Rabun sejarah, khianat konstitusi, dibutakan ambisi, dijebak kekuasaan dan dihancurkan oleh KKN adalah kisah lima tahap politisi kita.

Adakah teladan elite politik yang mampu melewati lima tahap itu dalam kehidupan kita? Minim sekali. Karenanya kita perlu memformat ulang tata nilai, tata manajemen dan tata agensi (perkaderan) yang selama ini makin rusak oleh pelapukan zaman.

Atau bagaimana menurut kalian?

Sebab kulihat, kita makin kehilangan nilai-nilai nasional. Akibatnya kita tidak punya cita-cita nasional lalu tidak punya perasaan ada ancaman nasional sehingga tak punya badan keamanan nasional: punahlah sishankamrata dan tradisi keamanan nasional. Tak merasa cemas, tak tahu bahwa hidup itu soal kalah dan menang.

Lalu, kita mau apa soal negara? Ngaku bernegara tapi kok rasanya tak ada: hadir segan, lenyap tak suka.

Sesungguhnya. Indonesia itu terang. Kita yang menggelapkannya. Indonesia itu kaya. Kita yang memiskinkannya. Indonesia itu damai. Kita yang mengkroditkannya.

Sampai kapan kita akan bertahan. Ditipu elite, disilit pemimpin. Sampai kapan kita akan bertahan. Dicaci langit tak sanggup menjerit. Sampai kapan kita akan bertahan. Diterkam hitam awan pasrah pahit dijilat. Sampai kapan kita akan bertahan. Dikusam zaman gelap pekat lelap penuh begundal. Sampai kapan kita akan bertahan. Ditinggal pergi pagi yang hingar dengan sadar dunia gentar.

Sampai anjing-anjing itu kenyang tertidur di istana yang tak bangun lagi karena nista. Atau sampai kapan, kita terus bertanya.

Jika dibaca pelan, kita punya prinsip bernegara yang keren. Prinsip negara pancasila itu bunyinya sovereignty of the people, and sovereignty of the government. Jadi, rakyat dulu. Bukan pemerintah dan bukan pengusaha. Tapi kok kini terbalik?

Prinsip itu menghasilkan sistem negara pancasila (SNP) sebagai ”cara pandang sendiri” dalam epoleksosbudhankam untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu mencapai kesejahteraan umum sebagaimana tercantum dan diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Sistem disebut sebagai “jalan tengah” dari sistem kapitalisme dan komunisme. SNP, sebagaiman dimaknai para pendiri NKRI, merupakan “sistem sendiri”, yang dalam prakteknya direkonstruksi dengan pelacakan historis dan elaboratif dari sudut filsafat ilmu-dengan tiga tahap pembahasan: asal-usul penalaran, arah haluan (GBHN) dan penerapannya.

Harapannya kita punya tradisi keindonesiaan, kemakmuran dan kemartabatan (3K) khas Indonesia. Jadi, kita harus bagaimana kini saat semua politisi Indonesia menikmati lima tahap kisah kelam seperti tesis di awal tulisan ini.

***

Kudeta kertas. Pengambilalihan kekuasaan via undang-undang. Di republik ini ada banyak kisahnya. Yang tervalid, kisah kudeta Ordeba. Lewat 4 UU produk Soeharto dan Ordeba (UU No.7/66, UU No.8/66, UU No.9/66, UU No.1/67), Indonesia jatuh dalam neoliberalisme.

Semua digadaikan. Kecuali kursi presiden buat Soeharto. Semua terjual murah. Kecuali nyawa Soeharto.

Inilah hadiah kongkalikong antara USA-MNC dan ekonom begundal buat kudeta merangkak pimpinan boneka Soeharto. Kini skenario itu sedang diulang, dengan pemain yang berbeda.

Bagaimana respon pancasila? Jika pancasila ditempatkan sebagai identitas kultural dan metoda dekolonialisasi maka rezim hari ini end. Harus mundur dan dikudeta dengan kaum muda cerdas bermental Pancasila. Sbb rezim ini ahistoris kecuali bagi ilmuwan-ilmuwan dan profesi lain murahan yang tak membaca konstitusi dengan sempurna.

Karenanya, dalam membentuk suatu pemerintahan, para bijak bestari punya rumus menarik tentang kepemimpinan. Mereka bilang, "bila ingin mengetahui masa lalu pemimpin, lihatlah kondisinya saat ini (apakah ia demokratis, moralis, sederhana dan progresif). Sementara bila ingin mengetahui masa depan pemimpin, lihatlah tindakannya saat ini (apakah ia jenuin, melampaui zaman, bersama rakyat, berkorban dan rela mati demi perbaikan).

Apa pelajaran dari tesis di atas? Jangan sekali-kali kalian serahkan masa depan kepemimpinan kalian pada "orang" yang karakternya salah walau sekecil apapun nilai kepemimpinan itu. Setiap jengkal kepemimpinan itu harus diserahkan pada "orang bener dan pener." Ingat, sekali percaya pada pemimpin salah, hancurlah kalian.

Memilih pemimpin yang benar adalah menyelesaikan 51% problem negara postkolonial. Sebaliknya, salah pilih pemimpin akan menambah daya rusak 99% yang ada.

Dengan daya rusak itu, kalian akan tahu mengapa teroris, KKN, pelacuran dan narkoba di Indonesia tidak dapat dihabisi. Sebab semua itu bisnis dan agama elite.

Dus, memilih pemimpin yg bener dan pener adalah bagian dari revolusi. Tepatnya revolusi pancasila. Ini merupakan gerakan nasional yang dikerjakan secara bergotong-royong oleh para patriot Pancasilais segala kalangan, guna merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia; dalam waktu segera dan  secepat-cepatnya!

Revolusi ini punya misi mengembalikan Pancasila sebagai jalan hidup bangsa dan dasar negara kesatuan Republik Indonesia.

Revolusi ini bervisi memerdekakan kembali agar warga dan negaranya berdaulat dan berjati-diri Pancasila, adil, makmur, damai dan sejahtera bagi seluruh rakyat bangsa Indonesia.

Kini, mari berbenah. Mulai dari kuatkan mental. Bergerak dari sekolah-sekolah. Menghukum yang salah. Menghancurkan praktik KKN. Memeratakan hasil pembangunan. Menggantung koruptor. Menasionalisasi SDA. Mendaulatkan finansial. Membangun seribu industri maritim. Membangun seratus ribu pelabuhan. Membangun sejuta pusat studi konstitusi. Membangun seratus juta kader berkarakter konstitusi. Inilah tugas presiden Yudi Haryono kelak jika zaman merestui.

***

#Tanpa menempatkan Pancasila sebagai metoda melawan kolonialisme, kalian buta konstitusi. Jika pancasila hanya dipakai buat kampanye bhineka tunggal ika, itu rabun sejarah. Sebab itulah, Pancasila kini tidak sakti. Ia digunakan oleh orang yang salah dan tak mengerti: buta dan rabun#

Atas nama keadilan dan atas panggilan kesejahteraan, kami ummat, mahasiswa dan buruh Indonesia yang bergerak memutuskan untuk melakukan konsolidasi dan revolusi yang bertujuan melakukan lima hal subtansi dalam berbangsa dan bernegara.

Kelima kerja raksasa itu adalah rekonstitusi, nasionalisasi, rekapitalisasi, transformasi shadow economic dan pro-pemerataan.

1) Rekonstitusi adalah kesadaran untuk menuliskan ulang keseluruhan perundangan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara berpemerintahan agar diselenggarakan dalam negara merdeka, mandiri, modern dan martabatif.

Dengan ini, seluruh perundangan yang melawan Pancasila dianggap batal demi hukum. Dus, seluruh arsitektur dan struktur pemerintahan harus mencerminkan kehendak rakyat di mana subtansinya membela yang miskin, lemah, bodoh, cacat dan terpinggirkan.

Rekonstitusi juga merubah dokumen resmi untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau penghapusan catatan yang salah dan tidak sesuai lagi. Rekonstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencakup struktur, prosedur, serta kewenangan/hak serta kewajiban seluruh warga negara. Karena itu, ide rekonstitusi berhubungan dengan amendemen dan addendum yang bertujuan untuk memperbaiki dokumen penting negara; mencakup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.

2) Nasionalisasi adalah kesadaran merebut kembali aset-aset strategis milik negara yang telah menjadi milik asing akibat perilaku menyimpang dari oknum lama.

Prosesnya adalah transformasi aset privat/swasta/asing menjadi aset publik dan di bawah kepemilikan publik dari pemerintah nasional. Nasionalisasi aset strategis ini meliputi industri-industri strategis seperti transportasi, komunikasi, energi, perbankan dan sumber daya alam. Industri-industri yang dinasionalisasi, berkewajiban untuk beroperasi demi kepentingan publik (warga negara).

