JATI DIRI KITA - Yudhie Haryono



Limbo. Yang lama sekarat; yang baru tak kunjung mendekat. Tetuko. Sing tuku rak teko-teko; sing teko rak tuku-tuku. Inilah buah busuk reformasi berbasis asing-aseng. Buah ini terkadang melihat keberhasilan dan kebahagian dalam pencapaian hidup selalu diukur dengan melihat ukuran bangsa lain dan pandangan orang lain. Bukan karena keberhasilan dan kebahagian yang sesuai dengan impian kita sendiri; sesuai dengan suatu hal yang membuat diri kita bahagia.

Setelah ajal mengabsen, kita baru menyadari. Sayang waktu telah lewat. Sering kali kita melupakan bahwa hidup telah digariskan oleh Tuhan melalui tanda-tanda darinya dan kita sering kali tidak peka atau tidak mau memahami dan membaca tanda-tanda yang diberikan olehNya kepada kita.

Jatidiri kita telah merdeka pada tahun empat lima. Lalu, para pewarisnya menggadaikan. Harganya murah. Pegadaiannya dimulai dari pikiran dan sekolahan.

Padahal, pikiran dan sekolahanlah yg akan pertajam kecerdasan. Piranti kecerdasan ini digunakan untuk menikam mati tepat di ulu hati para penjajah dan begundal kolonial. Itulah mengapa, hari ini dan ke depan, yg terjadi adalah "perang kecerdasan."

Ya. Perang Kecerdasan. Itulah arsitektur geopolitik mondial terbaru. Tanpa kecerdasan, warganegara hanya akan jadi buih yg berbuah kepapaan. Paria saat yg lain berkuasa.

Cara memupuk kecerdasan adalah via pendidikan. Sbb, pendidikan hakekatnya adalah mendisain masa depan; mencipta peradaban. Maka, kita sebetulnya sedang merancang masa depan; mewariskan peradaban. Di sini, kita niscaya menternakkan kurikulum yg menzaman; memenangkan pertempuran; menyempurnakan kemenangan; tentang apa yang akan diajarkan dan dididikkan kepada generasi setelah kita.

Kurikulum ini harus diajarkan di semua jenjang pendidikan: formal, informal dan nonformal. Terutama di pesantren2. Sbb, lembaga pesantren adlh simbol ketakutan pada dunia luar. Mrk menutup dan inward looking. 

Pesantren adalah simbol kekalahan dari kolonial. Mrk lari ke pedalaman dan mentradisikan akheratisme. Setelah kalah merebut dunia, mrk jumping merebut syorga.

Dus, ada jihad raksasa buat kita semua. Yaitu mematrialisasikan kurikulum postkolonial yg bertumpu pada lima hal: 
  1. Ruh al-istiqlal (freedom); 
  2. Ruh al-intiqad (criticism); 
  3. Ruh al-ibtiqaar (inovation);
  4. Ruh al-ikhtira (invention);
  5. Ruh al-idzati (interdependency).
Kurikulum postkolonial ini menyadarkan peserta didik memahami bahwa tak ada ibadah lebih besar pahalanya melebihi ibadah menyelamatkan negara. Tak ada jihad lebih mulia jejaknya melebihi jihad melawan penjajah. Tak ada cinta lebih berdentang keras luar biyasa melebihi cinta warga pada negaranya (hubul wathan minal iman).

Kurikulum dari pikiran raksasa ini disemai di sekolah-sekolah atlantik yang gigantik dan melahirkan pasukan nusantara yang berkonsolidasi dalam lima tradisi: 
  1. Merealisasikan Sekolah-sekolah Postkolonial; 
  2. Mematrialisasikan Roadmap Indonesia Cerdas dan Bermartabat; 
  3. Mereclaim the State; 
  4. Merealisasikan Janji Proklamasi; 
  5. Mentradisikan Negara Pancasila.
Ingat. Ini kerja raksasa. Perang kecerdasan. Yang cungkringan, lugu, lucu dan bodoh, makmum saja.

***

0 comments:

Post a Comment