Cerpen Senin, "ASMAI DAN REL KERETA API" - Yudhie Haryono



Tiba-tiba ia berkata dengan kelembutan tiada tara, "banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupan kita, tetapi hanya sahabat bijak yang akan meninggalkan jejak ingatan yang tercetak di dalam hati." Selalu begitu setiap bertemu. Selalu ada falsafah terdalam sebagai hadiah. Ia memang ustadzah. Guru tanpa tanda jasa. Seperti rel kereta yang setia diinjak per menit oleh penumpang kreta dan para pencari tuhan.

Aku tak akan lupa pesannya seribu tahun lalu saat kami meninggalkan kampus tua kumuh penuh cerita-cerita lucu. Kampus produsen pengangguran dan kecemasan kehidupan. "Untuk berdialog dengan nasibmu, gunakan pikiranmu. Tetapi untuk berdialog dengan sesama manusia, gunakan jiwamu." Dahsyat bukan?

Coba kita cek ketikan-ketikan lainnya. Satu hipotesa yang tak biasa. "Di negara ini, kita selalu mencari sesuatu yang telah pergi. Kita berbagi dan mencari kesalahan orang yang kita benci. Kita lupa dan mencari sesuatu yang tak kembali. Kita berkeluh kesah mencari hati yang kita buang. Kita kini saling memaki. Kita kini berternak kebencian tanpa dipikirkan." Kitakah kini yang bangga sebagai pewaris nabi?

Tentu bukan. Sebab pewaris nabi itu idealis dan lurus. Mirip rel kreta. Kalian tahu berapa panjang keseluruhan jalur kereta api di Indonesia? Catatan PT KAI adalah 7.777.40 kilometer. Sayangnya yang 3.708 kilometer telah ditutup, sebagian besarnya adalah jalur cabang yang dianggap tidak menguntungkan bila tetap dipergunakan.

Saat ini, pemerintah sedang melakukan pembangunan jalur ganda di pulau Jawa. Program ini akan selesai tahun 2025. Jalur yang sudah diselesaikan adalah Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya, Cikampek-Purwakarta, Purwokerto-Cirebon, dan Kutoarjo-Yogyakarta-Surakarta. Pada saat ini jalur Kutoarjo-Karanganyar-Kroya, Surakarta-Madiun dan Kroya-Purwokerto sedang dikerjakan. Sayangnya kini bisnis kreta api sudah diswastanisasi. Pasti nanti mahal harga karcis kretanya. Kini saja sudah terasa.

Kalian tahu soal-soal swastanisasi? Kata tuan Suroto Ph yang jenius itu, "setiap jengkal tanah airmu adalah milik segelintir konglomerat yang dilindungi pemerintah." Ngeri yah? Pemerintahnya jadi satpam konglo. Presidennya penjaga villa kaum kaya, jangan-jangan. Husss. Entahlah.

Selebihnya, "di negara penghasil mata air terbaik di dunia, kini--karena ketulian pemimpinnya--yang didapatkan warga negaranya hanya air mata. Mereka masuk neraka di tanah sorga," tulis Yudi Latif Dua yang kini menjadi guru bangsa, ahli Pancasila.

Itulah. Selain itu, kisah rel kereta memang setia. Lurus, kuat dan tak berkhianat pada penggunanya. Maka, menjadi temannya adalah menjadi juru warta. Tak ada pertemuan tanpa petuah; tanpa nasihat; tanpa kedalaman dan filosofi kalimat. Ialah asmai, perempuan pemintal sejarah asal ngawi yang tak perduli sesaji. Waktunya habis buat mengaji.

***

0 comments:

Post a Comment