Karena dimiliki negara, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menanggung segalanya. Keuntungannya harus digunakan untuk membiayai program-program sosial dan riset pemerintah guna membantu menurunkan beban pajak. Nasionalisasi digunakan untuk melindungi dan mengembangkan industri-industri yang dianggap memiliki nilai vital terhadap kekuatan kompetitif negara (seperti industri pesawat terbang, galangan kapal, farmasi, alutista dan pendidikan).

3) Rekapitalisasi. Terutama BUMN kita. Ini adalah kesadaran memastikan sumber-sumber pendanaan negara sehat. Hal ini penting karena selama ini kekayaan negara di bumn dibuat menjadi: a)Merugi, b)Sumber KKN, c)Praktek mark up, d)Praktek prifatisasi, e)Beban utang negara, f)Bancakan elite parpol yang berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Saat APBN kita minus karena sumbernya kempes (pajak, cukai dan utang) maka program ini menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Potensinya sangat besar dan konstitusional. Inilah program mewargakan ekonomi dan mengekonomikan warga: soko guru keekonomian kita.

Inilah yang akan merubah secara riil arsitektur ekopol kolonial menjadi ekopol berdaulat, berkesejahteraan, bermartabat dan berkeadilan.

4) Transformasi shadow economic. Ini program yang memastikan agar seluruh bisnis haram menjadi halal sehingga menyehatkan apbn kita. Shadow economic adalah kegiatan produksi dan perdagangan barang maupun jasa yang ilegal dan nilainya tidak tercermin dalam penghitungan produk domestik bruto (PDB).

Kegiatan tersebut dilakukan dengan unsur kesengajaan dan memiliki motif: a)menghindari kewajiban perpajakan, baik pajak penghasilan (pph), pajak pertambahan nilai (ppn); b)menghindari kewajiban non-pajak seperti yang diatur dalam regulasi pemerintah; c)menghindari pemenuhan standar ketenagakerjaan yang legal, meliputi upah kelayakan minimum, jam kerja yang telah ditetapkan, standar keselamatan, dan lain sebagainya; d)menghindari kewajiban administratif dan prosedural, seperti perijinan dan sejenisnya. Praktik-praktik shadow economic antara lain: a)memproduksi dan memperjual-belikan produk palsu atau bajakan; b)semua bisnis ilegal (tidak berijin); c)prostitusi; d)narkoba; e)perjudian. Skala bisnis itu berada di kisaran 30-40% dari PDB.

Dengan mentransformasikannya via uu dan regulasi yang pas, bisnis ini akan menjadi penyumbang besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

5)Pro-pemerataan adalah program yang mengunci empat program di atas agar semua warga negara bangga menjadi Indonesia. Bangga karena negara hadir sebagai ultima berbangsa.

Bangga karena negara akan terus melakukan pemerataan melalui; a)Pemerataan kebutuhan pokok~pangan, sandang dan papan; b)Pemerataan mendapat pendidikan dan kesehatan; c)Pemerataan pendapatan; d)Pemerataan kerja; e)Pemerataan berusaha; f)Pemerataan partisipasi dalam pembangunan, khususnya generasi muda dan wanita; g)Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh nusantara; h)Pemerataan keadilan dan kesejahteraan plus kemartabatan.

Inilah lima kerja cerdas yang akan memastikan kekuasaan adalah bintang kepemimpinan. Bersinar siang dan malam. Berdentum membela semuanya agar yang merampok tidak terus merampok dan yang menderita tidak makin menderita.

Sayang sekali. Kini yang ada adalah "power of the outcasts." Kekuasaan mereka yang terbuang sia-sia. Inilah puncak hipotetik ekopol mutakhir yang telah terjadi. Di gegap ketiadaan kewarasan, tak ditemukan jalan pulang dan tokoh merdeka plus agen kharismatik. Dalam seluruh diskursus kemandirian via revolusi mental dan nawa cita, kita tak menemukan daya cipta (apalagi dentuman besar) bagi kemartabatan ekonomi-politik.

Tak ada nasionalisasi apalagi kemartabatan ekonomi.

Tuna kuasa. Sebab yang berkuasa sesungguhnya bukan yang sedsng berkuasa. Itu artinya, struktur ekopol kita lebih memuja ketidakadilan hasil warisan rezim lama.

Kebudayaannya masih oligarkis, kleptokratis, kartelis dan predatoris. Tak ada kekuasaan yang dapat telanjang terbaca kecuali remeh temeh. Semua sumir dan telenovela. Skrip dan sutradaranya masih "hantu blau."

Yang sangat merepotkan, struktur kekuasaan negara diisi oleh hampir benar, "mereka yang tidak mengerti kekuasaan" sehingga mereka sesungguhnya orang buangan: petugas yang culun dan lugu. Dibuang dari keumuman ke daerah para setan bertahta. Maka yang dikerjakan kaum terbuang dalam kekuasaan hanyalah guyon dan tertawa. Karena tak biasa, dibuatlah temu lawak nusantara. Di istana.

Kini desain ekopolnya nyaris sempurna dalam ketidaksempurnaan. Bergelora dalam kedunguan. Disfungsi dan ejakulasi dini. Bergerak tanpa konsep besar walau tangan dan niat tak mencuri. Di tangan penguasa yang tidak berkuasa, rakyat jelata adalah santapan pertama.

Kini, sudahlah. Lupakan harapan-harapan pada ratu adil. Jangan hiraukan ratu cakil. Jangan tertawakan petruk jadi raja. Siapkan diri kita pada krisis dan kepedihan di masa depan. Sehingga jikalau ada perbaikan, kita tak kaget. Kalaupun ada pemburukan, kita sudah mafhum belaka. Yang penting, aku masih setia bersama kalian: yang miskin, bodoh, cacat dan terpinggirkan.

***

Indonesia. Mencintaimu maka jarak dan waktu takkan berarti. Karena kalian akan selalu di hati. Bagai detak jantung yang kubawa kemanapun pergi. Bahkan sampai mati.

Indonesia yang mana? Adalah negara yang merdeka karena revolusi. Merdeka yang ditafsirkan Bung Sjahrir sebagai pemanfaatan kekuasaan negara untuk menghalangi laju korporasi nasional dan internasional yang rakus dan menindas, lalu fokus pada upaya mengurangi kesenjangan material, antara lain melalui pajak super progresif serta pengarahan negara dalam memastikan pemberian jaminan pendidikan, kesehatan, pensiun dan jaminan kesejahteraan untuk seluruh warga negara.

Adakah elite kita yang membaca dan meneladani pikiran dan gagasan Sjahrir? Saya sudah lama ragu. Lebih ragu lagi setelah membaca pidato-pidato dan tindakan-tindakan para penguasa. Buktinya, kemacetan lalu lintas, banjir, kerusakan lingkungan, KKN dan utang negara makin bertumpuk dan berlimpah. Berkali-kali kita buat pemilu guna mencari pemimpin terbaik, hasilnya nol besar. Macet makin macet, banjir tak mengecil.

Kemacetan lalu lintas pasti karena kemacetan pikiran. Akibatnya, kita tak punya solusi. Kita tak punya lompatan. Kita tak punya nalar kreatif yang meraksasa untuk atasi problem laten ini.

Dari sini kita membutuhkan nalar sadar waktu untuk memakmurkan jiwa (akal, nalar, pikiran) secara cepat dan tepat. Memakmurkan jiwa yang terus merdeka dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan-kemanusiaan semesta dan hal-hal yang modern, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan bermartabat di dunia internasional.

Bung Karno berkata, "memakmurkan negara, tak hanya sekadar pembangunan fisik yang sifatnya material, namun sesungguhnya memakmurkan jiwa bangsa. Ya, dengan kata lain, modal utama memakmurkan suatu negara, adalah memakmurkan jiwanya yang utama."

Keberhasilan memakmurkan jiwa harus disempurnakan dengan memakmurkan badan. Maksudnya adalah memastikan kemakmuran fisik agar mampu mengadakan kegiatan ke arah perubahan yang lebih baik, stabil berkelanjutan plus ramah lingkungan.

Perubahan, perbaikan dan penambahan tersebut dapat dilihat secara kongkrit, nyata dari bentuk perubahannya. Dengan kata lain bahwa perubahan itu identik dengan adanya wujud atau bentuk dari pembangunan seperti adanya gedung-gedung, sarana perumahan, sarana peribadatan, sarana pembuatan jalan, sarana pendidikan, dan sarana umum lainnya.

