KEDAULATAN PEMBANGUNAN - Yudhie Haryono


Pada akhirnya, kita harus membangun. Tetapi bukan sembarang membangun. Melainkan pembangunan yang bertugas menaikkan kapasitas kemanusiaan dan kebangsaan kita menjadi juara dan jawara. Pembangunan yang seimbang antara teo-antro-eco centris (periketuhanan, perikemanusiaan dan perilingkungan).

Kesadaran pembangunan yang berdaulat ini penting sebab makin hari kulihat dan kuperhatikan manusia Indonesia suka saling menganiaya, mencuri, merampok dan saling membunuh demi kekayaan yang dianggap abadi. Padahal Tuhan sudah bergurau dengan berfirman: "Sesungguhnya penjajah itu (asing dan aseng) adalah musuh utama bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh(mu) selalu. Bukan sesamamu (QS. Al Fathir, 35:6)."

Oleh sebab itu, tinggalkan permusuhan dengan sesama manusia indonesia dan jadikan penjajah (asing dan aseng) sebagai satu-satunya musuh. Musuh yang membuat kalian hidup dalam 6K: kemiskinan, kepengangguran, kebodohan, kesakitan, konflik dan ketimpangan.

Dus, pembangunan mental, nalar dan nasionalisme (trimatra) kita mestinya diorientasikan ke sana. Membangun secara berdaulat menjadi metoda pembunuhan terhadap penjajah asing dan aseng yang hasilkan 6K seperti di atas.

Dengan kedaulatan pembangunan yang bertumpu pada model, modul dan modal (3M) partisipatif-gotong royong maka, kita tidak akan memproduksi para psikopat di ajang ipoleksosbudhankam. Tentu ini rangkaian perlawanan atas menjamurnya agensi psikoptat hasil dari persetubuhan haram fundamentalisme pasar dan fasisme agama plus feodalisme ekonometrika.

Para psikopat ini meneruskan jejak langkah neoliberalisme yang tak dihapus pak presiden dan rumah rahim neofundamentalisme yang tak didelet pak presiden plus bumi neotribalisme yang tak diaborsi pak presiden.

Jejak dan tapak psikopat yang berakibat chaos yang tak berkesudahan. Tak percaya? Cek semua media di sekitar kita: cetak, web, elektronik dll.

Makna psikopat secara umum adalah sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat, karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang di sekitarnya.

Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar penuh atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati. Sedang pengidapnya disebut orang gila tanpa gangguan mental.

Menurut penelitian kami, pasca diberlakukannya demokrasi liberal, sekitar 10% dari total penduduk Indonesia mengidap psikopati sosial. Pengidap ini sulit dideteksi karena 95% lebih bebas berkeliaran daripada mendekam di rumah sakit jiwa. Terlebih pengidapnya sukar disembuhkan.

Kalian mau tahu ciri psikopat? Ia selalu membuat kamuflase yang rumit, memutar balik fakta, menebar fitnah dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya sendiri, menyalahkan orang lain tanpa data dan berbahagia di atas derita sesama.

Para pengidap psikopat (ekopol) hanya merasakan senang dan bahagia atas kemenangannya sesaat tetapi akan merasakan sampah kalau kalah walau tak menyerah. Mereka tak mungkin bicara mengatasi problema warga negara. Sebab, mereka jadi elite yang silit karena hobi menambah masalah. Sebab, masalah itu sumber uang bagi mereka.

Di tangan elite psikopat, kemartabatan bangsa defisit, pemerintahnya tidak mampu mengontrol dan menguasai seluruh SDAnya; pemerintahnya sangat lemah dan tidak efektif; tidak mampu menyediakan pelayanan publik yang memadai; gotong-nyolong; korupsi dan kriminalitas yang meluas; banjir TKI/W; konflik antar lembaga negara; dan penurunan kesejahteraan ekonomi yang tajam.

Hanya dengan pembangunan berdaulat: jiwanya, pikirannya, badannya dan tanah-air-udaranya, bangsa ini kembali tegak melayani kejeniusan dan kemartabatan kita semua.

***

0 comments:

Post a Comment