota yang kuingin menggendongmu saat bulan madu. Maka kujawab, "jangan mengaku muslim sebelum menidurinya. Karena tak sempurna sebelum ke kota Andalusia." Kota ini terkenal karena warisan peradaban besar Islam dan warisan arsitektur Moor-nya.

Monumen-monumen terkenal di Andalusia antara lain adalah Alhambra di Granada, Mezquita di Córdoba dan menara Torre del Oro dan Giralda di Sevilla dan Reales Alcázares di Sevilla.

Sisa-sisa penggalian arkeologis termasuk Medina Azahara, dekat Córdoba dan Itálica, dekat Sevilla. Dan, masih banyak lainnya.

Hampir 8 abad, kaum muslim menjajah Spanyol. Karenanya, Andalusia dan Spanyol menjadi tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.

Berawal dari gerakan Averroeisme (Ibnu Rusd) di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M.

Kaum muslim memang akhirnya terusir dari negeri Spanyol, tetapi mereka telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M. 

Ah... kamu gak konsen kalau kujelaskan hal-hal beginian. Tentang bengis dan bagusnya Islam.

Maka, padamu yang tersesat, ret-ret di gurun pasir, menyembah batu dan naik onta, kuadukan soal perasaan; tentang ia yang tak pernah tiba; tentang ia yang merindu palsu; tentang ia yang tak pernah jumpa; tentang ia yang menangis pura-pura. Ia yang mati sebelum hidup; ia yang hidup untuk mati. Ia yang tahu dan berucap doa: akulah obatmu dan engkaulah penyakitku.

***



Engkau. Kekasihku yang entah di mana dan hidup sebagai apa~

Menemukanmu kembali seperti menjelajahi peradaban kuno dan antik. Fantastis, itulah ungkapan untuk menggambarkan eksotisme megalitikum dirimu. Sebab hidupmu masih berkutat pada kepercayaan terhadap nenek moyang lama berbasis batu hitam (hajar aswad). Kehadiranmu dan kepercayaanmu tentu saja dipicu oleh adanya inovasi-inovasi teknologi pada masyarakat akhir prasejarah yang membawa dampak dalam perkembangan kebudayaan dan agama purba penyembah ketiadaan (tuhan, hantu dan hutan).

Manusia yang semula hidupnya bergantung sepenuhnya pada alam melalui berburu dan meramu, kemudian berubah mulai menguasai alam sekitarnya. Segala upaya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui penyempurnaan kegiatan, baik dalam cara-cara pembiakan ternak, pemilihan benih-benih tanaman, maupun dalam penemuan alat-alat batu yang cocok untuk keperluan sehari-hari. Lalu mengurung diri dlm penyembahan saat kalah melawan ketidakadilan (sujud, zikir, ziarah dan istighozah). Tubuhnya disucikan dengan selembar kain yang diselubung-selubungkan. Penanda mereka takut dunia yang bebas dan indah. Hari-harinya hanya bergulat dalam halal dan haram.

Maka, kau kini adalah sosok kuntilanak peradaban kuno yang hidup dan eksis di zaman edan. Takut berbikini tapi seksi berburdah kuno ala ontanis yang merasa sudah punya kapling di syorga. Tapi kutahu kau bukan pengikut si Rizik yang berisik.

***

Ternyata. Agama tak berpengaruh pada kecerdasan. Gravitasi tak berpengaruh pada kejeniusan. Prestasi tak berpengaruh pada kekayaan. Kehormatan tak berpengaruh pada jabatan. Kitab suci tak berpengaruh pada moral. Menyedihkan!

Kukirim hipotesa itu. Padanya. Seorang guru, seorang ibu dan seorang politisi yang menulis pendek buatku. Kini kubagi buat kalian di hari Rabu.

"Laki-laki dengan sembilan puluh enam musim rindu di bibirnya, telah melautkan setumpuk luka bersama tongkang tua yang tak pernah pulang dari samudera raya."

Akhirnya. Sejarah adalah kata-kata. Rangkaian kalimat. Tidak lebih. Tak kurang. Karena itu, mari catatkan kitab. Sampaikan ketikan. Kirimkan buku. Sebarkan puisi. Agar sejarah kita ditentukan. Bukan dibuat asal-asalan.

Pagi ini mari menyanyi. Soal rasa. Sejarah yang tersisa. Judul lagunya, "just a kiss." Khusus kunyanyikan buatmu. Agar sejarahmu, sesaji peradaban dan tungku kebangsaan:

Lying here with you so close to me/It's hard to fight these feelings/When it feels so hard to breathe/Caught up in this moment/Caught up in your smile.

I never open up to anyone/So hard to hold back/When I'm holding you in my arms/We don't need to rush this/Let's just take it slow.

Just a kiss on your lips in the moonlight/Just a touch of the fire burning so bright/I don't want to mess this thing up/I don't want to push too far/Just a shot in the dark that you just might/Be the one I've been waiting for my whole life/So baby I'm alright with just a kiss goodnight

I know that if we give this a little time/It'll only bring us closer to the love we wanna find/It's never felt so real/No it's never felt so right.

Just a kiss on your lips in the moonlight/Just a touch of the fire burning so bright/I don't want to mess this thing up/I don't want to push too far/Just a shot in the dark that you just might/Be the one I've been waiting for my whole life/So baby I'm alright with just a kiss goodnight.

No I don't want to say goodnight/I know it's time to leave but you'll be in my dreams/Tonight/Tonight/Tonight.

Just a kiss on your lips in the moonlight/Just a touch of the fire burning so brigh/I don't want to mess this thing up/I don't want to push too far/Just a shot in the dark that you just might/Be the one I've been waiting for my whole life/So baby I'm alright with just a kiss goodnight/Let's do this right with just a kiss goodnight/With a kiss goodnight/A kiss goodnight.

