MENGIBARKAN BENDERA POSTKOLONIAL DAN MENGUBUR KUTUKAN SDA - Yudhie Haryono



Globalisasi negatif. Itu istilahku untuk situasi yang terjadi di Indonesia kini. Kita gagal merespon dengan cerdas hingga jadi korban. Dan, korban itulah kita kini sehingga miskin.

Tetapi, apa itu miskin? Kemiskinan struktural adalah kenestapaan yang dialami (warga) negara postkolonial akibat dari super struktur yang menjajah, mendominasi dan merampok SDA dan SDMnya. Struktur yang dominan plus timpang menyebabkan hilangnya pemerataan, tidak berkembangnya kualitas dan daya kreasi warga dalam pelaksanaan pembangunan sehingga terpinggirkan dan tak ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan demi kesejahteraannya.

Asing yang menjajah dan "struktur negara" yang menjarah serta tak mampu adil menjadi potret terbaik dari arsitektur kita saat ini. Bukan hanya tak adil, mereka bersetubuh memusnahkan hak dan semua milik warga yang tak melawan. 

Sedang kemiskinan kultural merupakan kenestapaan yang dialami oleh manusia postkolonial yang mewarisi mental kolonial dengan menghidupkan tata nilai kemalasan bekerja, etos yang lemah, mudah menyerah pada nasib dan eskatologis (berdoa, sujud, ziarah).

Ini loh problem besar umat bernegara dan beragama, yang disempurnakan oleh kemiskinan struktural. Ngerti kon ndes? Itu loh ndes yang sedang terjadi. Ngerti ora kon iki marang kahanan subtansi?

Tingkat kemiskinan ini makin akut karena pertambahan penduduk sebanding dengan tingkat pertumbuhan korupsi. Ketiganya jadi lingkaran syaitan yang tidak tak terpecahkan.

So, apa yg harus dilakukan Presiden Indonesia jika kita miskin sehingga APBN kosong?
  1. Nasionalisasi asset strategis.
  2. Rekapitalisasi BUMN.
  3. Buat perpu lalu lintas investasi.
  4. Intensifikasi pajak.
  5. Penghematan.
Sayangnya belum ada presiden yang lakukan program tersebut. Sebaliknya presiden-presiden yang ada melakukan rekomendasi neoliberalis:
  1. Tambah utang.
  2. Jual murah BUMN.
  3. Perbanyak janji-janji palsu.
  4. Ciptakan kerusuhan-kerusuhan pengalih isu.
  5. Serahkan pasar sebagai solusi.
Republik kok susah dapat pemimpin yang punya gagasan cerdas dan crank yah? Takdir bingitz.

***

0 comments:

Post a Comment