THE THEORY OF EVERYTHING - Yudhie Haryono


Bila waktu revolusi telah datang, tentu mukjizat tak kan pergi. Terimakasih karena revolusi telah memberikan bakti dan persahabatan plus penyelamatan. Semoga alam raya memudahkan jalan bagi Indonesia meraih keadilan dan kemakmuran. Aamiin.

Izinkan kubertanya. Adakah yang bisa menjelaskan seluruh peristiwa di Indonesia? Ada. Apakah itu? Mari kita cermati satu demi satu. Semoga ketemu. Aamiin.

Selama bertahun-tahun membaca, melakukan penelitian dan mempublikasikannya, saya telah melakukan eksperimen dengan akurasi dan proyeksi yang luar biasa hampir sampai pada setiap kesimpulan untuk mencari tahu "apa penyebab utama negara kita jalan di tempat."

Tentu, ikhtiar ini sambil menyadari bahwa di planet ini, tidak ada negara yang persis sama, nasib dan sejarahnya. Arsitekturnya beraneka rupa. Ada negara yang berpenghuni warga bodoh sehingga tak mampu mengatasi problemnya.

Ada negara yang berpenghuni warga cerdas tetapi ribut dan konflik internal secara terus menerus. Ada juga yang penghuninya heterogen tetapi mendapati bencana alam dan penjajahan sehingga multifokus dan gagal menyelesaikan problemanya.

Karenanya, teori segala hal ikhwal untuk tiap negara juga berbeda-beda. Demikian pula Indonesia. Jika sama, kita tinggal kopi paste saja.

Di Indonesia, pencarian teori hal ikhwal ini saya mulai dengan menggeluti diskursus agama. Tesisnya, "karena ini bangsa muslim maka menyelesaikan problema Islam adalah menyelesaikan problema Indonesia."

Tentu, ada banyak definisi tentangnya. Hipotesaku berikutnya adalah, agama merupakan seperangkat metoda memahami masa lalu, masa kini dan masa depan secara seimbang. Bukan tujuan dan akhir dari segala. Sebab itu banyak orang beragama tersesat dan banyak orang tak beragama justru selamat. Siapakah orang beragama yang tersesat? Yaitu orang-orang yang menjawab problem hari ini hanya dengan kaidah masa lalu. Akhirnya masa lalu membunuh masa kini dan mengaborsi masa depan. Bagi mereka, agama adalah tujuan.

Term kembali ke kitab (alquran dan sunnah) maupun term kembali ke masa sahabat (salafi) adalah metoda  membunuh hari ini dan mengaborsi masa depan. Mereka lupa bahwa masa lalu adalah akar (pra sejarah), masa kini adalah batang (sejarah) dan masa depan adalah regenerasi (pasca sejarah).

Tanpa masa kini dan masa depan, agama adalah hantu-hantu keluh-kesah dan ilusi jahiliyah. Itulah penjelasan mengapa ummat islam (dan agama lain di indonesia) hari ini dan ke depan kalah: jadi budak ummat lain dan jongos negara tetangga. Tanpa usaha menempatkan agama sebagai alat untuk memahami 3 masa, jangan harap diri kita dan bangsa ini punya drajat dan martabat.

Dalam posisi ini, saya menulis banyak buku. Bahkan menyumbang satu teori baru. Namanya psikohermeneutika. Tetapi, makin lama saya tahu, diskursus agama itu penting tapi bukan yang terpenting, bahkan pariferal dan segmented.

Selanjutnya, saya mengarungi diskursus ekopol yang luas dan menantang. Setidaknya, saya menemukan dua sistem ekonomi besar yang bertempur: yakni sistem ekonomi pasar (neoliberal) dan sistem ekonomi terencana dan terkelola (pancasila). Keduanya dikerjakan dan dipilih oleh masing-masing rezim dengan melihat kondisi sosial ekonominya.

Dalam posisi ini, saya menulis banyak buku. Bahkan menyumbang satu teori baru. Namanya triasekonomika. Tetapi, makin lama saya tahu, diskursus ekopol itu penting tapi bukan yang paling penting. Diskursus ini hanya mampu menjelaskan satu dua hal saja dan mampu menyelesaikan satu dua persoalan Indonesia.

Sampailah pengembaraan intelektual saya ke dalam diskursus mental. Inilah problem utama dan terbesar bangsa dan negara kita. Mental/karakter adalah segala hal yang berhubungan dengan jiwa, batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badani atau konstruksi.

Secara etimologi “character” berasal dari bahasa Latin yang berarti instrument of narking. Bahasa Prancisnya “charessein” berarti to engrove (mengukir). Bahasa jawanya “watek” berarti ciri-wanci. Bahasa Indonesianya “watak” berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku; budi pekerti; tabiat; perangai.

Secara harfiah, mental atau karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama, atau reputasi seseorang. Dalam psikologi dinyatakan bahwa mental atau karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moralnya. Karenanya, mental is not taught but caught. Terlebih, "when wealth is lost, nothing is lost; when health is lost, something is lost; when character (mental) is lost, all is lost."

Atas argumen tersebut, kita harus mencetak dan mentradisikan mental Pancasila yang berlandaskan pada lima dasar statis bersendi empat dasar dinamis sehingga tercipta semangat merdeka, berhukum, berkonstitusi, berpemerataan, bernalar, bersetara, berheterogen, berprestasi, berkebebasan, berkedaulatan, bermandiri, bermodern, berkemajuan dan bermartabatif.

Mental Pancasila dengan demikian adalah anti mayorokrasi (diktator mayoritas) dan anti minorokrasi (diktator minoritas). Anti liberalisme (neoliberal) dan anti komunisme (fasis-feodalis). Mental ini bersemayam dalam sosialisme, humanisme dan multikulturalisme yang stabil dan berkelanjutan.

Mental yang revolusioner ini bermata ganda:

  1. Ke luar untuk menghapuskan imperialisme, fundamentalisme dan oligarkisme;
  2. Ke dalam harus membabat habis feodalisme, fasisme dan kartelisme.

Teori mental (konstitusional) inilah menurut saya sebagai the theory of everything untuk Indonesia yang jelas, kuat dan argumentatif. Dengan menyelesaikan problema mental kita, saya yakin, 99% problema Indonesia dapat diselesaikan.

***

0 comments:

Post a Comment