Kasih. Jika diringkas, hidupku tinggal memelukmu sepanjang hayat. Menyanyi. Berdansa. Merasa bahwa aku bagian penting dalam pemenuhan cita-citamu dengan hasrat yang bergelora. Menemanimu tiap detik dengan rasa cinta yang luarbiyasa.

Kini mengingatmu seperti membaca kalimat purba dan mantera para bijak, "tiap perjuangan belum tentu berhasil. Tapi tanpa perjuangan, kita takkan pernah tahu kegagalan."

Soal kegagalan hidup, ini mirip kalimat kuntilanak yang berkata, "ubi mens plurima ibi minima fortuna." Orang-orang jenius seringkali menjadi orang yang paling sedikit duitnya. Keadaan yang membuat seseorang nelangsa karena kasihnya bertepuk sebelah kaki dan ditolak berkali-kali karena minus kapital: gagal beberapa kali.

Kasih. Mengapa di republikmu semua harus diselesaikan dengan doa? Mengapa semua harus beragama? Mengapa moral diukur dengan ziarah? Mengapa kecerdasan diukur dengan hapalan ketikan dalam Alquran?

Engkau aneh. Doa, agama, ziarah dan kitab suci itu bukan obat mujarab loh. Jika mujarab, sudah tak ada problema dunia. Jika semua doa dikabulkan, bagaimana dengan setia? Bukankah jika ada seorang putri cantik, maka yang berdoa minta jadi suaminya ada sejuta? Mosok sejuta doa lelaki itu dikabulkan semua? Bisa robek-robek itu vagina. Jadi, yang bilang bahwa semua doa dikabulkan, pasti ngibul.

Tiba-tiba kepalaku berdenyut luwarbiyasa. Panas dan berat dirasa. Mungkinkah karena info bank tidak menarik menimpaku. Info negara yang makin memuakkanku. Andai kita adalah sepasang yang berjuang. Sepasang pencari solusi. Sepasang kesepian yang saling menghangatkan demi menghidupkan kemenangan. Sepasang yang tak hirau lagi dengan masa lalu dan keragu-raguan. Andai. Ya andai saja: kita menemukan formasi tangguh demi cita-cita bersama. Apalagi cita-cita revolusi dan proklamasi.

Tapi...Kok engkau menyuruhku berwudu dan berdoa? Apa hubungannya coba. Tetapi...Tak apalah.

Sebab, aku bangun subuh ini. Kaget keadilan tak ada. Kucari-cari di sekujur kubur, dapur dan seputar kolam ikan. Sebab biasanya terlihat memasak atau membaca Alquran. Atau menunggu gurauanku di samping kolam renang. Di ayunan. Saat dunia masih terlelap. Tapi tak ada. Aku baru sadar bahwa dunia telah menua. Rasanya baru kemarin prestasi di sisi hidupku. Mendapati profesor dan doktor di tiap waktu. Mengajar mahasiswa agar berontak sebab berotak. Air mataku habis. Betapa kesepian makin senyap dan gelap.

Maka sambil berdoa menangis kudengarkan lagu-lagu dari band Saybia. Kau tahu duniaku, ini band kesukaanku yang bukan berasal dari rekomendasi para durja. Mereka berasal Nyborg, Denmark (1993). Anggotanya ada: Soren Huss, Jess Jensen, Jeppe Langebek Knudsen. Beberapa album yg kupunya adalah: The Second You Sleep, These Are the Days, Eyes on the Highway, No Sound from the Outsaid, Dawn of a New Life, Chapter 3 dan Saybia seperti nama bandnya.

Ada banyak lagu yg kusuka. Antara lain, The Day After Tomorrow, The Second You Sleep, In Spite Of, Brilliant Sky, Bend the Rules dan Guardian Angel.

Kawan, sudah kuseduh teh tarik. Kubakar roti. Mari menyanyi dan berdansa. Bosan aku baca kitab suci. Itu pekerjaan kaum jahil. Yang kini diciumi seperti mencium Tuhan dan menyelamatkan. Padahal itu ilusi, delusi dan spekulasi kaum kalah dalam percaturan.

Kasih. Sepertinya aku mulai suka group musik Lady Antebellum. Kata wikipedia, mereka adalah grup country music yang berasal dari Nashville, Tennessee, Amerika Serikat. Grup ini terbentuk tahun 2006 dengan anggota 3 orang yaitu Charles Kelley (vokal), Dave Haywood (ackground vokal, gitar, piano, mandolin) dan Hillary Scott (vokal).

Grup ini memulai debutnya tahun 2007 di single Jim Brickman yang berjudul "Never Alone", sebelum menandatangani kontrak dengan Capitol Records Nashville dan meluncurkan "Love Don't Live Here". Lagu ini pernah mencapai posisi 3 di tangga lagu Hot Country Songs tahun 2008.

Singel lainnya antara lain "Lookin' for a Good Time" dan "I Run to You". Pertengahan 2009, lagu "Need You Now," diluncurkan. Lagu ini diambil dari album terbaru mereka yang diluncurkan Januari 2010 dengan judul yang sama.

Group musik Lady Antebellum mendapatkan penghargaan Top New Duo or Group tahun 2009 oleh Academy of Country Music dan New Artist of the Year tahun 2008 oleh Country Music Association. Selain itu, mereka juga mendapat 2 nominasi di Grammy Awards tahun 2009 (51st Grammy Awards); dan 2 nominasi lagi di 52nd Grammy Awards tahun 2010. Grup ini mendapatkan 6 nominasi lagi di acara Grammy Awards ke 53 tahun 2011, dan akhirnya memenangkan 5 diantaranya Lagu Tahun Ini dan Album Tahun Ini.

