RAKYAT MENGANTRI MATI - Yudhie Haryono


Di republik ini, hidup sendirian, terasa sepi. Hidup bersama, diajak korupsi. Di negeri ini, hidup beragama, dikubuli. Hidup ateis, ditimpuki. Di bangsa ini, hidup cerdas, dimusuhi. Hidup bodoh, dikadali.

Banyak orang lahir berwajah manyun bernasib presiden; berwajah nabi bertakdir penjara; berwajah putri berpangkat jelantah. Kok tak kami temukan lagi kewarasan-kenalaran pada umumnya?

Menerima. Ya. Pagi itu, hari Minggu saat gerimis bertalu-talu. Pak erwe kirim berita duka nestapa. Kita punya tetangga mati sendirian. Saat empat istri dan tiga anaknya tak sudi mengurusnya. Sebab musababnya katanya karena si mayit pindah agama. Kufur kata kawan agama lama. Muallaf kata kawan agama baru. Dalam tragedi tetanggaku, agama jadi berhala. Padahal, tuhan tokh cuma konsep bahasa.

Tak percaya? Sok kita lihat. Saat seseorang beragama A maka tuhannya A. Saat ia pindah ke agama B maka tuhannya menjadi B. Saat ia pindah lagi ke agama C maka tuhannya menjadi C. Sebab, konsep tuhan ada dalam masing-masing agama dan berbeda. Maka, tuhan hanya konsep. Kok manusia sering bertengkar dan berkelahi hanya untuk konsep?

Sorenya. Ya. Sorenya ketika si mayit dan kita bingung mau bagaimana, adikku mengirim berita: tentang lahirnya anak mereka yang kedua. Perempuan jenis kelamin bayinya. Amazonk. Di sini orang antri masuk kuburan, di sana orang datang antri hidup di dunia.

Ini amazonk. Sebab, yang paling mungkin dikerjakan oleh warganegara di republik kodok (selain antri mati) adalah antri menjadi miskin. Kok kita berani menambah daftar waris yak? Amitabhaaaaa.

Ya. Antri dan mengantri antrean kini menjadi warisan para petinggi ngendonesiah yang luwarbiyasah. Selainnya, ciri republik kodok yang super duper keren adalah surplus tontonan (mauidah hasanah) defisit tuntunan (ahlakul karimah). Akibatnyeh yang terekam di media adalah utang makin menggunung, impor (kebutuhan pokok) makin slebor, ekspor (buruh) makin subur, ketimpangan makin keren, infrastruktur makin ngawur.

Yang lain, akyu lupa. Salam lima periodeh.

***

0 comments:

Post a Comment