Kemakmuran jiwa dan badan harus sejalan. Kemakmuran keduanya akan jadi batu pondasi yang kokoh guna mencipta Indonesia yang Raya. Di sini akal sejarah selalu mencatat bahwa kebesaran sebuah peradaban selalu dibangun di atas kekuatan ekonomi-politik yang powerful karena bersumber dari kemakmuran jiwa dan badan.

Tidak ada sejarahnya, sebuah bangsa atau peradaban akan disegani dunia jika penduduknya miskin; jika warganya bodoh; jika penghuninya culun; jika isinya cuek. Peradaban besar jika para penghuninya berpikir, berucap dan bertindak besar: makmur jiwa raganya.

Barangsiapa makmur jiwa raganya berarti makmur ruhaninya. Siapa yang makmur ruhaninya akan mentradisikan keadilan. Sebab, keadilan adalah kemakmuran yang sejati. Itu artinya, kemakmuran yang berdiri sendiri, akan selalu melanggar keadilan, dan sibuk mengembangkan ilmu dan metode untuk mengkamuflase ketidakadilan supaya tampak sebagai keadilan.

Makmur jiwa, makmur raga, makmur ruhani adalah tiga pondasi untuk mentradisikan keadilan sosial bagi seluruh semesta. Itulah ultima negara Indonesia kita.

***

Pelan tetapi pasti ide poros maritim ditelan program harian lain dalam bernegara. Ia, sebagai cita-cita besar masih berkutat di tumpukan kertas kerja dan ruang-ruang akademik.

Lalu, kita mau apa? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita tengok dulu tesis John Gray yang menyebut bahwa, "those who control oil and water will control the world (John Gray, 29 March 2008). And, history may not repeat itself, but, it can sometimes rhyme."

Ini tentu tesis zaman tengah; zaman peralihan; zaman tekhnologi semi modern. Sebab, tesis yang mula dan purba tentu kalimat "siapa kontrol rempah, kontrol dunia. Maka ditemukanlah istilah spice road." Setelah itu muncul "siapa menguasai emas, menguasai dunia. Maka muncullah istilah silk road." Setelah itu baru tesis John Gray seperti di atas yang melahirkan "jalur neoliberal." Lalu yang terbaru, "siapa mengkreasi iptek, ialah pemilik masa depan."

Kita dan semua warga republik Indonesia mungkin harus bersiap pada sejarah yang makin tidak tak terprediksi. Seban, jalur maritim kita tidak tak terrealisasikan. So, it would be wise to plan for some more of history's rhymes.

Mengapa sulit direalisasikan? Padahal, secara ekonomi, potensi keekonomian laut Indonesia sebesar USS 2.5T pertahun. Hal ini karena kita masih memiliki potensi ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan seperti perikanan tangkap, budidaya, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, transportasi laut, industri dan jasa maritim, beberapa pulau kecil, dan sumber daya konvensional.

Potensi ekonomi kelautan ini apabila dimanfaatkan secara optimal akan menjadi produser komoditas perikanan terbesar di dunia. Ia juga akan menjadi sumber pendapatan terbesar di APBN kita. Dus, problem minus APBN akan teratasi jika program ini dikerjakan sungguh-sungguh.

Menurut catatan ahli kelautan Bonar Simangunsong (Tim Ahli Dewan Maritim Nasional), kita memiliki lahan tambak udang sekitar 1,2 juta hektar dan baru diusahakan 350,000 hektar dengan produktifitas rata-rata 0,6 ton hektar per tahun. Jika saja potensi ini di targetkan 500,000 hektar dengan proksi rata-rata 2 ton hektar pertahun maka menghasilkan kira-kira 1 juta ton udang pertahun yang dapat menyumbang devisa negara mencapai kira-kira USS 6 miliar pertahun.

Bisnis ini sekaligus menyerap tenaga kerja serta memajukan kemandirian ekonomi dan dapat terhindar dari kesenjangan sosial, terutama untuk nelayan kita yang belum sejahtera.

Menurut presiden Jokowi (15/06/2016), kontribusi sektor kelautan terhadap perekonomian Indonesia masih di bawah 30% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau di bawah Rp 3,4 triliun per tahun.

Padahal menurutnya, potensi sektor tersebut seharusnya US$ 1,2 triliun per tahun atau setara dengan Rp 15.600 triliun (kurs Rp 13.000). Dengan potensi ekonomi sebesar US$ 1,2 triliun per tahun, mestinya kita mampu menyerap tenaga kerja 40 juta orang. Tentu saja potensi tersebut, lebih besar dibandingkan dengan realisasi sektor kelautan di berbagai negara. Terutama Jepang dan Thailand.

Contoh potensi lainnya adalah dari total sumber daya ikan (SDI), potensi kita sekitar 57,7 ton ikan pertahun atau 7 persen dari total potensi lestari SDI laut di dunia namun yang dimanfaatkan baru 1,6 juta ton (0,3%).

Menurutnya, kita menghadapi lima persoalan yang harus segera dipecahkan: 1)Ketiadaan kurikulum kelautan yang komprehensif di semua sekolah; 2)Ketiadaan peta ketimpangan dan tantangan kelautan; 3)Ketiadaan usaha menyelesaikan pencurian potensi laut; 4)Ketiadaan progran dahsyat atasi ketimpangan infrastruktur; 5)Ketiadaan ingatan dan kesadaran bangsa maritim yang panjang bergelombang.

Padahal, riset Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 7,87 juta jiwa atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional menggantungkan hidupnya dari laut. Mereka tersebar di 10.666 desa pesisir yang berada di 300 dari total 524 kabupaten dan kota se-Indonesia.

Dus, jika kita ingin menjadi poros maritim dunia maka tak ada pilihan lain kecuali menyelesaikan lima problema di atas. Itulah mengapa hari ini (Selasa/20/02/2020), kami mengingat kembali ide dahsyat itu dan menyelenggarakan diskusi bertema "Laut Masa Depan Kita" di Perpusnas.

***

Neoliberalisme itu seperti api. Lahap membakar segala. Terlebih bahan kering dan menghamba. Sayangnya, aku sendirian menghadapinya. Mati dan terbakarlah aku jadi debu. Dan, engkau senyum plus tertawa!

Mestinya kita bakar jagung bersama. Lalu hitung honor dari buku-buku. Kemudian diskusi soal nobel ekonomi dan sastra. Diakhiri tidur mendengkur sebab esok mengajar dan menghadapi sidang perampokan ke-6. Tapi, engkau di mana saat aku buka puasa?

Pada dasarnya, kita menghabiskan waktu bersama-sama di semesta. Tetapi, memilih sendiri dan serakah sehingga dunia ada yang berubah: makin rusak dan terasing. Sesungguhnya, kita punya tantangan yang sama setiap generasi: memproduksi kebaikan. Tetapi itu sering jadi ilusi. Mengapa? Sebab kita defisit buku, surplus tipu-tipu.

Aku. Tukang ketik adalah orang yang tak ceria. Pemintal semesta. Sedikit teman, minus penolong. Kerana itu, betapapun tinggi prestasinya, ia tetap dibanjiri airmata. Ia punya takdir kegembiraan dan kepedihan. Ia punya sejarah ketakjuban dan keberpihakan. Selebihnya, ia menari di antara mayat hidup yang bangga dengan prestasi utang negaranya dan kedunguan pemimpinnya.

***

Siapakah kini/Pahlawan hati/Pembela cinta/Sejatikan jiwa/Hancurkan KKN/Tak ada/ Betul-betul tak ada lagi.

Maka, kuberitahu satu hal sangat penting: isu korupsi (KKN) adalah isu yang kini ditunggangi neoliberal, dibiayai neoliberal dan disodorkan neoliberal. Sebab itu, isu korupsi tak pernah masuk ke tiga lini bisnis mereka:

  1. minyak dan gas
  2. alutista dan properti
  3. rezim finansial dan highjec corruption.

Karenanya, tak ada sejarah kaum tua idealis di sini. Tak ada investasi kaum tua idealis di republik ini. Jikalau republik tak menuntaskan janji Proklamasi, pastilah karena peran kaum tua yang over dosis. Kaum tua berbaju baru dan kaum muda bermental tua. Inilah biang kerok kehancuran bangsa, di luar KKN tentunya.

Kini, di atas kreta Indonesia aku menangis mengingatmu. Sebab dahulu mencarimu seperti menunggu seseorang yang sangat penting untuk jadi kawan menunggu hari kiamat.

Maka saat kau ada, kufikir aku kan mati di sisimu. Tentu setelah bercerita, belajar dan bercinta. Kini kau mendahului. Pergi sejauh-jauhnya. Tak kembali.

