Cerpen Ramadan, DEJAVU.U - Yudhie Haryono


Tepat tiga ramadan yang lalu. Kuingat betul kami memutuskan itikaf di Istiqlal. Hari terakhir bulan Ramadan. Mentertawakan lailatul qadar. Bercanda soal-soal hadis palsu dan fikih yang lucu-lucu. Bicara soal nasib yang makin kacau.

Maka, yang kami saksikan sebagai simbol-simbol kesejahteraan sesungguhnya adalah tanda-tanda kesenjangan, ketergantungan, kemiskinan dan kejahiliyahan. Kita menipu diri sendiri. Kita membohongi bangsa ini. Kita jahat pada teman sendiri. 15 ribu orang (elite) kongkow dan berak di atas mulut 275 juta jiwa: itulah kenyataannya. Bukankah rasio gini kita sekarang 0.46? Dan rasio keadilan kita sekarang 0.36?

Wahai kalian yang waras, inilah PR kita semua. Neraka di depan mata (stagnan, mengenaskan dan putus asa). Selebihnya di sana, sorga yang menunggu. Janji Tuhan yang harus direalisasikan: makmur dan adil bersama. Dengan menjadi manusia nusantara, pasukan atalata, insan atlantis yang mensistemkan konstitusilah caranya. Agar kesejahteraan tak jadi simbol belaka. Agar kedaulatan dan kemandirian tak ada di atas buku-buku teori saja. 

Setelah semalam penuh berzikir. Menangis. Memanggil-manggil nama Tuhan, maka paginya kita pulang. Ke rumah Depok. Aku bukakan pintu mobil. Aku gandeng tanganmu. Kucium keningmu. Senyum kita karena lailatur qadar tak hadir. Tuhan juga tak terlihat. Tapi kami tahu, doi tak puasa.

Di mobil itu. Kita menyanyi. Lagu KLA Projek, berjudul "Tentang Kita." Lagu yg melambungkan nama band di awal tahun 90an. Begini syairnya. "Hari-hari yang berdebu. Bersama dirimu yakin kuhadapi. Sambil merajut berdua. Anyaman benang angan yang kau tawarkan. Sekian lama tuk mengerti. Dirimu jadi misteri yang kian terselami. Sekian jauh menilai. Karena cinta tergali milikmu sejati. Sejuta asa yang sempat. Kutitipkan di dalam sinar matamu. Pribadi nan sederhana. Menjanjikan keteduhan kasih nan murni. Ternyata telah menjadi. Kebahagiaan hati yang tiada terperi. Mari genggam jemari
Memadu dua hati saling memiliki. Kembali, kembalilah kini, segala asa berseri. Benahi, benahilah kini, kepekaan nurani. Kembali, kembalilah kini, segala asa berseri. Berjanji, berjanjilah kini, tetap setia sampai selama-lamanya."

Lalu, kita berhenti di Kalibata. Ziarah. Pada kakekmu yang pahlawan. Setelahnya. Memborong buah durian. Ehhhh, penjualnya ramah sekali. Sepuluh biji hanya minta dibayar seratus ribu. "Buat qadaran," kata penjualnya. Sebab, "kalian pasangan syorga. Berpuasa dan pulang dari masjid," candanya sekali lagi.

Kami berdua bengong. Kok penjual durian tahu klu kita dari masjid? Entahlah. Padahal kita tak cerita. Hanya senyum dan gandengan mesra.

Say something, I'm giving up on you/I'll be the one, if you want me to/Anywhere, I would've followed you/say something, I'm giving up on you

And I am feeling so small/It was over my head/I know nothing at all/And I will stumble and fall/Say something, I'm giving up on you/I'm sorry that I couldn't get to you/Anywhere, I would've followed you/say something, I'm giving up on you.

And I will swallow my pride/You're the one that I love/And I'm saying goodbye.

Say something, I'm giving up on you/and I'm sorry that I couldn't get to you/And anywhere, I would have followed you/oh-oh-oh-oh say something, I'm giving up on you/Say something, I'm giving up on you/say something.

Setelah nyanyi, kukisahkan bab tentang Agama kepadamu. Bahwa setahuku ada banyak definisi tentangnya. Izinkan kusampaikan hipotesaku saja. Ia adalah seperangkat metoda memahami masa lalu, masa kini dan masa depan secara seimbang. Bukan tujuan dan akhir dari segala. Sebab itu banyak orang beragama tersesat dan banyak orang tak beragama justru selamat. Siapakah orang beragama yang tersesat? Yaitu orang-orang yang menjawab problem hari ini hanya dengan kaidah masa lalu. Akhirnya masa lalu membunuh masa kini dan mengaborsi masa depan. Bagi mereka, agama adalah tujuan.

Term kembali ke kitab (alquran dan sunnah) maupun term kembali ke masa sahabat (salafi) adalah metoda  membunuh hari ini dan mengaborsi masa depan. Mereka lupa bahwa masa lalu adalah akar (pra sejarah), masa kini adalah batang (sejarah) dan masa depan adalah regenerasi (pasca sejarah). Tanpa masa kini dan masa depan, agama adalah hantu-hantu keluh-kesah dan ilusi jahiliyah. Itulah penjelasan mengapa ummat islam (dan agama lain di indonesia) hari ini dan ke depan kalah: jadi budak ummat lain dan jongos negara tetangga.

Tanpa usaha menempatkan agama sebagai alat untuk memahami 3 masa, jangan harap diri kita dan bangsa ini punya drajat dan martabat. Ramadan ini saat tepat bertobat. Atas agama yang telah membuat melarat. Yang mewariskan sorga seakan-akan di sebuah tempat: di bawah telapak kaki ibu yang sekarat.

Kembali masuk mobil. Kita bernyanyi kembali. Kini lagu-lagu band Dewa. Sampai di rumah semua berkah. Kecuali ramadan kini. Sepi sekali. Tanpamu. Tanpa durian. Tanpa lailatul qadar. Semoga ramadan ini takdirmu makin bahagia di sana. Tuhan. Mohon jaga kami dengan kasihmu. Kukurim 30 juz dan doa-doa sepanjang waktu. Sesisa usia.

***

0 comments:

Post a Comment