#ELEGI Untuk kawan dan teman - Yudhie Haryono @Nusantara Centre


Jika mencintai indonesia adalah dosa, kenapa tuhan membangunkan rumah rindu di dadaku begitu megah? Apa salahku. Apa dosaku.

Salah dan dosaku karena di republik Indonesia, orang berdoa dan berusaha jadi orang yang beruntung.

Beruntung jadi bupati walau buntung. Beruntung jadi gubernur walau bingung. Beruntung jadi presiden walau berutang. Beruntung jadi DPR/MPR walau bengong. Beruntung jadi jenderal walau melompong.

Sebab itu mereka semua jadi ahli kolonial: pejabat kolonial; profesor kolonial, mahasiswa kolonial, politisi kolonial. Itu produk pendidikan kolonial yang bertugas memastikan berlangsungnya kolonialisme sepanjang hayat.

Maka benar kata Romo Mangun (1993), "buat apa kita memiliki sekian ratus alumni sekolah yang cerdas. Tapi membiarkan jutaan masyarakat menjadi bodoh. Kelak ratusan alumni sekolah tersebut akan menjadi penjajah sekian juta masyarakat yang bodoh itu."

Di republik ini: Orang cerdas itu terbatas. Orang jenius itu misterius. Tapi keduanya punya ciri hampir mirip: melawan ketidakadilan; menghadirkan kemerdekaan; memproduksi kemandirian.

Keduanya menghancurkan struktur lama yang menindas. Keduanya tak dipahami oleh orang kebanyakan (awam). Keduanya dimusuhi kaki tangan begundal kolonial. Keduanya musuh dan momok bagi pemuas nafsu diri dan kelompoknya.

Kalau kalian belum melawan, kalian pasti belum cerdas apalagi jenius. Masih orang awam; yang bodoh dan dibodohi; yang budak dan melayani. Apalagi kalau kalian memusuhi warganegara sendiri, kalian hanya budaknya begundal.

Padahal, tidak jadi manusia nusantara jika belum menikam mati begundal kolonial di republik ini.

Apakah pendidikanmu membuatmu cerdas? Belum.

Apakah agamamu membuatmu jenius? Belum.

Apakah pemerintahanmu membuatmu merdeka? Belum.

Apakah masyarakatmu membuatmu mandiri? Belum.

Lalu, kita ini siapa? Inilah kita yang kondisi postkolonialnya paria. Pendidikanmu, agamamu, pemerintahanmu, masyarakatmu hanya jadi sekrup bagi berlangsungnya neoliberal. Terjajah dan menangis secara tragis. Miskin tanpa kesadaran. Terkutuk tanpa kikuk.

***

0 comments:

Post a Comment