Saat cungkok-cungkok menari telanjang di istana. Saat semua manusia Indonesia tipu sana tipu sini. Kini tak ada lagi kiamat sebab itu mitos ciptaan manusia delusi yang mereka panggil nabi. Kini yang ada hanya kekosongan jiwa saat selainku berlomba merampok negara. Di atas kreta aku kehabisan air mata. Di atas kreta lagu tak punya kuasa. Di atas kreta aku baca para cina makin berpesta. Merampok sisa-sisa jarahan kumpeni Belanda.

Karena itu, jika kalian ingin tahu jantung Indonesia, bacalah sejarah kaum muda. Dan, di antara kaum muda Indonesia yang bintangnya menyinari persada adalah Chairil Anwar.

Kini, bulan Februari adalah bulan puisi, bulan Chairil. Maka, mengingatnya adalah menerjemahkan semangat memudakan Indonesia. Agar ceria dan semua buat semua.

Sejarah mencatat bahwa semua karyanya yang asli, modifikasi dan terjemahan dikompilasi dalam tiga buku: Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Semua karyanya berjumlah 94 yang ditemukan. Semuanya menghentak, memberontak dan menginspirasi.

Chairil adalah pejuang muda dan penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia Indonesia meraih kemerdekaan. Sebab merdeka menjadi prasyarat bagi kemandirian, kemodernan dan kemartabatifan.

Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: “Krawang-Bekasi”, yang disadurnya dari sajak “The Young Dead Soldiers”, karya Archibald MacLeish (1948).

Sajak berjudul, “Persetujuan dengan Bung Karno” adalah refleksi dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. Sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” menguatkannya sebagai sajak perjuangan.

Kalimat "Aku binatang jalang" dalam sajak Aku, adalah dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka, mandiri, modern dan martabatif.

Chairil Anwar adalah pelopor Angkatan ’45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Ia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia.

Sebagai indonesia muda, ia meninggal dalam usia muda (26 thn) karena penyakit TBC dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Tanggal meninggalnya (28/4/49) diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia: Hari Revolusi Kaum Muda.

Chairil menekuni pendidikan HIS dan MULO, walau tidak tamat. Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Ia pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat “Gelanggang” dan Gema Suasana sambil mendirikan “Gelanggang Seniman Merdeka” (1946).

Kita lihat, selama 26 tahun jiwa dan pikirannya hanya untuk Indonesia. Sebab itu, ia mati dalam keadaan miskin kapital. Tidak seperti kaum tua yang mati bengkak perut dan bengkak rekening hasil korupsi di mana-mana.

So, wahai kaum muda, berontaklah. Rebut kuasa dan sinergikan semangat Chairil dan Gie dalam diri kalian. Singkirkan kaum tua, anjing beludak asing dan aseng. Tesisnya tanpa kaum muda, tak ada Indonesia. Tanpa kaum tua, Indonesia Raya.

Wahai kaum muda. Saat kalian diam, dunia kami rentan. Tertatih. Letih. Hidup keruh; mati tak penuh. Jiwa kalian ajarkan kesunyian. Sujud kalian ajari keseriusan. Antara kesunyian dan keseriusan, kini kami hidup bersama kangen dalam kasih yang mendebarkan.

Kini. Mengunggu kalian mengkudeta kekuasaan yang dungu dan tuli. Menanti kalian revolusi total berbasis ruhani sejati.

***

Kepada kekasihku dan saudara-saudari yang luar biyasa di fesbuk ceria bin sejahtera.

Dalam terik adem matahari minggu kukatakan kepada kalian tentang hijau kebon jambu. Juga riset-riset berikutnya. Yang bakal kita kerjakan dengan serius, sederhana dan berkelanjutan.

Kita segera akrab dengan problem rakyat, sinar pagi dan perang oligarki. Mereka yang tak sempat nyanyikan cinta dan menangkap kupu-kupu yang hinggap di rambut kekasihnya.

Mereka yang alergi dan muntah darah dengan revolusi, geli dengan kecoa. Mereka yang mentalnya kolonial dan nawacitanya gumbal. Adalah mereka yang ada di sekitar kita.

Tersenyumlah kalian. Ketawalah aku dan terbahaklah nyiloro kidul tiap minggu karena rekening tak tumbuh-tumbuh seluruh.

Kekalahan ini menghabiskan segalanya. Kesunyian ini meluruhkan kasih dan air mata. Kemiskinan ini menjumudkan akal dan cara.

Makin jauh sudah perjalanan kesia-siaan. Lelah hati ini menanti proklamasi yang tak pasti. Kini, ke manakah kita harus mencari revolusi. Semua sudah menjadi koloni. Bahkan mental ini.

MESTI disadari cinta tak selalu memiliki. Tentu juga cinta pada warga; indonesia dan semesta. Semua ada takdirnya. Walau kalian selalu membayangi tangisku. Tetapi jujur, cinta dalam dada membuatku lara. Selara-laranya. Rindukan diri kalian hanya membuat kumenangis sedu-sedan. Seperti kisah kasih siti nurbaya; qais dan laila; pancasila dan UUD45. Bertepuk sebelah kaki.

Kubaca, kalian adalah lautan luas yang tertidur pulas. Kalian dirgantara yang kesepian dalam kondisi diperkosa buas. Kalian yang sendirian dalam damai, kebebasan dalam kejahiliyahan dan tipuan. Kalian revolusi mental yang tak jalan.

Hanya, nurani berbisik: kita dipanggil dan memanggil balik. Mencipta arus balik. Meneguhkan atlantik. Walau sendirian memekik!

***

Mestinya, hidup bisa dirayakan. Tanpa kecemasan. Sambil meniup hujan. Di kaki langit baturaden. Agar sadar bahwa tak semua harapan didapatkan. Itulah kuasanya semesta. Tuhan, tentu saja maha tak adil. Sebab, kalau dia adil menurut manusia, aku pasti sudah jadi raja. Mungkin raja uang yang beagama seperti di bawah ini:

Pada uang, kami mengabdi. Pada uang, kami berbakti. Kapankah aku bisa mentransfermu satu juta dollar? Bukan mentransfer satu juta rupiah seperti yang baru kulakulan. Ini mimpiku dari pengabdian dan perbaktianku pada uang dan padamu.

Tentu agar kamu bisa ke salon, beli baju bagus, cuci muka agar cling, makan di resto terbaik dan operasi perut yang makin terlanjur gendut.

Kamu pasti tak paham. Hidup di negara ini, kutemukan manusia-manusia getir tetapi begitu optimis menjalani hidup. Akibatnya, mereka bekerja apa saja. Seperti aku yang tak dapat kesempatan sekulah sarjana. Dengan penghasilan tak seberapa tentunya. Maka, hiburan satu-satunya hanya mengkhayal: mentransfermu sejuta dollar, misalnya.

Tentu. Mentransfermu satu juta dollar agar mulutmu tak berbusa-busa merengek-rengek tiap Rabu dan Sabtu. Sebab, kamu juga tak tahu bahwa kebahagiaan itu bagaikan bayangan, semakin dikejar semakin menjauh: sejauh-jauhnya. Kamu juga tak tahu bahwa kasih sayang itu bagaikan sinar, semakin dirasakan semakin pudar: sepudar-pudarnya.

Maka, bahagia dan kasih sayang itu enigma. Teka-teki yang tak mudah dicerna. Walau cernanya pakai dollar sekalipun. Dus, menulis keduanya seperti menggambar angkasa. Jauh, luas dan tak bertepi. Seperti serangga ungu yang kesiangan mengentup bunga-bunga.

Kamu juga tak tahu. Sebab memang banyak yang kamu tak tahu. Bahwa, karena hidup tanpa kejeniusan, manusia Indonesia ribut soal pakaian. Akhirnya, beradaban bertakdir muram jika hidupnya hanya mikir baju, jidat dan huruf.

Aku harus jujur. Walau belum bisa mentransfermu satu juta dollar, tetapi saat terbangun aku mencarimu. Begitu seterusnya sampai kutahu kamu telah tiada. Lalu, sering kutulis gugat: siapa kini pahlawan hamba yang setia menemani dalam duka dan suka? Mungkin setelah transfer satu juta dollar kulakukan untukmu. Hanya untukmu.

Sebelum rapat kampus, aku ingat hal penting. Kuketik khusus buatmu sebagai tambahan transfer satu juta rupiah. Bahwa, tuhan tak punya sejarah tunggal. Sedangkan, agama punya beragam sejarah yang sangat luwas. Sebaliknya, Indonesia memiliki sejarahnya sendiri yang khas. Tetapi, tuhan, agama dan Indonesia ditautkan dalam satu kalimat enigmatis, "keuangan yang maha aseng" dalam vansusila.