Kalian ada yang menggemarinya? Bagi info dan pernik-perniknya donk. Di mana ada dvdnya yah? Aikh jadi kepo.

***

Aksara. Apa yang tak gila di sekitar kita? Semua menyempurna dalam ketidakwarasan massal. Kerakusan dan iri dengki membuncah banjir bandang di antara kawan dan saudara. Kalian hanya korban-korban tak berdaya.

Seperdetik pasca seruput kopi pagi, ijinkanlah kukecup kedua pipimu. Kulafalkan doa harap-harap cemas. Kecupan bukan hanya ada dalam khayal angan. Sebab kutahu, sekitarmu juga ganas luwarbiyasa. Terutama pemerintahmu yang tak tahu malu.

Kini, aku membaca buku seperti biasa. Tapi esok pagi, saat kita buka jendela, pasti didapati seikat puisi dan prosa cantik yang terketik di beranda fb. Juga mawar-mawar kewarasan sebagai anti tesa sekitarmu. Juga sarapan sehat sebagai alternatif asupanmu.

Engkau tahu, waktu merambat sangat pelan. Malaikat tak mencabut nyawa sekarang. Maka, aku mulai bosan bercumbu dengan bayang-bayang. Aku mulai jijik menyaksikan takdirNya yang berulang: soal kejahiliyahan plus simbol-simbol. Mengaku muslim padahal kafir.

Maka, sudah lama aku tak temukan diri. Tak tahu lagi harus menari; tak hafal lagi teks doa; lupa taruh dupa di mana. Tak sudi lagi menyambut pagi, membuang sial, menista sepi.

Kini bahkan menang dan kalah tak lagi menarik. Terutama sejak perjalanan terakhir. Saat ibumu dibunuh penjahat utusan para pembesar kerajaan. Saat kalian dibajak oleh pikiran rombeng yang tak kumengerti. Sungguh kini aku bertanya-tanya, apa yang terdapat di nalarnya; apa yang tersimpan di mata mereka?

Jika semua gila, kita bisa apa? Cukupkah mengetik galau, "barangkali di tengah telaga ada tersisa butiran cinta." Ataukah berdoa lirih di sela tangis, "semoga kerinduan ini bukan jadi mimpi di atas mimpi." Ketikan dan doa selalu jadi pelarian walau hasilnya nol belaka. Sungguh. Terlalu.

Jika semua tak waras, kita mau apa? Mungkin sekedar menyampaikan hasrat kerinduan pada hitam ikal rambutmu dan binar matamu yang lucu. Dan tak ada lagi sikap mengutuk dan membiarkan kubernyanyi, menari dan berdansa demi jiwa yang risau tak jadi-jadi. Semoga kegilaan mereka tak menulariku di sisa umur sia-sia ini.

***

Merindukan Yang Tak Rindu

Kasih yang tak pernah rindu. Engkau pasti tahu. Kecerdasan seorang presiden bisa diukur dari perlawanannya. Bisa dilihat dari revolusinya. Bisa dirasakan dari menyempalnya.

Sebaliknya. Kebodohan seorang presiden bisa diukur dari perngemisannya. Bisa dilihat dari perngutangannya. Bisa dirasakan dari keluguannya.

Itu. Dua hal yang kontras. Oposisi biner. Sebab, kecerdasan merupakan inti dasar perlawanan dan revolusi. Tak ada perlawanan dan revolusi tanpa kecerdasan. Begitupula sebaliknya.

Dus, hidup cerdas berarti manifestasi semangat perlawanan; hakekat hidupnya melawan. Tentu. Melawan penjajahan: kebodohan dan kemiskinan. Sebab, kita tidak bodoh tapi dibodohkan. Kita tidak miskin tapi dimiskinkan. Oleh para penjajah: asing dan lokal.

Hidup cerdas berarti merealisasikan keyakinan ideologis. Hakekat hidup adalah berkeyakinan secara ideologis; denganya akan mampu menatap dan meraih masa depan. Hidup cerdas berarti mematrialisasi cita-cinta dan cara mencapai cita-cinta: merdeka, mandiri, modern dan martabatif.

Jika suatu bangsa-negara belum mencapai merdeka, mandiri, modern dan martabatif maka pemimpinnya belum melawan; presidennya belum cerdas. Artinya, presiden dan pemimpinnya bodoh. Presiden yang kerjanya ngemis dan utang (ke mana-mana).

Kekasih yang tak merasa sebagai kekasih. Membaca polling sejak pilkadal DKI yang hasilnya memenangkan Ahok-Jarot; lalu polling Jokowi tanpa lawan di 2019 mengingatkanku pada guruku yang menulis, "akan banjir pada masanya ilmuwan melacur membela pembayar. Gelarnya mentereng, para doktor dan profesor. Tapi modalnya tak lebih dari selangkangan belaka. Tak malu menjadi benalu."

Padahal, "tak ada manusia bercita-cita jadi pelacur." Tapi di republik kalian yang lugu lucu wagu ini, profesi pelacur begitu mulia; tak tersentuh hukum; menjerit orgasme saat yang kere menderita. Mereka ngopi dan duduk manja dilayani di istana.

Ya. Ternak pelacur kini bahkan juga dilakukan di rumah-rumah ibadah; di hotel-hotel mewah dan media-media begundal. Menyalip tugas kawasan bordil dan kampus di masa purba.

Lalu, jika istana isinya mucikari, adakah pekerjaan lain bagi rakyat kecuali melacurkan diri? Sebab, presiden bodoh menyediakan lapangan pekerjaan "ngojekpun" gak mampu dan gak sudi. Kini, tuhanpun tersipu mendengar suara keluh kesah ketikanku.

