Cerpen Jumat Serius "BASIS SEJARAH CINTA LIMA HATI" - Yudhie Haryono


Dalam buku dan kitab-kitab yang terkurikulumkan, termaktub bahwa basis neoliberalisme itu: individualisme, keinginan, ketamakan, dominasi dan ketimpangan.

Sedangkan basis pancasilaisme itu: kebersamaan, kebutuhan, keselarasan, gotong-royong, kemerataan.

Mestinya keduanya bertempur. Saling tikam. Tetapi, di indonesiah keduanya berkolaborasi merampok anak negeri.

Karena itu, hampir di semua negara postkolonial yang beriman pada demokrasi liberal, kelahiran rezim baru via pemilu, sesungguhnya hanya proxy dan kulit domba baru dari srigala yang sama; seringkali lebih ganas karena mereka memperluas dan memperdalam tekanan kuasa imperialnya; mengangkangi via regulasi; merusak kurikulum budaya dan agama, menghapus local wisdom, menyuburkan KKN, memperlebar kesenjangan, menyuguhkan pemimpin culun dan birokrasi pencekik serta pebisnis predatoris.

Maka, menunggu revolusi kini bagai menunggu mati yang tak kunjung datang. Menunggu kalian yang tak kunjung berontak. Menunggu takdir yang tak kunjung revolusi. Menunggu cintamu yang tak mungkin bersemi.

Padahal, dalam duka yang tak bertepi, aku mengingatmu. Dalam sepi yang tak berujung, aku merindukanmu. Dalam sempoyongan masa depan, aku mencintaimu. Aku selalu ingin mengusap pipi dan memijat kakimu. Menguatkan hati dan pikiranmu bahwa cita-cita dan hidupmu akan hadir dalam kebahagiaan bersama. Hay. Kamu. Ayok kita mandi bersama dan tuntaskan masalah-masalah di depan mata. Problema kita semua: kaum miskin kota dan desa.

Di sana, kaum muda, dengan segala kekurangannya adalah pahlawan terakhir yang bisa diharapkan. Walau hari ini, kaum muda itu lebih jumud dari harapan-harapan konstitusi kita; impian dan mimpi-mimpi pendiri republik.

Tak ada masa depan. Tak ada harapan. Yang ada hanya masa gelap dan tajamnya kejahiliyahan. Kecuali jika kita yang masih waras dan pancasilais sesungguhnya, bangkit melawan.

***

0 comments:

Post a Comment