Kamu ingin tahu kredo baru? Kredo dari kitab-kitab babon tua untuk warga negara. Kalau kalian tidak berontak, kalian bukan mahasiswa. Kalau kalian tidak kudeta, kalian bukan tentara. Itulah kredo kepemimpinan Indonesia.

Sayangnya, kini tak ada lagi mahasiswa; tak ada lagi tentara. Mereka telah beralih rupa. Jadi intelektual tukang dan budak orang kaya. Maka, kepemimpinan Indonesia kini diisi kegaduhan dan pelacuran saja. Tak lebih. Tak kurang.

Maka, sudah tiga tahun sejak kamu berkuasa, aku bertanya apa makna pulang: ke mana dan buat siapa? Juga makna pergi: buat apa dan apa manfaatnya?

Karenanya, yang kudapat saat pulang dan saat pergi adalah kehilangan sejuta sunyi, sesunyi-sunyinya. Mirip nyanyi bisu si lelaki senyap tak bertepi yang duduk di kursi tetapi tak tahu itu kursi, sekursi-kursinya.

***

Ini soal genting dan sangat penting. Sebab, pertama, kita sedang menghadapi produk terbaik rezim tongkol: negara tertimpang keenam di dunia di mana 10% konglomerat hitam mengangkangi 70% kekayaan nasional.

Kedua, betapa banyak SDA kita dikuasai korporasi asing-asong. Mereka jahat karena tidak ramah lingkungan dan ngemplang pajak. Padahal, harusnya menjadi BUMN/D yang bertugas: melindungi, mencerdaskan, menyejahterakan dan menertibkan warga negara. Seperti janji konstitusi.

Ketiga, ini merupakan "perintah konstitusi dan kebutuhan seluruh warganegara." Agar seluruh warganegara tidak miskin dan paria di zaman merdeka.

Dasar utamanya adalah pasal 33 UUD 1945 sebagai pilar utama undang-undang yang mengatur tentang Pengertian Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasional.

Bunyinya sebagai berikut: Ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Ayat 3: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Ayat 5: Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Dus, pasal ini merupakan aturan dasar pemerintah dan warganegara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mengatur berbagai hal: dari hal-hal sederhana hingga berbagai hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam pasal ini tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota warganegara.

Kemakmuran semuanyalah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang saja. Selanjutnya dikatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran warganegara. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran mereka.”

Dapat disimpulkan, secara tegas Pasal 33 UUD 1945 melarang adanya penguasaan sumber daya alam di tangan perorangan atau swasta. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dianggap bertentangan dengan prinsip konstitusi.

Pasal ini menyebutkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya berada pada negara yang akan ditopang oleh 2 pelaku utama yaitu Koperasi dan BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah) yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar terkelola, intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan.

Tafsir dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat, dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berlandaskan semangat sosial, menempatkan penguasaan terhadap berbagai sumber daya untuk kepentingan publik (seperti sumber daya alam) pada negara.

Pengaturan ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang mandat untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini seharusnya punya legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol tindak tanduknya, apakah sudah menjalankan pemerintahan yang jujur dan adil, dapat dipercaya dan transparan.

Mandat ayat dua adalah pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini merupakan badan yang dimiliki oleh negara di mana seluruh modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping Koperasi dan Swasta.

Dus, BUMN harus berperan menghasilkan berbagai barang dan jasa guna mewujudkan kesejahteraan seluruh warganegara. BUMN terdapat dalam berbagai sektor seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, keuangan, manufaktur, transportasi, pertambangan, listrik, telekomunikasi, migas, mineral dan perdagangan serta kontruksi.

Fungsi dan perannya adalah: Sebagai penyedia barang ekonomis dan jasa yang tidak disedikan oleh swasta; Sebagai alat pemerintah dalam menata kebijakan perekonomian; Sebagai alat pemerataan ekonomi; Sebagai penjaga stabilitas ekopol; Sebagai pengelola dari cabang-cabang produksi SDA untuk seluruh warganegara; Sebagai penyedia layanan kebutuhan; Sebagai penghasil barang dan jasa demi pemenuhan; Sebagai pelopor terhadap sektor-sektor usaha yang belum diminati pihak swasta; Sebagai pembuka lapangan kerja; Sebagai penghasil devisa negara; Sebagai pengembangan usaha kecil koperasi; Sebagai pendorong aktivitas usaha umum.

Karena itu semangat RUU BUMN yang baru adalah pancasilaisme: berketuhanan, berkemanusiaan, bergotong-royong, bermusyawarah dan berkeadilan dalam semua sisi: agensi, aturan dan aksi plus tradisi. Bukan prifatisasi, pertumbuhan, korupsi dan perbegundalan plus pergundikan.

Melainkan nasionalisasi, pemerataan, kejujuran, moral dan kepahlawanan. Inilah jihad akbar: REVOLUSI KONSTITUSI.

***

#Semua peristiwa politik-ekomomi kita sebenarnya masih ilusif, menipu dan memerangkap. Karena ilusif, kita berhasil membuat negara besar (teritorialnya) tapi menternak rezim kecil (kedaulatannya). Kita berhasil punya presiden berlengan panjang tapi bervisi pendek#

Tentu saja, aku adalah salah satu orang terpenting dalam studi postkolonial, psikohermeneutika dan trias-ekonomika di Indonesia yang akan melahirkan "generasi revolusioner" pemanggul ide Atlantik dan Nusantara yang gigantik itu demi terciptanya masyarakat pancasila yang benderang. Para pemimpin bervisi panjang dan bersemesta.

Sayangnya, kata Cak Nun, "bangsa Indonesia adalah anak yatim piatu. Tidak punya Bapak yang disegani dan tidak ada Ibu yang dicintai."

Menyedihkan. Takdir yang harus dilawan. Qada yang harus dirubah. Keadaan yang semestinya disemogakan menjadi martabat dunia via usaha, doa dan kecerdasan.

Karenanya, untuk menjadi yatim piatu yang dahsyat, kita mulai dengan 5M: membaca, menulis, meriset, mempraktekkan dan mentradisikan. Jika cuma saling menipu seperti rezim kemarin dan hari ini, selesai sudah nasib kita dalam bernegara.

Untuk itu, kutulis buku yang berdimensi perlawanan! Guna menghasilkan keIndonesiaan, kemakmuran dan kemartabatan.

"Taukah kalian rasanya dijajah dan diperkosa"? Inilah pertanyaanku setiap mengawali kuliah postkolonial. Dan, mata kuliah ini bukan hanya kisah pemerkosaan tapi juga akibat dan warisan yang ditinggalkan serta siapa-siapa yang sengaja melupakannya serta tak mencari solusinya.

Kini sebagian besar kita tak mengingatnya, bahkan meneruskan pemerkosaan tersebut lebih paksa dan biadab. Sebab dikerjakan oleh teman sendiri sambil mengkhianati konstitusi.

Masihkah warganegara Indonesia percaya dan memberi mereka tempat bagi pengelolaan masa depan kalian?

Karenanya, dalam studi postkolonial Indonesia, kita akan sampai pada sejarah kopra, kopi, teh dan kakao (coklat). Kini kita adalah penghasil terbesar di dunia, empat varietas tadi. Tapi jika salah kelola, bukan tidak mungkin akan jadi milik orang lain seperti sawit dan tembakau (rokok).

Sungguh, ini soal-soal ideologis dan kecerdasan manajemen pengelolaan negara. Tidak sekedar citra dan keluguan semata. Apalagi soal malingter dan keluarga. Hal-hal yang justru jadi pilar rezim-rezim di kita.

Terlebih, dalam pendalaman studi ini ada sejarah shadow economic yang gigantik. Yaitu bisnis besar yang tak bisa dikendalikan negara: teroris, judi, prostitusi, narkoba, undang-undang. Nilainya 7000 Triliun/Tahun. Satu entitas bisnis yang kini sepenuhnya dikendalikan oleh asing, aseng dan asong (vegundal serdadu). Aliansi tiga agensi rakus yang rabun konstitusi dan buta sejarah revolusi sambil memproduk pengkhianatan-pengkhianatan terhadap warga negara.

Akhirnya, harta milik empat orang terkaya di Indonesia (konglomerat hitam, pebisnis shadow economic, pengemplang BLBI) sama dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin jika mengacu ke Data Kekayaan Global (Global Wealth Databook: 2016).

