ORANG MISKIN vs ORANG KAYA - Gabriel Hartanto



Beberapa waktu lalu, sehubungan dengan sikap pemerintah dalam menghadapi wabah Covid19, juru bicara dari kementrian mengajak semua masyarakat untuk bisa saling bergandengan tangan bahu membahu menghadapi wabah yang tengah melanda negeri ini. Tidak ada yang salah dengan ajakan itu, hanya saja ada yang terasa sangat aneh dipikiranku dengan narasi yang dibangun sang jurubicara tersebut yaitu soal "orang miskin menularkan covid19 kepada orang kaya". Aku jadi bertanya apa iya orang miskin yang menjadi penyebab merebaknya kasus Covid di negeri ini? Bukan sebaliknya, dibawa oleh mereka yang datang dari luar negeri ke Indonesia?
Tapi sudahlah, bukan jurubicara itu yang ingin ku bahas disini... tapi soal, bagaimana mungkin orang miskin menularkan covid19 di negeri ini? Aku justru ingin menegaskan bahwa "orang miskin" lebih banyak sebagai korban daripada sebagai penyebar Covid19.
Sebelum kita melihat data dan statistik, mari kita menyamakan persepsi terlebih dahulu agar pola pikir ku dan kalian yang membaca tulisan ini bisa sama memahami terminologi "orang miskin" dan "orang yang tidak miskin" (entah kalian mau menyebutnya sebagai apa; kaum menengah, medioker, orang kaya, tajir, kaya raya, tajir melintir).
Siapa yang dimaksud "orang miskin" di Indonesia sekarang ini?
Kita tentu saja bisa berdebat soal definisi, ukuran dan jumlah orang miskin di Indonesia. Namun untuk menyamakan persepsi dalam tulisan ini, aku ingin mengungkapkan data resmi yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu Per bulan Maret 2018, orang disebut miskin jika pendapatannya Rp. 401.220 per kapita perbulan. Dari garis ini Badan Pusat Statistik (BPS) kemudian mencatat jumlah orang miskin di Indonesia pada September 2019 sebanyak 24,79 juta orang dari perkiraan total penduduk Indonesia di tahun 2020 sebanyak 271.066.000 jiwa.
Jika kita melihat statistk, perbandingan antara "orang miskin" dan "orang yang tidak miskin" diatas, kita bisa menarik kesimpulan: Orang miskin dengan penghasilan Rp. 401.220 perkapita perbulan tidak mungkin menyebabkan Covid19 bisa langsung bernultiplikasi sekian banyak dalam waktu singkat seperti yang terjadi di Indonesia. Alasannya?
1. Dengan penghasilan sebesar ini, berapa banyak "orang miskin" yang bisa bepergian keluar negeri dan pulang-pulang bawa Covid19?,
2. Jangankan ke luar negeri, naik busway dan kereta api atau angkot setiap hari saja mustahil lalu bagaimana mungkin mereka menjadi pihak yang dituding menyebarkan Covid19 ke "orang yang tidak miskin" dalam waktu singkat sebanyak yang terjadi di negeri ini?
3. Jumlah orang miskin di Indonesia ternyata tak sebanyak jumlah "orang yang tak miskin". Jumlah yang tak banyak itu tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang kalo menilik kepemilikan jumlah uang nya, tak akan bisa punya moblitas tinggi, Jadi sangat mustahil bisa menjadi penular Covid19 dalam waktu singkat kepada banyak orang.
Saya hanya sedang bertanya-tanya, Para Pemimpin di negeri ini, sebelum mereka membuat "statement", apakah ada buat kajian atau tidak? Kog bisa para pemimpin ini menyebutkan "orang miskin" sebagai penular Covid19 ke "orang kaya".. Atau, kita harus merubah data tentang "orang miskin" dan "orang kaya" di Indonesia? Jangan-jangan yang disebut miskin adalah mereka yang bisa bepergian keluar negeri, mengikuti meeting dengan para pemilik kapital dan petinggi, punya moblitas setiap hari di busway, kereta api dan angkot, sementara yang disebut "orang kaya" adalah mereka yang setiap hari cuma bisa mengumpulkan uang Rp. 20.061?
Mungkin memang aku yang terlalu bodoh di negeri ini untuk bisa memahami setiap pidato pemimpinku.
***

0 comments:

Post a Comment