Cerpen Sabtu, PENDERITAAN SEMESTA - Yudhie Haryono


Seringkali nyawa kita tak ada harganya. Juga nyawa orang-orang yang kita cinta. Mereka diambil begitu saja. Saat kita sangat bergantung kepadanya. Selepas matinya, ribuan rintang menghadang. Jutaan problem terbentang.

Ingat. Dalam sejarah panjang soal penderitaan, ia bisa lebih lalim dari kebahagiaan; lebih kurang ajar dari cinta monyet; lebih tragis dan egois dari krisis finansial. Tapi mau bagaimana lagi? Buntu dan kuldesak tak menentu. Seperti jaelangkung terkena usus buntu: datang tak menggenapi; pergi tak mengurangi.

Saat paria, barisan semua datang. Sakit dan penyakit antri. Fitnah dan caci bertumbuh. Harta hilang. Cita-cita melayang. Begitulah. Dengan sangat kurang ajar Tuhan, hantu dan hutan memporak-poranda jalannya. Karenanya, memilih jalan merdeka adalah pilihan kesunyian. Sepi penolong, sepi pelindung. Juga alpa dari kasihmu.

Tan Malaka berucap, "barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat negaranya, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita pedih dalam rangka kemerdekaan dirinya sendiri dahulu." Sebab merdeka pasti melawan dua hal: musuh eksternal dan pengkhianat internal.

Ia tegak dalam penderitaan bagai udara yang dihirup tiap detik dalam tubuh dan jiwanya. Tapi ujungnya nanti senyum lebar. Kebanggaan keturunan. Teladan generasi. Makin menderita makin mulia posisinya. Menderita karena gagasan dan ide-ide besarnya. Bukan menderita karena jadi jongos akibat kebodohan dan kenaifannya.

Ia paham. Semua agama dimulai dari kekeliruan. Semua negara dimulai dari kebodohan. Semua cinta dimulai dari kejumudan. Semua cita-cita dimulai dari keterjebakan.

Dus, tindakan-tindakan kita hanya kesia-siaan yang dirayakan besar-besaran. Pergulatan-pergupatan kita hanya menjumlah sejarah dan luka sambil mengobati dan melukainya lagi: berputar-putar, tawaf, berulang-ulang.

Ia juga sadar. Revolusioner hadir dan merekah dalam keadaan asing, dan ia akan kesepian dalam keadaan asing. Tak banyak yang berterimakasih, terlalu banyak yang cuek, tak sedikit yang membenci.

Tetapi, beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu karena menjadi sebab kemerdekaan dari suatu bangsa. Amalnya membawanya ke hadapan Tuhan dan syorga. Kaliankah itu? Sepertinya bukan.

***

0 comments:

Post a Comment