Karena itu perlu trias revolusi dalam mengatasi produk fundamentalisme pasar. Pertama, ganti kebijakan kolonial menjadi kebijakan konstitusional. Kedua, ganti agensi begundal kolonial dengan agensi pancasilais-idealis. Ketiga, tegakkan hukum setegak-tegaknya tanpa pandang bulu; pajak super progresif buat kaum kaya dan subsidi kebutuhan dasar bagi kaum muskin.

Kini, sambil terus membaca, menulis, melawan, mempraktekkan dan mentradisikan revolusi, aku meyakini bahwa kita tidak bisa hidup lebih baik tanpa memberi dan menerima cinta, perhatian dan bantuan orang lain. “Terlalu sering kita meremehkan kekuatan sebuah sentuhan, sekilas senyuman, sebuah kata, mendengar keluhan orang lain, pujian tulus, atau tindakan kecil membantu orang lain, yang semua itu punya kekuatan untuk mengubah kehidupan,” kata guru Supri (2010).

Tuan guru Supri menulis beberapa buku. Salah satunya, adalah buku yang bercerita tentang "kelas cinta", sebuah kelas di ruang terbuka (halaman rumput) di kampusnya yang mengajak para mahasiswa untuk membahas masalah-masalah kehidupan yang dapat diselesaikan dengan "cinta" atau "kasih."

Kini, ayok pecahkan ragu, peluk revolusi. Tuliskan cinta, singkirkan benci. Lantunkan industri, tinggalkan malas. Mereka layak disebut trias revolusi: mental, nalar dan konstitusional. Kulminasi dari menanam, memanen dan menabung.

Revolusi ini harus dikerjakan bersama secara simultan, berkelanjutan dan tertradisikan. Sebab sebagai negara postkolonial yang telah milyaran hari dirampok, kita mewarisi tiga hal: 1)Mental kolonial: inlander, myopik, malas dan mendendam. 2)Nalar kolonial: fasis, feodalis, ilusif dan fundamentalis. 3)Konstitusi kolonial: oligarkis, kartelis, kleptokratis dan predatoris.

Ketiga warisan itu menciptakan 5K: kemiskinan, kepengangguran, kebodohan, kesakitan, ketimpangan.

Kerananya kita membutuhkan solusi, jalan, obat dan subjek. Itu hanya dapat dikerjakan oleh manusia pancasila berideologi pancasila. Merekalah yang akan menciptakan indonesia raya, nusantara dan peradaban atlantik.

Secangkir kopi di Nusantara Centre adalah wujud cinta yang ikhlas kepada kaum papa, tanpa menyikapi kaum papa dengan cara arogan: aku memberi kepadamu. Akhirnya, tidak penting seberapa banyak kita sudah memberi. Sebab, yang lebih penting adalah bagaimana kita memberi.

***

Di republik ini, hidup sendirian, terasa sepi. Hidup bersama, diajak korupsi. Di negeri ini, hidup beragama, dikubuli. Hidup ateis, ditimpuki. Di bangsa ini, hidup cerdas, dimusuhi. Hidup bodoh, dikadali.

Banyak orang lahir berwajah manyun bernasib presiden; berwajah nabi bertakdir penjara; berwajah putri berpangkat jelantah. Kok tak kami temukan lagi kewarasan-kenalaran pada umumnya?

Menerima. Ya. Pagi itu, hari Minggu saat gerimis bertalu-talu. Pak erwe kirim berita duka nestapa. Kita punya tetangga mati sendirian. Saat empat istri dan tiga anaknya tak sudi mengurusnya. Sebab musababnya katanya karena si mayit pindah agama. Kufur kata kawan agama lama. Muallaf kata kawan agama baru. Dalam tragedi tetanggaku, agama jadi berhala. Padahal, tuhan tokh cuma konsep bahasa.

Tak percaya? Sok kita lihat. Saat seseorang beragama A maka tuhannya A. Saat ia pindah ke agama B maka tuhannya menjadi B. Saat ia pindah lagi ke agama C maka tuhannya menjadi C. Sebab, konsep tuhan ada dalam masing-masing agama dan berbeda. Maka, tuhan hanya konsep. Kok manusia sering bertengkar dan berkelahi hanya untuk konsep?

Sorenya. Ya. Sorenya ketika si mayit dan kita bingung mau bagaimana, adikku mengirim berita: tentang lahirnya anak mereka yang kedua. Perempuan jenis kelamin bayinya. Amazonk. Di sini orang antri masuk kuburan, di sana orang datang antri hidup di dunia.

Ini amazonk. Sebab, yang paling mungkin dikerjakan oleh warganegara di republik kodok (selain antri mati) adalah antri menjadi miskin. Kok kita berani menambah daftar waris yak? Amitabhaaaaa.

Ya. Antri dan mengantri antrean kini menjadi warisan para petinggi ngendonesiah yang luwarbiyasah. Selainnya, ciri republik kodok yang super duper keren adalah surplus tontonan (mauidah hasanah) defisit tuntunan (ahlakul karimah). Akibatnyeh yang terekam di media adalah utang makin menggunung, impor (kebutuhan pokok) makin slebor, ekspor (buruh) makin subur, ketimpangan makin keren, infrastruktur makin ngawur.

Yang lain, akyu lupa. Salam lima periodeh.

***


Logika dalam penalaran deduktif sekilas memang terlihat superior. Silogisme dari premis-premis implikatif tentunya akan selalu tampil meyakinkan ketika menjadi dasar sebuah argumen. Syaratnya, premis-premis tersebut harus bernilai kebenaran. Contoh sederhananya: setiap benda tunduk pada hukum gravitasi; apel adalah benda; apel tunduk pada hukum gravitasi. Namun, mungkinkah penalaran deduktif dengan sendirinya menghasilkan sesuatu yang bernilai kebenaran? Jawabannya tidak. Ia hanya menjadi proses pengolahan atas berbagai proposisi yang sudah diketahui sebelumnya.

Landasan penalaran deduktif dilahirkan dari proposisi-proposisi yang dihasilkan melalui penalaran induktif maupun penalaran abduktif yang setelah cukup mapan selanjutnya dapat digunakan sebagai premis. Meskipun begitu, ketiganya memang tetap harus digunakan secara kooperatif untuk saling menguatkan.

Penalaran induktif, melalui observasi fenomena-fenomena tertentu secara empiris, menghasilkan kesimpulan yang sekurang-kurangnya dapat diyakini sebagai sebuah fakta atau aksioma, self-evident. Misalnya, epistemologi primordial manusia yaitu pancaindera, secara empiris melihat semua benda selalu dalam potensi terjatuh ke arah bumi, yang kemudian secara umum dikenal sebagai gravitasi dan dinilai sebagai kebenaran.

Bagaimana dengan penalaran abduktif? Konsep penalaran abduktif, melanjutkan epagoge Aristoteles, dikenalkan oleh filsuf asal AS, Charles Sanders Peirce, dalam bukunya Illustrations of the Logic of Science. Menurut Peirce, penalaran abduktif melakukan proses pembentukan penjelasan dari sebuah hipotesis (explanatory hypotheses), bukan sekedar hipotesis deskriptif. Dia juga mengatakan penalaran abduktif adalah satu-satunya operasi logika yang mampu menghasilkan ide baru manapun.

Tentu saja, tidak seperti penalaran deduktif yang membentuk sebuah rangkaian premis mayor-minor yang tidak terputus, penalaran abduktif seperti memiliki jurang pemisah antara fenomena yang diobservasi dan penjelasan hipotesis yang diambil. Karena sebuah fenomena dapat menghasilkan banyak hipotesis dengan beragam penjelasan, lantas bagaimana salah satu penjelasan hipotesis yang dipilih tiba-tiba bisa disebut logis? Bila harus digambarkan dalam satu kata, penalaran abduktif adalah ‘imajinasi’.

Bila kata kuncinya ‘imajinasi’, bagaimana ia dapat dijustifikasi menjadi sesuatu yang dapat dinalar dan disebut logis? Imajinasi yang tidak dapat didemonstrasikan, tidak dapat difalsifikasi, dan tidak dapat diukur tidak punya perbedaan dengan khayalan. Karena itu, imajinasi hanya menjadi penalaran yang dahsyat ketika secara bersamaan ia dapat didemonstrasikan, berani memberikan tantangan untuk difalsifikasi oleh fakta tertentu, dan mampu menghasilkan sesuatu yang terukur.