Tuhan. Di antara banjir pelacur, aku bertanya. Untuk apa kau perpanjang nyawa orang yang bosan hidup sepanjang masa?

Tuhan. Maumu apa? Kok makin sepi kejernihan akal di tengah tesis, "karena republik ini didirikan oleh ide, maka kekuatan ide juga yang akan merubahnya, meski dalam jangka panjang." Sungguh salah besar jika kita menafsirkan republik ide dan gagasan menjadi republik senjata (ordeba) dan republik uang (orderef).

Kasih. Engkau tahu. Hanya anak-anak bangsa cerdas dan idealis yang bisa mengembalikan ide dan gagasan menjadi mahkota republik Indonesia. Bukan pendoa, peziarah apalagi pezina. Bukan blusukan, ketimpangan apalagi kejahilan perutangan.

Kini, senjata dan uang memang bersekutu dengan agamawan dan germo. Tapi itu hanya akan melapukkan dan membusukkan republik kita. Begitulah firman Tuhan, hantu dan hutan diturunkan pada peminat kajian postkolonial.

***

Jika zaman adalah malam/engkaulah siangnya. Jika hidup adalah roti bakar/engkaulah selainya.

Engkau bagai air telaga yang kejernihannya memanjangkan kasih pada tepi-tepi revolusi. Mengeram ikan dan memanenkannya buat para pemancing, pembunuh waktu. Sementara aku hanya pengayuh sampan yang kesepian tanpa tengat waktu serta bisu tak tahu malu.

Adakah kau tau bahwa waktu begitu tua sementara hidupku begitu uzur? Adakah kau mengerti bahwa nasib begitu enigmatis sementara kematianku begitu jauh tak tersentuh?

Di sisa segala sisa, maukah kau tak menjemput sisa malamku agar uzurku berlalu. Menangis di pangkuanmu saat semua kehidupan memalingkan mukanya dariku. Maukah kau wakafkan jiwamu demi sebuah sumpah agar kesunyian ini tak makin membuatku tua sebelum tua? Membacakan kisah-kisah gigantik di sepanjang laut karibia agar saat kumati bisa kau kisahkan buat aksara dan bintang.

Ning

Aku memanggilmu seperti beduk bertalu saat waktu subuh telah tiba. Waktu maghrib telah berlalu. Antara getir kesunyian dan ketaatan pada tuhan: walau tak seorangpun tahu. Sebab aku tak ingin hidup sejam lagi. Apalagi seribu tahun seperti yang dipinta Chairil Anwar, pujangga bernasib sentausa.

Engkau bagai mawar dan salju kutub tak mencair. Kusadar cintamu agung seagung kuntilanak, sundelbolong dan pocong di jembatan pantai utara semenjelma nyi blorong.

Ada cerita tentang masa yang suram. Antara pribumi dan penjajah. Saat kita melawan, saat kita tertawan. Antara pahlawan dan begundal.

Ada cerita tentang masa merdeka. Antara idealis dan penjilat. Saat kita bersedih, saat kita terluka. Antara pejuang dan pengkhianat.

Kamu tahu gak, Ning? Kolonialisme bukan hanya harus ditikam mati oleh pribumi, tapi ia harus dihapuskan dari muka bumi.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Itu semua dikerjakan demi mewujudkan suatu keadilan sosial bagi "seluruh rakyat Indonesia."

***

Ada pepatah lama bilang, "jika seseorang sakit, periksa diri dulu. Apa yg terjadi dan makan apa sehingga dirinya sakit. Lawanlah penyakit itu dengan diri sendiri dulu. Kalau tak kuasa, baru datang ke dokter untuk membantu memulihkan sakitnya. Tetapi, subjeknya tetap, dirinya sendiri."

Indonesia ini terbalik. Setiap sakit selalu meminta dokter intervensi. Tak menggali dirinya dahulu untuk melumpuhkan penyakit itu. Tak percaya bahwa di dalam tubuhnya ada mekanisme kekebalan tubuh.

Ke dokter itu baik. Tetapi tanpa keinginan kuat "dari dalam" untuk sembuh, semua akan kecanduan dengan "eksternalisme." Yaitu perasaan bahwa sakitnya tak bisa disembuhkan kecuali oleh orang lain.

IMF&WB itu dokter. Krisis itu sakit. Apa dayanya Indonesia melawan krisis? Selalu panggil-panggil IMF&WB. Cuma itu. Sembuhkah sakitnya? Hanya dik elbepeh yang tahu hik7. Yang jelas, sakit kita tak pernah benar-benar sembuh.

Logika elbepeh ini menarik karena ilojik. Mengapa? Karena krisis adalah cara para kapitalis merekapitalisasi kapitalnya berlipat ganda melewati ambang batas waras.

Dus, begini kisahnya. "Kau tahu pangkal krisis? Tanya Prof Paul Krugman suatu kali pada mahasiswanya."

Adalah, "iman pada pasar yang berlebihan." Terutama pasar finansial di mana IMF&WB sebagai biangnya. Padahal, mereka (kita bisa menyebutnya neoliberalisme) itu penyakit kangker. Ia makin lama makin resisten terhadap vaksin sehingga ketika bertamu, kita butuh dosis yang makin tinggi untuk mengusirnya.

Tetapi, saat bertamu kembali, dampak kerusakan ekonomi negara yang terlalu beriman makin dahsyat. Mirip obat yang harus naik terus dosisnya untuk menghadapi penyakit yang makin canggih saktinya.

Neoliberalism is unstable because it is a financial and accumulating system with yesterday, today n tomorrows (last, now n next) with greedy. They make instability like a normal result.

