GENERASI KELIMA NEOLIBERALISME - Yudhie Haryono


Jika nomenklatur generasi keempat neoliberalisme ditandai dengan "emoh negara" maka generasi kelima beda sama sekali bahkan sangat diametral.

Tentu dulu mereka emoh negara karena negara-bangsa tersebut dipimpin presiden pembela kedaulatan negara walau via represivitas pada warganya. Para neolibertarian menyebutnya negara otoriter pelanggar HAM. Satu penamaan pejoratif yang dikredokan demi kudeta merangkak agar perubahan emoh negara ke menegara mendapatkan amunisinya.

Bagaimana menjelaskan mereka? Tidak sulit. Sebab, inilah madzab baru soal menegaranya perusahaan internasional, produsen utama ketimpangan; kreator stabilitas kemiskinan.

Sebelum lebih jauh ditelaah, kita kutip dulu hipotesa Kahlil Gibran, "hidup pada akhirnya merupakan perjalanan kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan, semua hasrat keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan, pengetahuan adalah hampa, jika tidak diikuti pelajaran. Dan, setiap pelajaran akan sia-sia, jika tidak disertai cinta. Sebab, cintalah asal muasal kehidupan dan akhir muakhirnya."

Jika diqiyaskan, jejak neoliberalisme generasi kelima adalah "hidup tanpa cinta. Terutama cinta pada kemanusiaan semesta." Sebab, dalam kebijakannya, mereka membuka pasar luar negeri melalui cara-cara politis super serakah, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan intervensi militer.

Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas; melindungi si kaya; memastikan si miskin; menggunakan negara sebagai instrumen legal.

Tentu saja, jejak neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO, IMF dan Bank Dunia.

Ini mengakibatkan habisnya wewenang pemerintahan sampai titik zero. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan.

Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras menolak kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.

Dalam ringkas generasi kelima, kini semua investasi harus dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan sepanjang mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Termasuk di sektor pendidikan, kesehatan, penerbitan, media, telekomunikasi, transportasi, dan lain sebagainya.

Dumeil dan Levy dalam buku "La Mondialisation du Capital" (2008) menyebut bahwa neoliberalisme telah mengkudeta negara melalui modal finansial.

Tujuan kudeta itu ialah untuk merintangi negara-negara lain di dunia menjalankan kebijakan ekonomi yang memihak warganya. Tentu saja sambil menghalangi bangkitnya nasionalisme di segala lini.

Jurus kudeta negara dimulai via intervesi UU. Lalu, menempatkan boneka sebagai penguasa. Tugas utama penguasa adalah memastikan pemerintah untuk memberikan talangan (bailout) atau stimulus ekonomi.

Dananya berasal dari mana? Tentu akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Satu modal membangun hasil iuran warganegara. Dengan skema ini, neoliberalisme akan tetap jaya dan warga selamanya tetap menderita; paria, budak, miskin dan tak merdeka.

Jejak generasi kelima merujuk pada simpulan yang panjang: transparansi, liberalisasi, prifatisasi, investasi, bonekanisasi (kudeta).

Pelumpuhan negara yang dilanjutkan kudeta sehingga menjadi corporate state atau negara korporat (korporatokrasi). Artinya, pengelolaan negara dikendalikan oleh korporat (perusahaan swasta/asing).

Tentu, dalam negara korporat, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha (oligarki).

Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan warga, tetapi untuk kepentingan perusahaan swasta baik domestik maupun asing. Hubungan negara dengan warga dikelola layaknya hubungan perusahaan dengan konsumen, antara penjual dan pembeli.

Warganegara diposisikan sebagai pembeli yang harus beli kepada negara dan perusahaan yang menyediakan berbagai pelayanan kepadanya.

Inilah babak mutakhir negara menjajah warganya seperti koloni lama tanpa terasa. Menjajah dengan menegara. Dan, menegara untuk menjajah. Karenanya, tugas presiden boneka berikutnya adalah memastikan bekerjanya satu kurikulum dari hilir neoliberalisme yaitu freedom financial.

Roadmapnya: perbankan, asuransi, investasi, utang, kurs bebas, valuta asing, devisa dan penetapan mata uang internasional yang memosisikan warga negara menjadi warga melarat dan menderita.

Singkatnya, republik kita masih meminggirkan ide jenius yang melawan. Tentu karena penjajahan yang melenakan.

Kitalah mestinya yang akan merealisasikannya: agar adil sejahtera untuk semuanya; hukum tegak setegak-tegaknya; bermartabat di seluruh dunia; berdaulat selamanya.

***

0 comments:

Post a Comment