Dalam beberapa contoh terpisah, misalnya, untuk menalar apakah artificial intelligence dengan level yang mampu melewati Turing Test memiliki kesadaran, John Searle menggunakan imajinasinya dan menghasilkan argumen Chinese Room sebagai jawaban ‘tidak’. Karena dapat didemonstrasikan, meskipun hampir tidak dapat dipastikan kebenarannya mengingat kesadaran adalah sesuatu yang an sich, sekurang-kurangnya argumen tersebut menjadi logis dalam konteks dapat dipahami melalui demonstrasi. Untuk menalar evolusi, yang oleh Karl Popper pada awalnya hanya dinilai sebagai upaya penelitian metafisik—meskipun akhirnya ia mengakui evolusi sebagai sains sehingga dapat difalsifikasi—J.B.S. Haldane mengajukan tes falsifikasi berikut: fosil kelinci era prakambrium. Meskipun berbagai fakta telah menguatkan evolusi, bila fosil itu ditemukan, evolusi akan menjadi tidak berbeda dengan khayalan.

Lalu bagaimana cara imajinasi diukur? Dengan angka. Tentu saja imajinasi yang dimaksud dapat diukur adalah ‘imajinasi terkontrol’ yang juga dapat difalsifikasi dan didemonstrasikan. Pembuktian dengan angka adalah bagian dari pembuktian matematis, karenanya pembuktiannya paling mendekati sempurna. Mengapa? Karena kepastian adalah tingkatan tertinggi dari pengetahuan, dengan kepastian denyut nadi pencarian kebenaran terhenti, dan matematika menghasilkan (hampir) kepastian itu. Dua ditambah dua adalah empat, habis perkara. Dua dikali dua adalah empat, selesai. Kalau saja eksistensi Tuhan dapat dibuktikan secara matematis, maka eksistensi-Nya pun tidak akan diperdebatkan, menghemat waktu Thomas Aquinas dan David Hume dalam perdebatan lintas abad, serta menyelamatkan banyak nyawa manusia.

Namun, ‘ukuran’ sebenarnya tidak (selalu) identik dengan kepastian. Kasus Pi bisa digunakan untuk menjelaskannya. Pi (22/7–estimasi bentuk pecahan) adalah selebriti dalam matematika, ia termasuk dalam kelompok yang memiliki sebutan keren yaitu ‘bilangan transenden’, semacam hall of fame-nya matematika. Karena Pi adalah bilangan irasional, ia menyisakan deretan angka tak terhingga dalam ruang setelah koma desimalnya—3,1415926535897932384626433 … dan selamanya. Bila Pi bukan bilangan rasional namun digunakan untuk mengukur luas lingkaran maupun bola, apakah hasil ukurannya menghasilkan kepastian dengan merepresentasikan luas lingkaran atau bola tersebut seutuhnya? No. Tapi yang pasti, karena “ketidakakuratannya” amat sangat kecil sehingga dapat diabaikan, ukuran-ukuran matematis—baik geometri maupun yang lainnya—selalu terbukti bekerja dalam sains terapan dan dalam memprediksi cara alam semesta bekerja. Dengan level yang mengagumkan sehingga layak disebut memiliki “kepastian”.

Integrasi logika, imajinasi, dan angka dalam konteks di atas akan menjadi kesatuan yang konkret melalui bantuan seseorang. Albert Einstein: teoretikus fisika, rockstar dunia sains, sinonim kata ‘jenius’. Kata ‘teoretikus’ sendiri memiliki implikasi serius dari penelitian yang dilakukan melalui thought experiment—eksperimen dalam pemikiran. Sepanjang kariernya, Einstein hampir tidak pernah menginjakkan kakinya dalam laboratorium untuk memahami semesta. Yes, Einstein tidak membutuhkan laboratorium dengan berbagai peralatan canggih, “laboratorium” Einstein adalah alam pikirannya. Einstein tentunya menyadari deduksi dan induksi tidak akan pernah mampu menghasilkan terobosan “gila” seperti abduksi. Karenanya, untuk mendapatkan akselerasi pemahaman yang komprehensif terhadap alam semesta Einstein menggunakan imajinasinya dan menciptakan interplay antara logika (deduksi-induksi) dan angka di dalamnya.

Hasilnya, pada tahun 1916 Einstein mempublikasikan format definitif dari teori gravitasinya yang disebut General Theory of Relativity (GTR). Melalui GTR, Einstein menggambarkan garis besar dari bagaimana segala sesuatu dalam alam semesta bergerak di bawah pengaruh gravitasi, lengkap dengan detail matematis yang intinya tertuang dalam Einstein Field Equation. Setiap beberapa tahun, para ilmuwan merancang eksperimen dengan presisi yang meningkat khusus untuk menguji teori ini dan hanya mendapatkan teori ini semakin akurat. Einstein juga mengajukan tiga tes falsifikasi yang disebut ‘tes klasik’ bagi GTR, salah satunya: bahwa seharusnya lintasan cahaya setelah melewati bagian pinggir matahari akan berbelok ke arah dalam. Bila itu tidak terjadi, maka seluruh ide GTR runtuh. Hal ini terkonfirmasi pada tahun 1919 melalui pengamatan gerhana matahari total, dan Einsten menjadi orang pertama yang mampu memberikan ukuran paling akurat dari tikungan lintasan tersebut, 1,75 arcseconds. Kalau tidak terbayangkan, cobalah untuk mengingat tendangan bebas David Beckham yang melengkung melewati sisi kanan pagar betis, bolanya adalah cahaya, pagar betisnya adalah matahari. GTR adalah ide paling brilian dalam dunia sains.

Menurut Einstein, waktu bukanlah konstanta yang bergerak stabil dari detik ke detik. Namun, waktu adalah sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan dengan ruang sehingga disebut ruang-waktu (spacetime). Karenanya, waktu di satu tempat dengan tempat lainnya menjadi relatif. Misalnya dalam GPS, menurut GTR jarum detik pada satelit GPS bergerak lebih cepat daripada jarum detik di bumi, sehingga secara berkala perbedaan tersebut harus dikoreksi. Tanpa GTR, Google Maps tidak akan mampu mengantarkan penggunanya sampai tujuan.

Kesatuan ruang-waktu bisa diibaratkan seperti bentangan kain trampolin. Energi (misalnya cahaya) dan materi (sesuatu yang memiliki massa) seperti planet atau matahari, memiliki pengaruh pada ruang-waktu seperti pengaruh bola boling yang diletakkan di atas kain trampolin. Kain itu tentunya akan melengkung mengikuti bentuk bola boling. Itulah gravitasi menurut GTR, kurva dari ruang-waktu yang terbentuk oleh pengaruh dari energi dan materi. Tes falsifikasi lintasan cahaya yang dibahas sebelumnya mengikuti lintasan kurva dari ruang-waktu tersebut. John Archibald Wheeler merangkum fenomena ini dengan sangat efisien: “Materi [dan energi] mengatur bagaimana ruang-waktu harus berkurva, ruang-waktu mengatur bagaimana materi [dan energi] harus bergerak.”.

Imajinasi Einstein yang melahirkan GTR memang memenuhi keterukuran matematis serta tes falsikasi, tapi yang paling menakjubkan adalah demonstrasinya yang terjadi pada tahun 2016. Di tahun itu, LIGO (Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory)—dua laboratorium besar di Washington dan Louisiana, Amerika Serikat, yang dibangun khusus untuk mengonfirmasi nubuat Einstein—mendeteksi gelombang gravitasi yang sudah diprediksi melalui GTR pada tahun 1916.

Gelombang gravitasi? Ya. Untuk sementara, bayangkanlah ruang-waktu sebagai permukaan danau dengan air yang sangat tenang. Bila sebuah batu dijatuhkan dari atas permukaannya, maka pada permukaan air tersebut akan muncul riak atau gelombang-gelombang berbentuk lingkaran yang merambat dan menjauhi titik di mana batu tersebut dijatuhkan. Einstein memprediksikan bahwa seperti batu yang dijatuhkan itu, dua blackhole yang bertabrakan lalu bergabung menjadi satu akan menghasilkan efek serupa, dalam bentuk lingkaran gelombang gravitasi yang bergerak merambat dan menjauh dengan kecepatan cahaya (299.792.458 meter per detik) dari titik di mana dua blackhole tersebut bertabrakan. Serius, manusia aneh macam apa yang berimajinasi seperti ini?

