KEDAULATAN HANKAM - Yudhie Haryono



Sambil bergurau, kita harus bertanya: jika kekuasaan adalah tujuan; kursi adalah imbalan; harta adalah cita-cita, sebenarnya kamu siapa?

Jika kepentingan pribadi adalah hal utama; kepentingan keluarga adalah segalanya; kepentingan rakyat tak perlu ada, sebenarnya kamu dari mana?

Pertanyaan ini penting karena kita belum tahu siapa elite kita dan dari mana mereka berasal. Sebab, jika mereka warganegara Indonesia, kenapa saat berkuasa tak melindungi segenap tumpah darah; kurang menyejahterakan rakyatnya; tak serius mencerdaskan semua; dan tak memastikan kemartabatan negara di dunia.

Apa buktinya? Sampai kini kita tak punya undang-undang modern dalam urusan pertahanan dan keamanan nasional serta belum punya badan/lembaga keamanan nasional.

Undang-undang keamanan nasional adalah aturan tertulis yang memastikan terjaminnya kedaulatan negara kita dari serangan semua penjuru: wilayah/teritorial, ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, agama, ideologi dan iptek, baik yang datang lewat perang militer maupun nir-militer.

Memang, kita sudah memiliki UU Pertahanan Negara, nomor 3/2002 yang di dalamnya merumuskan bela negara. Menurut undang-undang tersebut, bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara Indonesia yang dijiwai dengan kecintaan terhadap Indonesia yang utuh dan berdaulat, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk melindungi bangsa dan negara.

Sedangkan badan/lembaga keamanan nasional adalah badan jenius pemenangan perang yang bertugas untuk mengumpulkan dan menganalisis invasi negara lain, serta melindungi semua milik kita. Badan ini mengkoordinasi, mengarahkan, serta menjalankan aktivitas-aktivitas amat istimewa dengan mengumpulkan informasi intelijen dari luar negeri, terutama menggunakan IT super canggih.

Sesungguhnya, dari konstitusi, kita sudah punya sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sayangnya, setelah reformasi menghasilkan Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang pemisahan TNI-POLRI dan Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan POLRI, lahirlah UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 34/2004 tentang TNI dan UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Sayangnya, setelah lebih dari satu dekade paca reformasi, mulai terasa ada kesulitan dalam mengimplementasikan berbagai regulasi tersebut. Sampai tingkat tertentu implementasi regulasi itu macet karena ada simpul-simpul yang tidak bisa diurai dengan cepat demi terciptanya kedaulatan negara.

Untuk itu kita harus membangun suatu kerangka kerja (frame work) yang menghasilkan sistem terstruktur dan terintegrasi via filosofi kedaulatan hankam.

Kesadaran kedaulatan hankam harus menjadi aksiologi berbangsa dan bernegara. Kesadaran bahwa, kita sedang mengandung dalam diri masing-masing api kemerdekaan, banjir revolusi, pergerakan kewarasan, dan rakus iptek yang nanti melahirkan kemandirian, kemodernan dan kemartabatifan di semua lini.

Generasi setelah kita yang akan memetiknya. Merekalah yang akan menjadi diri dan bangsa ini dahsyat kembali karena menemukan dirinya setelah kuman neoliberalisme kita tusuk mati tepat di jantungnya. 

Mereka adalah generasi garuda yang hormat pada kebaikan masa lalu sambil terus memproduksi kedahsyatan-kedahsyatan jenuin bagi masa depannya.

Kita harus sadarkan meraka bahwa sesungguhnya kecerdasan-kekayaan-kesehatan itu ialah hak seluruh warganegara dan oleh sebab itu, maka konglomerasi dan oligarki di bumi nusantara-bumi manusia harus dilenyapkan karena tidak sesuai dengan pancasila dan cita-cita proklamasi.

Itulah generasi yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur dan berdoa karena jiwa patriotik yang dibawa mati dan tangguh sampai di depan Tuhannya.

Kini, kedaulatan hankam itu adalah kesadaran bahwa kita adalah Diponegoro dan Tjokro yang menanam benih agar lahir badai-badai baru penyapu ranjau kejahatan lokal dan kebiadaban internasional.


***





0 comments:

Post a Comment