Cerpen Kamis, HARI YANG TAK DITUNGGU - Yudhie Haryono



Semalem hujan. Seperti air matamu yang tumpah ruah. Engkau memang tak pernah ikhlas hingga lelah. Menangis menunggu tehaer tak sudah-sudah. Tetapi yang didapat hanya ucapan maaf dan keluh kesah. Gaji ke-13 juga baru iklan. Selebihnya harapan-harapan entah.

Kau tak tahu filsafat bumi. Bahwa tangan di atas itu pemulia semesta. Penjaga marwah dan martabat manusia. Persis sikap mental Atlantik: they part of us. Atau minimal seperti karakter Nusantara: we live together.

Yang jelas bukan bak potret Indonesia: we part of them. Ya. Kamu memang indonesia banget. Senang mencari dan menemukan kesalahan sesama, pura-pura minta maaf padahal hatinya puas mentertawa sedikit memanipulasi.

Tentu saja menjadi sulit berkata-kata, "the best revenge for the people who have insulted you is the success that you can show them later."

Itu semua karena kau tak mengawini buku-buku. Dalam buku-buku yang mencerdaskan dapat kita temukan kalimat, "jika pemerintah sudah tak mampu melaksanakan tugas konstitusional dengan memberikan subsidi, itu artinya negara bangkrut." Lah makanya ngemis utang ke mana-mana kini. Jebule bangkrut.

Agar kau tahu. Semalam, aku mendapat tausiyah dari staf kantor tentang hadis di bawah ini. Tetapi aku tidak percaya subtansi kalimat bisa terjadi di Indonesia. Yakin tak ada kisah ini di buku, jurnal dan televisinya Indonesia.

"Barangsiapa berusaha melepaskan kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah Ta'ala akan melapangkannya dari kesusahan di hari kiamat. Dan, barangsiapa berusaha memberi kemudahan bagi orang mukmin yang kesusahan, maka Allah Ta'ala akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat" (HR. Muslim).

Kini, menemanimu menunggu hari yang tak ditunggu, aku sudah sampai hamzah umur jiwaku. So, kuucap sampai ketemu di altar tuhan yaaaa. Sebab mati itu kenikmatan yang tak tertandingi, tak tertolak, terbukti tak ada yang kembali.

Aku tak mau hidup sampai kiyamat. Saat gunung-gunung yang kukuh terpancang diterbangkan, luluh lantak menerjang. Saat gedung-gedung pencakar langit yang tinggi menjulang, hari itu akan ditumbangkan. Pukang lantang, patah arang. Saat cinta tak lagi bermakna. Saat uang tiada guna. Saat kuasa tak ada manfaatnya. Saat kerinduan hanya tinggal kerinduan. Saat semua manusia berat melangkah menanggung beban.

Tentu, aku berharap engkaulah Tuhan yang esa. Pengabul segala pinta. Pelindung segala duka. Penjawab segala resah. Maka, biarkan diriku memujamu hingga ujung waktu. Biarkan aku jadi hambamu yang utuh dan weruh.

Sedang bagimu kekasihku, jika nanti kusanding dirimu, kuajari kamu menulis kritis. Studi nusantara. Hingga kamu miliki aku dengan segala kelemahanku. Bukan senang karena materi saja. Atau uang belaka. Sebab, bila nanti engkau di sampingku, aku tak pernah letih tuk mencintaimu. Hingga kiyamat tiba. Bukan hari esok yang kismin dan paria. Hari fitri yang tak kita tunggu bersama karena para kolega yang khianat tak putus-putus.

Atlantik: they part of us. Nusantara: we live together. Indonesia: we part of them. And, the best revenge for the people who have insulted you is the success that you can show them later.

Jika pemerintah sudah tak mampu melaksanakan tugas konstitusional dengan memberikan subsidi, itu artinya negara bangkrut!

Kawan, aku mendapat tausiyah dari staf kantor tentang hadis di bawah ini. Tetapi aku tidak percaya subtansi kalimat ini bisa terjadi di Indonesia.

"Barangsiapa berusaha melepaskan kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah Ta'ala akan melapangkannya dari kesusahan di hari kiamat. Dan, barangsiapa berusaha memberi kemudahan bagi orang mukmin yang kesusahan, maka Allah Ta'ala akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat" (HR. Muslim).

Kini sudah sampai hamzah umurku. Sampai ketemu di altar Tuhan yaaaa.

***

0 comments:

Post a Comment