Cerbung#1 "KITAB KESEDIHAN-KEPILUAN" - Yudhie Haryono


Kiyamat. Waktu itu 2004. Aku terbangun. Sekitarnya putih. Terdengar suara, "alhamdulillah." Aku bengong. Bingung. Tidak tahu di mana, sedang apa, kenapa dan bersama siapa. Semua tetap terlihat memutih, juga manusia-manusianya.

Tetapi, aku tak ingat apa-apa. Tak ingat!

Hidupku yang kedua dimulai dari sini. Barangkali di tengah telaga yang dalam sekali. Aku mencari bapak-ibu, tak ada. Aku mencari kakak, tak ketemu. Yang ada dan tersisa hanya butiran cinta, para perawat dan dokter yang juga sedih dan tak lebih bahagia dariku. Dalam bermilyard sepi ini, nalarku jomplang bergumam semoga kehidupan yang pilu ini bukan jadi mimpi di atas mimpi.

Lewat media dan cerita orang tua, aku telah mendengarkan cerita berbagai musibah dan petaka yang meluluhlantakkan harta benda, melayangkan jiwa-jiwa manusia, menghilangkan keamanan dan ketenangan, mencentangperenangkan kegembiraan, serta berakhir dengan kepiluan, ratap tangis, duka, dan nestapa. Prahara musibah dan petaka telah mendera umat-umat sebelum kita.

Tetapi yang kualami, adalah super tragedi; puncak-puncak kepiluan; hilir dari paria; ujung terjauh dari bertrilyun kepedihan. Ya. Banjir menggulung semua, menghancurkan semua, membunuh segalanya. Tanpa sisa. Sebab, yang tersisa hanya saya.

Kami tersapu tsunami Aceh Desember 2004 (bahasa Jepang: tsu=pelabuhan, nami=gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan"). Sebab tsunami adalah perpindahan badan air yang disebakan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut.

Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500–1000 km per jam.

Semua keluargaku meninggal. Sebelas dari saudara dekat menghadap Ilahi atas peristiwa tersebut. Kami juga kehilangan rumah dan semua harta benda. Saat itu hanya pakaian yang melekat di badan, harta satu-satunya.

Bagaimana masa depanku dan masa depan nyawa-nyawa yang tersisa? Inilah problem terbesarnya.

***

0 comments:

Post a Comment