Cerita Kamis, MELAMPAUI IMAN - Yudhie Haryono

 

Jika ukuran kecerdasan dilihat dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan ukuran orang bijak dilihat dari pertanyaan yang diajukan maka kita tak punya presiden cerdas dan bijak. Sebab jawaban-jawaban dan pertanyaan-pertanyaan presiden dalam semua problem negara hanya jawaban dan pertanyaan orang lugu plus bego. Tak punya pengetahuan masa lalu, tak menguasai problem hari ini, tak mengerti tantangan masa depan. Sungguh takdir yang membosankan bin memilukan.

Aksara dan Bintang yang baik. Kalian subjek semesta. Anak-anak ayah yang luar biasa. Mari belajar memahami bahwa tak semua keinginan bisa terpenuhi. Itu adalah obat terbaik untuk mencegah kecewa dan sakit hati karena kita tahu diri. Tahu bahwa hidup cuma sementara. Sombong dan kikir bukan human zaman now.

Kalian tahu? Dunia makin lucu dan aneh. Indonesia makin tidak tak terpahami. Gaduh tapi miskin ide dan gagasan. Lugu tapi punya kekuasaan. Berkuasa tapi meniru dalam utang dan gadai. Ada tetapi tak menggenapi: pergi tak mengurangi. Banyak manusia gagal paham.

Marah. Nangis. Sedu-sedan. Soal nasib republik yang memburuk. Seiring laraku. Setara sakitku kehilangan kalian. Mengadu. Teriak guling-guling, memukul tembok. Mengguyur kepala dengan seratus bodrex. Merintih sendiri. Sebab tak ada siapa-siapa.

Tuhan ditelan oleh deru kotamu. Hantu mencret. Hutan terbakar. Sungai tercemar merkuri. Karena tahu kini kalian sulit kembali. Dicengkeram VOC baru. Para begundal bersorban minus iman, defisit taqwa. Berjilbab tapi murtad.

Untuk VOC baru, begini hipotesisnya. Tak ada kemiskinan dalam kecantikan. Tak ada kecantikan dalam kemiskinan. Jika wajahmu buruk rupa dan ingin cantik, jangan miskin. Sebab orang miskin dilarang cantik. Sebaliknya, orang cantik dilarang miskin. Sebab kalau miskin akan memburuk. Jadi, kalau buruk rupa bukan jilbab solusinya. Apalagi jilbab mahal merek Crocodile.

Desa kalian sepi hadirkan bayang. Kota kalian gelap hadirkan wajah abadi. Sisa umurku ijinkanlah ayahmu untuk selalu pulang lagi. Bercengkrama dan berdoa bersama. Terutama saat hati mulai sepi tanpa terobati. Diterjang pengkhianat kawan sendiri. Ditipu pejabat murid sendiri. Disiksa tuhan tiada henti.

Kini, setiap kuterantuk pintumu, air mata banjir. Sebab, kalian diamkan rindu dengan jantung berdegap. Lalu, kudengar gemericik kehampaan mengaliri perasaan kalian; seperti tanda kematian; tak ada hentinya.

Kangen ini dari tuhan. Tapi tak tahu di stasiun apa bisa diletakkan. Sebab, semua elite kini mirip silit. Sedang, maju sendiri tak laku-laku.

Nanti, aku mau menikmati musik live di batavia kaffe malam ini sendirian. Apa kegiatan kalian? Ayok kita makar dan persiapan revolusi plus kudeta hati. Aku tunggu yah/GBU.

***

0 comments:

Post a Comment