***

Neoliberalisme atau paham ekonomi pasar memiliki banyak kehebatan. Dengan kehebatan itu, ia diternak dan diikuti oleh banyak pihak. Apa saja kehebatan itu? Berikut jawabannya.

Pertama, memproduksi kemiskinan. Di setiap negara yang beriman pada neoliberalisme pasti terjadi stabilisasi dan kenaikan kurva jumlah orang-orang miskin. Yang kaya makin sedikit jumlahnya tetapi menguasai lebih banyak dari sesama. Mengapa kaum miskin penting? Sebab, kesejahteraan bersama bukan tujuan dari neoliberalisme. Kaya bersama itu utopia bagi neoliberal. Yang kedua, apalah artinya kaya jika tak ada kaum miskin. Dus, kaum miskin ini status penting bagi kaum kaya sekaligus komoditas yang siap sedia di peras dengan lekas.

Kedua, memastikan ketimpangan. Tak ada pemerataan ekonomi di negara-negara yang beragama neoliberalisme. Itulah mengapa pertumbuhan jadi mantera sakti yang dilafalkan para elite negara. Dengan pertumbuhan, semua mengalami ekonometrika. Deret ukur. Monetasi. Tumbuh di mana saja dan kapan saja, tetapi hanya dari, oleh dan untuk orang kaya. Timpang itu by design. Agar yang di atas dan di pusat makin dominan; punya wibawa serta perintah yang jumawa.

Ketiga, mencari untung dengan mencipta ketidakpastian (uncertainty). Krisis keuangan adalah contohnya. Kita tahu, krisis adalah cara para kapitalis merekapitalisasi kapitalnya secara berlipat ganda melewati ambang batas waras. Tentu saja, krisis ini akan merembet ke mana-mana: 

  1. Krisis identitas warga negara; 
  2. Krisis mental konstitusional; 
  3. Krisis ideologi negara; 
  4. Krisis kebangsaan; 
  5. Krisis sosial budaya. 
Semua krisis itu berujung pada sikap tidak peduli satu sama lain, saling meniadakan, hilangnya moral dan kehormatan pemerintah dan tokoh publik.

Keempat, melanggengkan perbudakan. Perbudakan sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Sekarang perbudakan terjadi dalam sistem ekonomi neoliberal sebagai kejahatan lintas batas negara. Dalam  buku The Global Slavery Index (GSI) 2014, diperkirakan 35,8 juta orang di 167 negara di dunia mengalami praktik-praktik perbudakan modern. Praktik perbudakan itu adalah perdagangan manusia, pekerja paksa, perdagangan anak di bawah umur. Dus, perbudakan modern adalah kondisi di mana seseorang memperlakukan orang lain sebagai properti miliknya, sehingga kemerdekaan orang itu terampas lalu dieksploitasi demi kepentingan majikan: termasuk bekerja dengan upah murah.

Kelima, membiakkan pengkhianat negara dan pengkhianat warga. Pengkhianatan (Inggris: treason) adalah kejahatan yang dilakukan oleh warga negara terhadap negara atau bangsa yang mencakup beberapa hal tindakan kejahatan yang serius, antara lain, rencana atau pembunuhan pada atasannya, perselingkuhan kepada negara lain, ketidakpatuhan yang dapat merugikan kepentingan atas kedaulatan negara.

Bisa juga merupakan tindakan spionase yaitu melakukan komunikasi untuk kepentingan negara lain yang dapat merugikan negaranya, memberikan informasi penting tentang kekuatan militer, ilmiah, sketsa, rencana, model, artikel, catatan atau dokumen-dokumen negaranya kepada negara lain untuk dapat digunakan oleh negara tersebut agar dapat merugikan kepada keselamatan negaranya, pengkhianatan dapat pula diartikan sebagai suatu pertentangan terhadap konstitusi negara.

Keenam, mengopeni ologarki di semua lini. Oligarki (dari bahasa Yunani: Ὀλιγαρχία, Oligarkhía) adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh sekelompok elit kecil dari warganya yang kaya raya, dalam lingkar keluarga, serta bersumbu militer. Oligarki ini subur dan makmur karena ia memenopoli segala hal ikhwal.

Ketujuh, melipatgandakan utang negara. Ini jenis "bisnis baru" oleh aparatus pemerintah. Para pejabat berubah jadi agen rentenir yang keren. Pemerintah telah mengalokasikan utangnya ke infrastruktur terutama proyek-proyek skala besar seperti bandara, pelabuhan laut, sistem transportasi massal, jalan tol, serta pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Akibatnya, fasilitas publik itu bukan milik kita sehingga mahal saat warganegara menggunakannya.

Kedelapan, memproduksi pelanggaran HAM di segala bidang. Pelanggaran ini terutama di bidang ekonomi berupa pemenuhan hak atas pekerjaan (righ to work), hak atas pangan (righ to food), pendidikan (righ to education) dan kesehatan (righ to health). Betapa banyak orang nganggur, kelaparan, putus sekolah, sakit tak terobati adalah fakta-fakta riil pelanggaran HAM yang terjadi di sekitar kita.

Kesembilan, mentradisikan KKN. Korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia berkembang secara sistemik. Dus, ketiganya kini bukan lagi merupakan sekedar pelanggaran hukum, melainkan menjadi kebiasaan. Postulatnya mari mencuri. Sebab republik ini tak pilih prestasi. Mari korupsi. Sebab ummat sudah mati. Mencuri dan korupsi itu agama kami.

Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Saat bersamaan kita melihat tak ada tanda-tanda akan berkurang, apalagi berhenti.