Tapi, persis ‘gelombang gravitasi’ itulah yang terdeteksi oleh LIGO. Gelombang gravitasi itu muncul dari tabrakan antara dua blackhole yang terjadi 1,3 miliar tahun yang lalu. Saat itu terjadi, bumi baru dihuni oleh organisme dengan sel tunggal yang sederhana. Sementara gelombang gravitasi itu merambat dan menyebar ke seluruh penjuru alam semesta, bumi ber-evolusi, menghasilkan berbagai makhluk hidup seperti tumbuhan, dinosaurus, dan mamalia dengan salah satu cabangnya yang disebut primata. Salah satu cabang dari primata ini kemudian mengalami mutasi genetik yang menghasilkan kemampuan berbahasa. Cabang itu—homo sapiens—mengalami revolusi kognitif yang mempercepat kemunculan revolusi agrikultur dan  mengalami revolusi saintifik yang mempercepat kemunculan revolusi industri. Kemudian pada tahun 1916, salah satu dari homo sapiens bernama Albert Einstein menciptakan General Theory of Relativity dari kepalanya, dan memprediksikan keberadaan dari gelombang gravitasi. Hampir seratus tahun kemudian, laboratorium dengan teknologi yang mampu mendeteksi gelombang itu beroperasi untuk mengonfirmasi nubuat Einstein yang saat itu sudah wafat, dikremasi, ditebar abu jasadnya di sekitar halaman Institute for Advanced Study di Princeton, dan diawetkan otaknya sehingga sekarang dapat dikunjungi di Mütter Museum di Pennsylvania. Tepat satu abad setelah tahun 1916, gelombang gravitasi yang sudah melakukan perjalanan melelahkan dengan kecepatan cahaya selama 1,3 miliar tahun itu tiba, membasuh bumi, terdeteksi, menjadi bukti prediksi profetik Einstein.

Einstein memang bukan manusia sembarangan.

Bila diformulasikan, maka persamaan pengetahuan dalam konteks natural sciences dapat disederhanakan sebagai berikut: Pengetahuan = Logika x Imajinasi x Angka. Untuk menghasilkan pengetahuan baru, setiap imajinasi yang paling mungkin dinalar oleh logika harus dapat diterjemahkan ke dalam angka melalui proses matematis. Operasi perkalian dipilih karena bila seseorang mengajukan lima imajinasi dan memiliki nilai benar dalam logika (sehingga dikalikan satu) maka dia berpotensi menghasilkan lima pengetahuan baru, namun bila tidak mampu dibuktikan dengan angka secara matematis maka ia dikalikan nol sehingga hasilnya menjadi nihil. Imajinasi dapat membantu manusia memahami realita. Sebelum pengetahuan berkembang pesat, imajinasi menjadi kerangka bagi manusia untuk menemukan pengetahuan dan memahami realita. Seperti yang pernah dikatakan Einstein: “Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan itu terbatas. Imajinasi mengelilingi semesta.”.


***

#yang mereka lakukan hanya mencontek dengan lebih jahat, destruktif dan tak malu#

Entah sejak kapan. Sungguh, "menjadi revolusioner adalah kutukan alam raya untuk segera menjadi pahlawan. Sebaliknya, menjadi elite Indonesia adalah kutukan menjadi pengkhianat bangsa."

Beberapa pengkhianat itulah yang kini sedang berkuasa dan KKN di mana saja dan kapan saja.

Mereka menghapus ingatan sejarah besar peradaban Nusantara; dunia Atlantik; sorga di Timur; negeri Atas Angin.

Dengan sengaja, mereka menggiring sejarah Indonesia sebagai bagian kecil dari sejarah dunia (we part of them).

Para pemimpin kita pasca Bung Karno dan Pak Harto berlagak seperti para tetua pikun. Bukan kaum tua suci yang mengerti bahwa Nusantara adalah arus besar yang mereplika dunia.

Padahal, jalur-jalur perdagangan dan pelayaran dunia adalah jalur nenek moyang kita. Saat dunia lain belajar merangkak, kita sudah berlari mengajarkan modal emas sebagai model mengelola perekonomian dunia dan negara.

Saat dunia lain belajar memasak, kita sudah mengekspor ramuan rempah-herbal sebagai cara menikmati dunia. Saat negara lain belajar membuat pintu rumah, kita sudah ajarkan membuat keajaiban dunia; tempat bertemunya rumah ibadah, pariwisata, kuliner, fashion dan olahraga. Itulah candi-candi yang tersebar di seantero nusantara.

Dan, bukankah kuil-kuil negara lain hanya kopi candi-candi Nusantara? Siapa bisa menyangkalnya.

Tapi kini mengapa kita jalan merangkak dan menjadi tukang cuci sempak-sempak mereka?

Sebab di tangan pengkhianat dan ceculun begundal itulah kita langgeng jadi budak. Budaknya bangsa-bangsa yang kerjanya tertawa mengekspor babu tiap waktu untuk diperkosa.

Mereka merubah "jalur emas, jalur rempah dan jalur pengetahuan" menjadi "jalur sutra, jalur segitiga setan (WTO, WB, IMF) dan jalur pasar neoliberal."

Mari kita lihat. Tahun 2014 saja kita menghasilkan 105 ton emas. Sebab Indonesia saat ini memiliki cadangan emas sebanyak 9.000 ton, terbesar di dunia walau dikuasai asing. Berikut peta seantero tambang emas Indonesia: 1. Mimika (Papua), 2. Cikotok (Jawa Barat), 3. Bengkalis (Riau), 4. Tanggamus (Lampung), 5. Bombana (Sulawesi Tenggara), 6. Rejang Lebong (Bengkulu), 7. Bolaang Mangondow (Sulawesi Utara), 8. Logas (Riau), 9. Sarolangun (Jambi), 10. Merangin (Jambi), 11. Meuleboh (Aceh), 12. Monterado (Kalimantan Barat), 13. Malinau (Kalimantan Timur), 14. Kotabaru (Kalimantan Selatan), 15. Kapuas (Kalimantan Tengah), 16. Banyuwangi (Jawa Timur).

Dari beberapa tempat penghasil emas tersebut, Grasberg atau PT Freeport adalah salah satu pertambangan emas terbesar di dunia. Mereka punya cadangan emas hampir 150 juta troy ounces.

Kalau dirupiahkan, cadangan emas ini nilainya setara Rp 11.200 triliun. Mereka memproduksi hampir 1,440 juta troy ounces dan 2,35 miliar ton material bijih pertahun.

Jadi, jika ada berita emas di Amerika dan negara-negara Eropa, sesungguhnya itu emas dari rampokan Nusantara.

Sayang, saat emas-emas itu mengalami asingisasi maka rempah mengalami asengisasi. Padahal manusia Cina, Eropa dan dunia tak bisa jadi manusia kecuali mereka mengkonsumsi cengkeh, pala, barus, manisan, mrica, kopra dll sejak 1700 SM.

Jalur rempah (spice route) hari ini dirubah dengan drastis jadi jalur sutra (silk road) ala Cina.

Padahal, praktis ada lebih dari 19 kota dan 190 kapal yang disumbangkan Indonesia ke dunia. Lebih dari 200.000 Triliun yang sudah kita sumbangkan ke dunia.

Inilah drama tragis kolonialisme yang kini dihapus dengan isu ecek-ecak di semua media, kampus dan rumah ibadah.

Lewat jalur segitiga setan, kini model, modal dan modul pembangunan kita bertumpu pada pertumbuhan, urban, utang dan anti kebijakan dan kebijaksanaan lokal.

Lewat jalur pasar neoliberal, kini istana hanya berisi orang-orang berpikir ekonometrika serta para penyembah kurs bebas dan kantong bolong.

Singkatnya, metoda Atlantis terhapuskan. Manusia nusantara absen. Kurikulum pancasila mati dan mental merdeka sudah tak ada. Arus balik dari pembuat jalur-jalur dunia menjadi pembebek dunia terjadi secara akut. Emas habis. Rempah punah. Manusia membudak binasa.

Wahai generasi atlantik, bangkitlah. Sebab menjadi revolusioner adalah menulis sejarah sendiri. Bukan pikun apalagi mati. Kinilah saatnya kita menegakkan sallus populi suprema lex esto.

Sebab tanpa sejahtera, apa artinya merdeka? Inilah saatnya kita berkata "they part of us" seperti buku-buku para pendiri republik yang sudah kuwakafkan pada kalian.

Kawan, tahukah kenapa ayat pertama memerintahkan manusia membaca? "Sebab kemiskinan, kebodohan dan kekalahan harus diobati dengan ilmu pengetahuan luas dan dalam, bukan hanya iman."

Betapa banyak orang beriman tetap miskin, bodoh dan kalah adalah karena ia tak berilmu. Iman tanpa ilmu adalah kegelapan: miskin, bodoh dan kalah."

Nah, kalau itu digunakan sebagai "analisa" maka akan ketahuan di mana posisi kita. Apakah hanya punya iman, punya ilmu atau punya keduanya.

Bacalah. Tulislah. Sebab tulisan mampu menembus sejuta kepala dan melampai zaman. Revolusilah. Rebut jalur rempah dunia. Martabatkan nusantara. Jadilah manusia atlantik, insan pancasila dan Indonesia seutuhnya.

***