NEGARA-BANGSAKU - Yudhie Haryono


Tanah air kita tinggal satu: tanah air riil. Sedang tanah air formal (negara) dan tanah air mental (pancasila) sudah habis oleh reformasi.

Tetapi, tanah air riil pun sudah tergadai. Bapak-bapak presiden kita adalah aktor utama penggadaian itu. Tentu dibantu oleh para Sengkuni yang selonjoran di sampingnya.

Bisakah kita temukan presiden yang mampu mengembalikan tiga tanah air itu menjadi milik bersama kembali? Aku menantang kalian menemukan sosok itu. Now!

Kepada Tuhan yang maha esa di jagad raya, alam semesta tak terhingga. Salam kangen. Engkau tahu, kangenku sudah bertumpuk-tumpuk lebih dari 30 tahun lalu. Doa rindu matiku tak putus-putus, hingga detik ini. Engkau tahu, sudah tak ada yang menarik hatiku, semua karya dan takdirMu.

Tuhan. Engkau sebenarnya tahu aku sudah putus asa. Habis sudah semua asaku. Yang tertinggal hanya doa. Itu selemah-lemah iman padaMu. Dan, aku tak tahu apa maksudMu memanjang-manjangkan umurku. Tebakanku, engkau suka bermain dadu pada mahlukMu.

Tuhan. Rasanya, sudah lebih dari 25 tahun hidupku sangat gelisah, gelap dan resah. Tak nyenyak tidur, tak nikmat makan. Memikirkan nasib warga negara miskin dan kejahatan elite plus cueknya orang-orang terkasih di sekitarku.

Tuhan. Makin ke sini, aku yakin praktek oligarki, kartel dan kleptokrasi yang predatoris akan berlangsung lama di negeriku. Dan, aku tak bisa apa-apa. Berdoapun sama saja: muspro.

Tuhan. Jika kini ada beberapa penipu bergurau soal kursi istana, biarlah aku bergurau soal rinduku padaMu. Sebab, sudah sering aku serius, tetapi kurasakan Engkau cuek saja. Kecuali sesekali kirim bencana besar. Cuma itu bukan di Jakarta: kota segala khianat manusia; kota segala ingkar alam semesta.

Tuhan. Surgaku belum pasti. Tetapi di negeriku, orang-orang sibuk memasukanku di nerakaMu. Imanku sederhana tetapi berbuah keruwetan luwar biyasa. Cintaku lirih tetapi berbunga pedih. Kutahu Engkau tahu.

***

0 comments:

Post a Comment