***

Untukmu Yang Kurindu~

Sungguh, kata sang bijak, "betapa berliku mencari hikmah cinta yang tiada tara. Tetapi lebih berliku dan berbahaya setelah bertemu dan menjaganya. Bagi kalangan tertentu, merebut lebih mudah daripada mempertahankannya" (Alhikmah Alkarimah: 1909/6).

Benarkah? Dalam himpitan pertanyaan, yang bisa kulakukan kini hanya berdoa agar engkau sembuh seperti sedia kala. Aamiin. Menerjang kembali dan mencari hikmah cinta yang belum ada: di sekujur balatentara.

Dalam liku yang hitam bin gelap negeri. Kuberdiri dan bergerak melawan korupsi dan kolusi; pengkhianatan dan kejahiliyahan. Di sini di kantor dan negeri ini. Telah terkubur semilyar perlawanan. Di hempas keras cukong dan neolib. Tertimbun batu keculasan. Yang takkan mungkin dapat dimenangkan.

Yah. Ada jiwa yang menunggu setia, ada hati yang menunggu bersama, ada nalar yang kosong sejak kalian tak datang ditunggu-tunggu. Menunggu adalah kesialan tersial.

Nasibku, sial dan pucat pasi. Tergores luka di jiwa dan kata-kata. Matamu membuka tangis. Horaskan sepi. Kasih asmara yang telah kalah. Sekalah-kalahnya. Hapuskan semua pembrontakan. Lenyapkan satu tujuan. Ke mana lagi harus kucari pasukan.

Kamu dan kamu kini padatkan sejenak beban negeri. Kalian taburkan benih perlawanan. Tapi tak merawatnya. Mungkin hanyalah tugas sejarah dan tuhan. Melambung jauh terbang terus. Bersama pasukan. Terlelap dalam lautan kesadaran. Setelah aku sigap melawan. Kalian tlah jauh pergi. Tinggalkan duka kejahiliyahan yang tak bertepi.

Kini hanya rasa sakit; sesakit-sakitnya, sepedih pedihnya. Melanda jiwa di dada. Serasa cinta dan nalar melayang pergi entah di mana. Tergerus kemarahan membahana. Menikam mati neoliberalis di sekitar istana.

Kesunyian demi kesunyian makin tebal dalam hidupku kini. Kesunyian yang meluruhkan iman dan airmataku. Mengguncang seluruh sendi-sendi kesedihanku. Tak ada cahaya. Tak ada suara. Tak ada apa-apa.

Jauh sudah peta dan jejak perjalananku. Lelah hati ini menanti revolusi. Mati nalar ini menanti janji cinta yang makin tak pasti. Jalan tak ada tepi. Tapak tak ada ujung. Hari tak ada henti.

Tetapi, kesunyian ganti keramaian hanya akan membuat seluruh dunia menjadi pasar neoliberal. Paham yang hidup dari kisruh dan krisis yang diciptakan. Ahai kesunyian. Engkaulah ibu peradaban dan kehidupan.

***

Residunya makin terasa. Pahit dan membuat muntah tak sudah-sudah. Kini, semuanya datang bagai air bah: bercampur lumpur dan sampah. Apa sampah tercanggih dari postkolonial? Seni dan tradisi menipu.

Di negara postkolonial, semua bisa berfatwa bahwa, "aku lahir untuk ditipu, sekolah untuk menipu dan memimpin dengan tipu-tipu." Padahal, di negara di mana pemimpin menipu sekali, warganya meniru menipu seratus kali. Pepatah mengatakan, "guru kencing berdiri, murid kencing berlari."

Dus, di negara di mana warganya hobi menipu, mereka memilih penipu untuk ditipu. Warga, elite, tamu dll membentuk tradisi menipu secara sirkular sampai kita tak tahu ujung pangkalnya.

Pasca kemerdekaan, problem besar kita memang kehadiran a state of distrust. Selanjutnya berkembanglah distrust society. Semua, tidak dapat dipercaya, tidak saling percaya, tidak ingin saling percaya. Rusak kepercayaan sesama: kapan saja dan di mana saja.

Ya. Urusan tipu-menipu menjadi salah satu bencana kemanusiaan kita bersama. Tentu ini berat sekali. Sebab, kita hidup di atas intaian dua bencana sekaligus. Yaitu bencana kemanusiaan dan bencana alam.

Mengingat distrust adalah membaca Francis Fukuyama (1995). Ia menyadarkan kita bahwa basis ekonomi yang kuat dan tahan lama dari suatu bangsa tidak bisa hanya menyadarkan pada kekayaan alamnya dan modal uang pemerintah atau pajak semata.

Ia juga harus berpijak dari social capital atau modal sosial yang dimilikinya. Tetapi, di samping aset SDM yang berkualitas, elemen pokok dari modal sosial adalah kuatnya sifat dan sikap untuk saling percaya dan bisa diberi amanat secara baik dalam bentuk relasi vertikal maupun horizontal.

Dus, trust atau sikap amanah merupakan salah satu modal utama yang penting untuk menciptakan kehidupan politik dan ekonomi yang kokoh dan tahan lama bagi sebuah negara maupun peradaban.

Saat semua menipu, tentu menjadi tak mudah menangkap masa depan. Apalagi memenangkan kehidupan. Menjadi tak ringan merealisasikan konstitusi. Sebab, di antara para penipu, selalu ada feodalisme dan fasisme plus fundamentalisme yang berurat berakar.

Kini, mari bertobat. Berubah dari generasi penipu menjadi generasi pancasila. Generasi yang berani menggenggam bumi sebelum bumi menggenggam kita. Generasi yang praktik memeluk bumi sebelum bumi memeluk kita.

Generasi yang memperjuangkan hidup kita di bumi sebelum bumi memperjuangkan hidup kita (mati). Karena itu menjadi lebih baik hari ini dan besok adalah membuat karya mulia dengan menyelamatkan kehidupan bumi dan kita bersama-sama.

