KISAH-KISAH DALAM KITAB SUCI - Yudhie Haryono


Yang meroket itu utang negara. Kalau cuma bisa utang, jadilah rentenir. Jangan jadi pimpinan negara.

Yang naik itu harga sembako. Kalau cuma mampu menaikkan harga sembako, jadilah tengkulak. Jangan jadi pimpinan negara.

Yang keren itu impor kebutuhan pokok. Kalau cuma hebat mengimpor, jadilah brooker. Jangan jadi pimpinan negara.

Kok bisa kalian pilih rentenir, tengkulak dan brooker jadi pimpinan negara? Tak adakah patriot dan pemimpin jenius bin zuhud di antara kalian?

Ini kisah yang terjadi di kampung reyot terdampak korina di mana-mana dan warganya melarat. Calon lurahnya ditanya, "mengapa kalian bernafsu sekali (berkali-kali) ingin menjadi lurah?" Keduanya menjawab:

03: Agar aku bisa makan enak sehingga gemuk tubuhku. Sudah lama aku miskin dan paria.

04: Agar aku bisa menikah sehingga terurus tubuhku. Sudah lama aku sendiri dan sepi.

Maka, jika ada anak haram liberalisme yang berhasil meninabobokkan ulama dan ummat, itulah pemilu. Mereka ribut rebutan lapak. Mengais kertas di pantat 03 dan 04.

Mestinya, Indonesia yang hidup, memanggil jiwa-jiwa penjelajah yang dahsyat untuk menyegarkan kembali sejarah yang buruk rupa--sejauh yang sanggup dijalaninya. Sebab kini, wajah kematian dan ketakutan plus kejahiliyahan lebih dominan dari wajah kesegaran dan kebersamaan plus gotong-royong. Bahagia bersama kini sudah purba.

Mestinya, sejarah Indonesia tidaklah seindah kreasi taman bunga sorga. Sebaliknya sering didatangi oleh kebengisan, kekejaman dan kekejian yang berlarut. Tentu kebijakan dan kebijaksanaan terkadang mengemuka, tapi hadirnya diakronik dan sangat sebentar bahkan parsial. Anomali-anomali kini adalah keseharian kita. Yang baik dipenjara, yang buruk rupa dijadikan pedoman.

Bukankah jalan terbaik mengenal manusia lewat imannya? Kenapa di Indonesia iman kini tak lagi jadi pintu masuk berbagi keadilan dan kesejahteraan? Kenapa wargaku memilih uang sebagai nilai dan finisnya kehidupan? Maka kalimat, "biarkan nama Tuhan dan kerja imanmu menjadi penerangmu dalam segala aktifitasmu" kini tak lagi laku.

***

0 comments:

Post a Comment