KEDAULATAN SOSIAL - Yudhie Haryono


Dengan sangat dingin dan yakin, kita bisa menyebut tahun-tahun terakhir dan ke depan sebagai persetubuhan akut zaman kalatida dan kalasuba. Dan, ini hanya perulangan saja. Bukan laku kiyamat besar yang mengakhiri peradaban manusia.

Persetubuhan ini didorong oleh tata hukum, tata kenegaraan dan tata pembangunan yang cacat moral karena defisit akal sehat sambil mengkhianati konstitusi serta menafikan sejarah agung nusantara.

Kalatida adalah zaman ketika akal sehat diremehkan, perbedaan benar dan salah, baik dan buruk, adil dan zalim, tidak diindahkan oleh semua orang, terutama elite pemerintahan.

Kalabendu adalah zaman stabilitas pemerkosaan, penindasan dan penggusuran pribumi sehingga tercipta ketidakadilan dan kemiskinan akut di mana-mana.

Keduanya menjadi istilah yang menggambarkan situasi sosial masyarakat yang tidak menentu, penuh ketidak pastian dan diliputi kecemasan akan gelapnya masa depan (madesu).

Menghadapi kalatida dan kalabendu ini, refleksi perlu kita hadirkan; proyeksi perlu kita pastikan. Agar keadaan sosial menjadi kedaulatan sosial. Yaitu daulat sosial karena ketaatan, kepatuhan dan keteraturan sehingga kita terus memproduksi kebenaran via ilmu; kebaikan via mental; keindahan via seni dan kerakusan gotong-royong tolong menolong.

Inilah subtansi kedaulatan sosial karena moral, mental dan kebangsaannya memproduksi sembilan kurikulum aksi jenius:

(1) Apabila beriman, ia idealis;
(2) Apabila berjuang, ia selesaikan;
(3) Apabila dipercaya, ia tidak berkhianat;
(4) Apabila berbicara, ia tidak berdusta;
(5) Apabila berjanji, ia tidak ingkar
(6) Apabila bermusuhan, ia tidak menelikung;
(7) Apabila sukses, ia tidak takabur;
(8) Apabila gagal, ia tidak mengeluh;
(9) Apabila berkuasa, ia bergotong-royong.

Tentu setiap kedaulatan sosial itu luar biasa. Karena itu dalam sejarah yang sangat panjang, para pejuangnya tidak hanya bicara hidup; bicara kematian; bicara agama; bicara ideologi; bicara tuhan dan melakukan ibadah ritual keagamaan semata.

Tetapi, para pejuang selalu bicara keadilan dan kesejahteraan via revolusi struktur ekonomi-politik. Ya. Revolusi sistemik ekonomi-politik yang gigantik. Tanpa revolusi dan tindakan-tindakan raksasa, zaman kita akan jatuh menjadi bisnis dan menternak mafia saja.

Kini, yang paling genting bagi zaman edan adalah proyeksi besar, “jagalah pikiranmu, karena akan menjadi perkataanmu. Jagalah perkataanmu, karena akan menjadi perbuatanmu. Jagalah perbuatanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu. Jagalah kebiasaanmu, karena akan menjadi mentalmu. Jagalah mentalmu, karena akan menjadi nasibmu.”

Dus, keadaan sosial tanpa kedaulatan adalah anti mental dan anti nalar yang tekhnik dan ekonometrik. Selebihnya, kedaulatan sosial tanpa tindakan raksasa adalah praktik aristokrasi bermulut demokrasi. Satu kondisi riil partai-partai di negara ini di mana semua milik pribadi, keluarga dan selangkangan saja.

Akibatnya, kemakmuran bersama itu bukan tujuan. Keadilan sosial bukan cita-cita. Dan, kedaulatan sosial bukan konsensus bersama. Tentu, kita tak ingin hidup seperti itu.

***

0 comments:

Post a Comment