Mari kita hidup dan bersemboyan, "aku sering dikhianati tetapi aku bukan pengkhianat; aku sering dibohongi tetapi aku bukan pembohong." Inilah upaya membuat warisan cerdas bin jenius buat anak cucu kita: generasi Pancasila.

***

Ratusan galon air mata natal tumpah tak sudah-sudah. Saat kegelapan kisah purnama tak sudi berlalu. Pada indonesia. Juga padamu. Yang tahu bahwa cintaku tak pernah berlalu. Tak pernah jengah; tak lelah walau kau usir aku dari sawah hidupmu.

Malam natal ini cintaku tetap diam. Cintamu makin tak ada. Kristus bagimu hanya omong kosong yang sembilu. Pedih perih sekolam buih. Maka terus sendirian aku tanpa cintamu, tanpa rindumu. Padahal kau tahu tak pernah ada cinta yang lain. Tak sempat hadir hati yang lain. Yang mekar walau semalam purnama. Kerana cinta dan hatiku terbuka hanya untukmu.

Duhai cinta, kamu yang bisu. Kamu yang enggan menawar rasa. Kamu yang buta. Yang tak berbandrol jiwa. Gelombang marahmu terlalu berlebih-lebihan. Sepertinya tukang dan hobi. Atau bisamu saja. Sampai berderit-derit bunyi jantungku; perih bibir dan asma napasku bila kukenang pikiranmu.

Kamu yang tuli. Biar jauh jarak pandang kita, sejauh kutub utara dari selatan. Namun hati dan jiwaku tetep. Ya tetap. Selalu merasa di sisimu; di antara bisu tuli dan butamu.

Menunggu balasan rindu darimu seperti menunggu matiku: rindu dan gemetar ingin lekas dan getas. Menunggu baca puisi denganmu seperti menunggu Jibril mengantar wahyu: menantang dan terbang.

Menunggu belanja dengan dollarmu seperti membaca doa Maryam, "Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari aku dimatikan dan pada hari aku dibangkitkan kembali."

Sujudku kehilangan sajadah. Saat kutahu, dunia itu jendela dan pintu. Jalan lapang menuju keentahan setelah engkau tiada datang. Juga metoda ke seribu gurun, ke semilyar gunung. Tapi tetap engkau tak kutemukan. Engkau lenyap persis lenyapnya moral bernegara. Dicabut malaikat maut saat bisu dan dingin meninju. Ditidurkan di rumah-rumah hantu.

Lalu, aku yang kehilangan, merasa lungkrah larah. Menjerit tanpa tujuan. Sedang engkau tak jua kehilangan. Tak terbesit kerinduan. Tak ada pelukan. Kini dan kemarin juga esok, kau menari dan menggosok gigil gigi yang takkan berhenti di mana pun jua. Bersama kaum rakus dan gila di nusantara.

Fakta. Samudra mencipta keluasan. Hujan mencipta pelangi. Sendiri mencipta puisi. Kehilangan mencipta putus asa. Perjalanan mencipta roman. Lalu, apa warisanku? Tanyaku bertalu-talu. Itulah aku yang tak mampu. Untuk sekedar menjawab dan membuat skema.

Kini aku berdiri pucat. Menunggu mati. Pilu tak paham pada kejam si dungu. Terkutuk untuk mengembarai musim kemarau. Seperti gagak rimang tak berkeris. Bagaikan asap hitam kelu. Yang mencari langit biru dan lebih dingin selalu. Membatu. Membiru. Asu.

***

Jika indonesia adalah menara Pancasila, karnolah yang membuat pondasinya. Pramoedyalah yang membangun temboknya. Akulah yang akan memastikan terpasang atapnya agar tugas presiden berikutnya tinggal membawa kejayaan-kemakmuran-keadilan di dunia.

Sebagai sebuah gagasan, indonesia adalah republik yang anti feodalisme (siapa ortumu); anti fasisme (apa ijasahmu); anti fundamentalisme (apa agamamu); anti kapitalisme (berapa dolarmu); anti suara dominan (mayorokrasi); anti suara tunggal (minorokrasi).

Yang ditanyakan adalah "apa gagasanmu dan apa prestasimu." Karena itu, indonesia lahir sebagai karnal (menyimpang dari keumuman) yang hibrida; terbuka, toleran, genuin, moralis, bersih dan nalar publik. Sayangnya kini kita banjir neoliberalisme; idenya berapa duitmu dan mana hasil rampokanmu. Indonesia jadi sangat menjijikan buatku dan bagi generasi yang mencintai Pancasila.

Tetapi kini, bagi kaum idealis, negeri ini tempat untuk "bisa" memahami. Bagi kaum pengkhianat, negeri ini tempat untuk "banyak" mencuri. Bagi para aktifis, negeri ini tempat untuk "tahu" onani.

Akibatnya, sejarah indonesia adalah sejarah kerakusan dan penjajahan. Ilmu indonesia adalah ilmu penyesatan dan pengaburan. Ekonomi indonesia adalah ekonomi ilusi dan sok ilmiah. Warga indonesia adalah warga kesusahan dan kepahitan. Elite indonesia adalah elite kebajinganan dan kekufuran. Agama indonesia adalah agama kepasrahan dan eskatologisme. Ya. Ini jenis indonesia lama. Yang akan berganti baru jika kita yang memimpinnya.

***


Residunya makin terasa. Pahit dan membuat muntah tak sudah-sudah. Kini, semuanya datang bagai air bah: bercampur lumpur dan sampah. Apa sampah tercanggih dari postkolonial? Seni dan tradisi menipu.

