REVOLUSI KAUM MUDA - Yudhie Haryono


Siapakah kini/Pahlawan hati/Pembela cinta/Sejatikan jiwa/Hancurkan KKN/Tak ada/ Betul-betul tak ada lagi.

Maka, kuberitahu satu hal sangat penting: isu korupsi (KKN) adalah isu yang kini ditunggangi neoliberal, dibiayai neoliberal dan disodorkan neoliberal. Sebab itu, isu korupsi tak pernah masuk ke tiga lini bisnis mereka:

  1. minyak dan gas
  2. alutista dan properti
  3. rezim finansial dan highjec corruption.

Karenanya, tak ada sejarah kaum tua idealis di sini. Tak ada investasi kaum tua idealis di republik ini. Jikalau republik tak menuntaskan janji Proklamasi, pastilah karena peran kaum tua yang over dosis. Kaum tua berbaju baru dan kaum muda bermental tua. Inilah biang kerok kehancuran bangsa, di luar KKN tentunya.

Kini, di atas kreta Indonesia aku menangis mengingatmu. Sebab dahulu mencarimu seperti menunggu seseorang yang sangat penting untuk jadi kawan menunggu hari kiamat.

Maka saat kau ada, kufikir aku kan mati di sisimu. Tentu setelah bercerita, belajar dan bercinta. Kini kau mendahului. Pergi sejauh-jauhnya. Tak kembali.

Saat cungkok-cungkok menari telanjang di istana. Saat semua manusia Indonesia tipu sana tipu sini. Kini tak ada lagi kiamat sebab itu mitos ciptaan manusia delusi yang mereka panggil nabi. Kini yang ada hanya kekosongan jiwa saat selainku berlomba merampok negara. Di atas kreta aku kehabisan air mata. Di atas kreta lagu tak punya kuasa. Di atas kreta aku baca para cina makin berpesta. Merampok sisa-sisa jarahan kumpeni Belanda.

Karena itu, jika kalian ingin tahu jantung Indonesia, bacalah sejarah kaum muda. Dan, di antara kaum muda Indonesia yang bintangnya menyinari persada adalah Chairil Anwar.

Kini, bulan Februari adalah bulan puisi, bulan Chairil. Maka, mengingatnya adalah menerjemahkan semangat memudakan Indonesia. Agar ceria dan semua buat semua.

Sejarah mencatat bahwa semua karyanya yang asli, modifikasi dan terjemahan dikompilasi dalam tiga buku: Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Semua karyanya berjumlah 94 yang ditemukan. Semuanya menghentak, memberontak dan menginspirasi.

Chairil adalah pejuang muda dan penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia Indonesia meraih kemerdekaan. Sebab merdeka menjadi prasyarat bagi kemandirian, kemodernan dan kemartabatifan.

Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: “Krawang-Bekasi”, yang disadurnya dari sajak “The Young Dead Soldiers”, karya Archibald MacLeish (1948).

Sajak berjudul, “Persetujuan dengan Bung Karno” adalah refleksi dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. Sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” menguatkannya sebagai sajak perjuangan.

Kalimat "Aku binatang jalang" dalam sajak Aku, adalah dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka, mandiri, modern dan martabatif.

Chairil Anwar adalah pelopor Angkatan ’45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Ia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia.

Sebagai indonesia muda, ia meninggal dalam usia muda (26 thn) karena penyakit TBC dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Tanggal meninggalnya (28/4/49) diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia: Hari Revolusi Kaum Muda.

Chairil menekuni pendidikan HIS dan MULO, walau tidak tamat. Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Ia pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat “Gelanggang” dan Gema Suasana sambil mendirikan “Gelanggang Seniman Merdeka” (1946).

Kita lihat, selama 26 tahun jiwa dan pikirannya hanya untuk Indonesia. Sebab itu, ia mati dalam keadaan miskin kapital. Tidak seperti kaum tua yang mati bengkak perut dan bengkak rekening hasil korupsi di mana-mana.

So, wahai kaum muda, berontaklah. Rebut kuasa dan sinergikan semangat Chairil dan Gie dalam diri kalian. Singkirkan kaum tua, anjing beludak asing dan aseng. Tesisnya tanpa kaum muda, tak ada Indonesia. Tanpa kaum tua, Indonesia Raya.

Wahai kaum muda. Saat kalian diam, dunia kami rentan. Tertatih. Letih. Hidup keruh; mati tak penuh. Jiwa kalian ajarkan kesunyian. Sujud kalian ajari keseriusan. Antara kesunyian dan keseriusan, kini kami hidup bersama kangen dalam kasih yang mendebarkan.

Kini. Mengunggu kalian mengkudeta kekuasaan yang dungu dan tuli. Menanti kalian revolusi total berbasis ruhani sejati.

***

0 comments:

Post a Comment