LAJANG JOKONDO - Yudhie Haryono



Engkau. Ya engkau. Bukan yang lain. Perempuan terjahat yang lahir di peradaban tua. Sebab menumpuk mukjizat hanya untuk menipu dan menyiksa. Berpuluh-puluh purnama. Di antara perahu dan kupu-kupu. Di dentang sisa umurku.

Kini. Begitu banyak hal yang kualami. Bermilyar duka yang kutemui. Bertrilyun pahala kujumpai. Saat mengenalmu sejak kuliah sarjana dulu. Kurasa senang. Kurasa sedih. Kurasa sedap. Kurasa perih.

Air mata ini menyadarkanku. Bait-bait kitab suci ini membangunkan diriku. Teks-teks kuno memaksaku jadi jenius. Bahwa kau takkan pernah jadi milikku. Bahkan sekedar jadi sesuatu yang perlu dikenang. Kau mukjizat palsu. Syorga penguat luka. Pahala penajam duka. Air mata ini menyadarkanku. Keluh bibirku menakdirkanku. Kau takkan pernah menjadi milikku.

Sungguh. Tak pernah kumengerti aku segila ini. Aku sehina ini. Sejak kau tampik kaki kiriku. Sejak kau injak harga diri yang tak berharga ini. Walau sumpahku. Aku hidup untukmu. Aku mati tanpamu. Tak pernah kusadari. Aku sebodoh ini. Aku hidup untukmu. Aku mati tanpamu. Hidup dan matiku tak berurusan pagi. Tak berkorelasi denganmu.

Air mata ini menyadarkanku. Keringat dingin ini mendemamkanku. Kau takkan pernah menjadi milikku. Kau takkan pernah ada untukku. Dan, aku tetap tak mengerti betapa durhaka aku pada selainmu. Yang menungguku bagai batu dan paku. Dengan seikat mawar yang wanginya diimpor sorga. Didatangkan dari Yugoslavia.

Engkau. Ya. Engkau. Penjahat purba yang menjelma jaelangkung. Hadir tanpa kitab suci. Pergi tanpa datang bulan. Keduanya produk tuhan yang menyesatkan. Rasanya kini aku perlu mengutip Yesus yang berfatwa bahwa, "bukan cinta yang memberikan jawaban kepada kita, tapi kitalah yang harus memberikan jawaban kepada cinta." Dan, penjahat hanya punya cinta pada kejahatannya. Bukan padaku, apalagi untukmu.

Subuh. Kentutmu telah membunuh jiwaku. Sinismu telah mencabut nyawaku. Kecut aroma tubuhmu makin memusingkan kepala dan fikiranku saja. Ketikan-ketikanmu membuat muntahanku makin bau. Kok bisa, ada manusia sepertimu. Apa maksud Tuhan memberimu begitu banyak kehidupan beku? Subuh ini air mataku tumpah bertanya-tanya kembali.

***

0 comments:

Post a Comment