Di negara postkolonial, semua bisa berfatwa bahwa, "aku lahir untuk ditipu, sekolah untuk menipu dan memimpin dengan tipu-tipu." Padahal, di negara di mana pemimpin menipu sekali, warganya meniru menipu seratus kali. Pepatah mengatakan, "guru kencing berdiri, murid kencing berlari."

Dus, di negara di mana warganya hobi menipu, mereka memilih penipu untuk ditipu. Warga, elite, tamu dll membentuk tradisi menipu secara sirkular sampai kita tak tahu ujung pangkalnya.

Pasca kemerdekaan, problem besar kita memang kehadiran a state of distrust. Selanjutnya berkembanglah distrust society. Semua, tidak dapat dipercaya, tidak saling percaya, tidak ingin saling percaya. Rusak kepercayaan sesama: kapan saja dan di mana saja.

Ya. Urusan tipu-menipu menjadi salah satu bencana kemanusiaan kita bersama. Tentu ini berat sekali. Sebab, kita hidup di atas intaian dua bencana sekaligus. Yaitu bencana kemanusiaan dan bencana alam.

Mengingat distrust adalah membaca Francis Fukuyama (1995). Ia menyadarkan kita bahwa basis ekonomi yang kuat dan tahan lama dari suatu bangsa tidak bisa hanya menyadarkan pada kekayaan alamnya dan modal uang pemerintah atau pajak semata.

Ia juga harus berpijak dari social capital atau modal sosial yang dimilikinya. Tetapi, di samping aset SDM yang berkualitas, elemen pokok dari modal sosial adalah kuatnya sifat dan sikap untuk saling percaya dan bisa diberi amanat secara baik dalam bentuk relasi vertikal maupun horizontal.

Dus, trust atau sikap amanah merupakan salah satu modal utama yang penting untuk menciptakan kehidupan politik dan ekonomi yang kokoh dan tahan lama bagi sebuah negara maupun peradaban.

Saat semua menipu, tentu menjadi tak mudah menangkap masa depan. Apalagi memenangkan kehidupan. Menjadi tak ringan merealisasikan konstitusi. Sebab, di antara para penipu, selalu ada feodalisme dan fasisme plus fundamentalisme yang berurat berakar.

Kini, mari bertobat. Berubah dari generasi penipu menjadi generasi pancasila. Generasi yang berani menggenggam bumi sebelum bumi menggenggam kita. Generasi yang praktik memeluk bumi sebelum bumi memeluk kita.

Generasi yang memperjuangkan hidup kita di bumi sebelum bumi memperjuangkan hidup kita (mati). Karena itu menjadi lebih baik hari ini dan besok adalah membuat karya mulia dengan menyelamatkan kehidupan bumi dan kita bersama-sama.

Mari kita hidup dan bersemboyan, "aku sering dikhianati tetapi aku bukan pengkhianat; aku sering dibohongi tetapi aku bukan pembohong." Inilah upaya membuat warisan cerdas bin jenius buat anak cucu kita: generasi Pancasila.

***




Nusantara adalah jejak purba peradaban yang hampir punah. Ketika menjadi Indonesia, rerumputan kering dan mati. Pohon layu. Moralitas ambruk. Sepeninggal para pendirinya, rumah-rumah ibadah ramai tapi sangat sepi dari nilai. Persisnya, senyap tak berpenghuni gagasan. Pohon mangga berbuah, tapi generasi kita tak sudi menyantapnya. Mereka lebih bahagia bersama komoditas asing-asengnya. Ceria jadi milenial tak bernalar revolusi.

Kolam ikan kering. Kolam renang berdebu. Perpusnya mati. Mereka berkata lirih, "buat apa membaca buku kembali? Tokh pejabat kita goblok-goblok sekali." Gitar dan piano terbujur kaku. Lalu mereka berujar, "buat apa bernyanyi kembali jika sedih juga akhirnya."

Padahal semilyar bulan lalu dunia tak ada. Ketika terbentuk, kitalah rupanya. Kita yang pernah mimpi revolusi. Kita paham betapa beratnya meruntuhkan firaun suharto dan kurikulum neoliberalisme.

Kita tentu sangat mencintai ilmu. Lama sudah kita menunggu benih pengetahuan bersemi; tekhnologi beranak pinak. Tetapi kini hampir mati habis nafas semua penghuni. Tak ada lagi seutas harapan tulus cinta kehidupan. Sesuci bidadari.

Tak pernah lupa kita impikan. Bercanda sastra. Kita sadar betapa beratnya meruntuhkan penjajahan. Setelah hampir mati ditelan romusa. Lama sudah kita menunggu terbukanya hati. Tersandranya nalar. Seutas harapan tulus cinta kemerdekaan.

Takkan kita temui. Problema seperti Indonesia. Takkan kita dapatkan. Rasa cinta pada negeri. Takkan kita pedulikan. Rasa penasaran pada penjajahan. Kita bayangkan bila kalian datang kembali. Kita peluk bahagiakan sejarah.

Kita serahkan seluruh hidup kembali menghentakkan. Menjadi penjaga hati nusantara. Penjaga cita dan cinta yang suci. 

Kawan. Sering kali kita temukan. Mahkota bertabur intan permata. Meski kita telah terbiasa. Tambatkan hati. Pada takdirNya. Kini kita hanya mayat sepi penikmat kesunyian tak bertepi. Teman kedunguan. Tak berseri.

Kawan pejuang. Pada indonesia kita berjanji. Padanya kita berbakti. Dalam kesenyapan tak bertepi. Kesedihan tak terperi. Yang para malaikatpun tak kan sanggup memanggulnya. Yang jeniuslah yang akan menemukan solusinya. Mereka yang bersetia kerja raksasa: merealisasikan pancasila.

***