BETAPA LUCUNYA AKU - Yudhie Haryono


Neoliberalisme itu seperti api. Lahap membakar segala. Terlebih bahan kering dan menghamba. Sayangnya, aku sendirian menghadapinya. Mati dan terbakarlah aku jadi debu. Dan, engkau senyum plus tertawa!

Mestinya kita bakar jagung bersama. Lalu hitung honor dari buku-buku. Kemudian diskusi soal nobel ekonomi dan sastra. Diakhiri tidur mendengkur sebab esok mengajar dan menghadapi sidang perampokan ke-6. Tapi, engkau di mana saat aku buka puasa?

Pada dasarnya, kita menghabiskan waktu bersama-sama di semesta. Tetapi, memilih sendiri dan serakah sehingga dunia ada yang berubah: makin rusak dan terasing. Sesungguhnya, kita punya tantangan yang sama setiap generasi: memproduksi kebaikan. Tetapi itu sering jadi ilusi. Mengapa? Sebab kita defisit buku, surplus tipu-tipu.

Aku. Tukang ketik adalah orang yang tak ceria. Pemintal semesta. Sedikit teman, minus penolong. Kerana itu, betapapun tinggi prestasinya, ia tetap dibanjiri airmata. Ia punya takdir kegembiraan dan kepedihan. Ia punya sejarah ketakjuban dan keberpihakan. Selebihnya, ia menari di antara mayat hidup yang bangga dengan prestasi utang negaranya dan kedunguan pemimpinnya.

***

0 comments:

Post a Comment