Cerbung #9 "KITAB KESEDIHAN-KEPILUAN" - Yudhie Haryono


Mestinya. Ya mestinya ayah bisa membawamu ke kota Innsbruck. Umur satu tahun itu umur pondasi. Kita bisa ke kota kecil di Austria yang merupakan ibukota dari negara bagian Tirol. Terletak di bagian barat Austria, kota ini sangat menarik karena posisinya berada di lembah Inn yang dikelilingi pegunungan Alpen.

Pegunungan yang sangat terkenal karena salju abadinya. Dingin dan bersih. Bersinar dan syahdu. Kugendong engkau sambil kuceritakan kisah peradaban Atlantik Sundaland.

Tetapi, paceklik ini tak tahu malu. Ia datang tanpa diundang. Ia datang menunggangi punggung Jokowi. Ia datang menerkam kita sampai luluh lantak. Dan, pemerintah hanya terbahak-bahak jahiliyah tak punya malu kecuali menipu. Karena itu, maafkanlah aku ayahmu yang fakir di umur akhir.

Engkau ultah saat zaman susah. Maafkan kami yang mewariskan negara rusak dan pejabat penjahat. Semoga engkau kuat melewati fase-fase hidup yang keras dan menantang di masa depan. Aamiin.

Kamu lahir saat hari meninggalnya Stephen Hawking (08/01/1942-14/03/2018). Fisikawan terbesar abad ini karena orang pertama yang memaparkan teori kosmologi dengan penjelasan gabungan teori relativitas umum dan mekanika kuantum. Ia adalah pendukung interpretasi multidunia mekanika kuantum. Semoga kejeniusannya menular padamu. Amitabha.

Kamu lahir pas dengan hari lahir Albert Einstein. Ya. Hari Ini, 140 tahun lalu tepatnya 14 Maret 1879 merupakan hari kelahiran tokoh besar saintis fisikawan Albert Einstein.

Semasa hidupnya Albert Einstein dikenal sebagai ilmuwan terbesar abad ke-20 yang mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistika, dan kosmologi.

Pada tahun 1921, Albert Einstein dianugerahi penghargaan nobel dalam fisika untuk penjelasannya tentang efek fotolistrik dan pengabdiannya bagi fisika teoretis.

Dari kisahnya, nyawaku berdegup mengetik banyak kisah. Tentu agar melewatinya. Tak mudah. Sebab perlu sumpah yang lebih ampuh dari sampah.

Sebelas Mei 1995. Beberapa kawan ditangkap karena protes oligopoli di semua lini bisnis kita. Lalu, aku merekam tindakan biadab itu dalam buku, "Ratusan Ekonom Merusak Satu Indonesia." Setelahnya, mimpi dan bergerak dalam kalimat jika wangimu saja bisa memindahkan revolusi kami. Seakan perlawanan berhenti, padahal berubah via bawah tanah.

Sebelas Mei 1998. Kami berduapuluh bus bergerak mengepung DPRRI. Di antara waktu marah itu, kutulis buku, "Republik Darurat Nasional." Buku yang mengisahkan betapa pengelolaan negara kita mundur ke zaman purba di mana kejeniusan tak mendapat tempat. Dan, jika itu terjadi maka cinta kita pasti tak bisa mengubah jalan hidup rakyat miskin; warga jelata.

Sebeles Mei 2001. Cukup sekali saja, kita menambah rasa akan keharusan. Betapa menyiksa kehilangan kesempatan. Kutulis perjalanan kehilangan itu dalam buku, "Merebut Mimpi Bangsa." Buku ini melukis dengan jelas bahwa kursi-kursi dikuasai para penjahat yang jadi pejabat dan para pejabat yang jadi penjahat. Siklus endemik epidemik yang menggejala tanpa akhir.

Sebelas Mei 2005. Kalian tak terganti. Kalian yang selalu kunanti untuk merubah nasib bangsa ternyata berkhianat. Melupakan cita-cita dan cinta kami. Jejak pengkhianatan itu kutulis dalam buku, "Nusantara, Indonesia dan Kolonialisme." Kini takkan kulepas lagi. Takkan kubiarkan lagi kalian memastikan kemiskinan dan ketimpangan berulang lagi.

Ini tetralogi buku wakafku yang kurindu kalian beli dan komentari.

***

0 comments:

Post a Comment