KEMAKMURAN YANG HILANG - Yudhie Haryono



Di manakah kini kemakmuran bersama berada? Tidak mudah menjawabnya. Sebab makmur adalah suatu keadaan di mana kita dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier dengan mudah.

Kemakmuran juga berarti mendapatkan semua kebutuhan-kebutuhan tersebut tanpa adanya tekanan dan kesulitan yang amat sangat. Dan, pelakunya mampu mengatur keadaan finansial, waktu dan tenaganya dengan ceria.

Selain itu, pelaku dapat dikatakan makmur jika memiliki waktu untuk bersosialisasi, menjalankan hobi dan rekreasi. Di sini, penggunaan ilmu ekonomi yang tepat dapat membantu mencapai kemakmuran sehingga semua kebutuhan tercapai dan termiliki.

Jika hidup makmur, maka kita akan lebih mudah dalam meraih kebahagiaan dan kesenangan hidup di masa kini dan mendatang.

Dalam kemiskinan purba yang belum terpecahkan solusinya, kita perlu terus mencari jalan keluarnya. Dalam ilusi kemakmuran yang belum merealitas, kita harus optimis bekerja. Sebab, kalian datang dari masa lalu. Aku datang dari masa depan. Bertemu kita membentuk peradaban.

Kita tahu, adab adalah aturan, nilai, tradisi dan konsensus yang idealistik. Dus, di sini perlu kerelaan berbagi, berkomunikasi dan berkomitmen. Agar tensi lembut dan resonansi indah dihayati. Agar lagu makin merdu dan tembang-tembang mewaraskan kehidupan.

Agar ide-gagasan cerdas menjadi keseharian. Dan, para jenius memimpin dengan hikmah yang bajik untuk menghasilkan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang mentradisikan keadilan-kesejahteraan-kemakmuran-kebahagiaan.

Inilah nantinya yang kita sebut Indonesia baru. Inilah yang akan terjadi. Inilah kita dan kami yang sebentar lagi hadir. Satu kehadiran yang di dalam republik Indonesia yang berideologi Pancasila akan tertradisikan insan cerdas yang ramah pada agama publik yang multikultural.

Dan, dalam agama publik yang multikultural terdapat ilmu pengetahuan yang mencerahkan. Serta, dalam ilmu pengetahuan yang mencerahkan terdapat mental merdeka, mandiri, modern dan martabatif. Inilah mental konstitusional yang anti kolonial.

Tentu saja, mental ini bekerja menghancurkan warisan penjajahan: oligarkis, kleptokratis, kartelis, fundamentalis, fasis dan predatoris. Tentu saja, mental ini bekerja mentradisikan warisan para pahlawan pendiri republik: berspiritualitas, berkemanusiaan, berpersatuan, bergotong-royong dan berkeadilan.

Adakah kita sudah sampai ke sana? Segera! Sebab, aku yang memimpinnya. Menyitir sastrawan besar Kahlil Ghibran, “suara kehidupanku memang tak akan mampu menjangkau telinga kehidupanmu; tapi marilah kita coba saling bicara barangkali dapat mengusir kesepian dan kejahiliyahan yang bertalu-talu.”

Seperti musium-musium tua yang purba, aku pasti setia dengan cita-cita menaklukan dunia. Memastikan keadilan semesta.

***

0 comments:

Post a Comment