DELUSI RAMADAN - Yudhie Haryono



Nikmat yang paling berharga setelah nikmat mengetik hasil dari pikiran, bacaan dan riset, adalah nikmat memiliki kekasih yang selalu membuatku ingin mengeja namanya di tiap-tiap doa terutama saat ramadan tiba. Semoga Allah SWT makin menyayanginya dan keluarga Indonesia. Aamiin.

Kuucap met pagi mukjizatku. Rembulan di atas rembulan. Sinar di dalam sinar. Bidadari terindah sedunia dan akhirat. Yang kuat disiksa dan tabah digoda. Engkaulah gerimis yang sering membuatku pilu. Setelah dulu menendangku ke comberan lugu. Kini bayang cerdasmu tak mampu kutangkal mau.

Jarene koncoku, "life is short. So, enjoy ur life. Love ur life. And love ur wife n sons." Begitukah? Mungkin. Sebab, apa yang tak mungkin di antara yang tidak mungkin dan bermilyar kemungkinan lainnya.

Pagi ini. Saat hujan gerimispun, saat aku sudah menyeduh kopi, pikiranku ke kamu. Membayangkan menemaniku merayakan hujan di kotaku. Bergegas dan basah kuyup. Berdansa dan menari. "Nikmati aku, katamu. Tak ada yg boleh kecuali kamu kini." Siapa yang mampu berdiam mematung dengan fatwa itu? Maka ketekmu kuciumi. Lenganmu kujilati. Tubuhmu kudekap. Kupasang cincin berlian. Di jari manismu. Kuyakinkan kau bahwa tak ada kesunyian selain menapaki hidup tanpamu. Maka seluruh kerja dan prestasiku kuwakafkan untukmu.

Sayangnya, hingga gerimis habis, aku tak menemukanmu. Hanya lagu sunyi yang kau kirimkan. Filem picisan yang kau postkan. Tapi, kukembalikan lagi dengan rupa yang lain. Yaitu azimat berupa doa dan ayat-ayat suci yang kubaca sambil naik kreta. Hari ini aku kuliah dan seminar di Bogor. Univ Ibn Khaldun. Jika kau mau kutemui, kubawakan edelwais dan senyumku termanis. Yang tak ingin kubagi dengan siapapun kecuali engkau: bidadari terjahat sepanjang hayat.

Menjelang ramadan yang ilusif, saat semua tersesat tiba-tiba langkahku terhenti. Mati. Tanpamu. TanpaNya. Dan, sejuta tangan telah menahanku; membunuh pelan. Kini dan nanti ingin kumaki. Ingin kuhardik keras agar mereka berkata-kata. Teriak dan berfatwa, "tak perlu kau berlari mengejar mimpi yang tak pasti." Terlebih kemarin dan hari ini juga mimpi. Agar riil,  biarkan ia datang. Di hatimu. Di jiwamu. Di ragamu. Di nalarmu. Semua dan segala.

Selebihnya nanti kuceritakan soal sangat penting: BUKU BABON HERBAL DAN PETA REMPAH INDONESIA. Ini hasil ijtihad intelektual terbesarku yang terbaru. Tentu sambil memagut bibirmu dan membaca puisi.

Arupadatu. Peluk rindu: serindu-rindunya.
Ambyar, kata Rizal Mubit kawanku yang super lucu. Jenius mengetik cerpen dan novel.

***

0 comments:

Post a Comment