BUNGA REVOLUSI - Yudhie Haryono

Buat teman-teman yang merasa membela islam.

Beberapa kawan jurnalis bertanya padaku soal (wacana) revolusi akhlak yang sedang berlangsung. Kujawab, kemarahan tanpa gagasan seperti kemarahan istri yang lama tak ditiduri. Pendek, tak bernalar dan tentu tak mengakar. Ia akan habis begitu suami menyetubuhinya.

SELESAI

Hari kemarin dan hari-hari esok, kemarahan itu akan bernas dan kuat jika diisi dengan argumen yang dahsyat. Yaitu kesadaran berbangsa dan bernegara yang konstitusional demi tegaknya keadilan dan kesejahteraan (oleh semua, untuk semua, dari semua). Di mana road mapnya cukup panca kerja:

  1. Rekonstitusi,
  2. Nasionalisasi aset strategis,
  3. Rekapitalisasi bumn,
  4. Transformasi shadow economic,
  5. Pro pemerataan.

Kapan-kapan kujabarkan lebih rinci makna dari tiap kerja yang lima. Sabarlah sayang.

Jika gagal mensosialisasikan yang lima dan tentu akan gagal merealisasikan maka pasti kutemukan engkau dalam ceria dan sendu. Ceria dengan karirmu. Sendu dengan kasihmu. Engkau tegar. Engkau perkasa. Tetapi, kasihmu padaku saat kuluka: mati dalam sunyi dan sepi. Luka dengan sejuta kecewa. Perih karena takdir yang tak terpermanai. JalanNya yang hempaskan tubuhku remukkan dada. Tak ada nyawa. Tak ada asa. Tak ada cinta. Tak ada rindu. Tak ada kangen. Tak ada apa-apa. Namum lembut belaimu balutkan luka; lembut senyummu sembuhkan pilu; lembut kasihmu tumbuhkan nyawa.

Engkau gandeng tanganku saat kumuak; saat tak ada iman pada dunia. Saat semuak-muaknya pada takdir yang bisul dan gigil. Muak dengan sesatnya agama dan pertemanan. Sebab mereka membuatku muntah lepaskan amarah; sumpah serapah. Namum hangat senyummu redakan luka; agak reda. Dari memar ke sedikit percaya. Jika saja engkau tahu. Aku adalah rapuh si dungu.

Akankah engkau tetap menyayangiku seperti sayangnya mentari pada makhluk bumi? Bersinar sepanjang semesta mengada. Tak peduli kalian siapa.

Tetapi jika kalian mampu memproduksi agenda itu maka pasti kubertanya: Engkaukah itu? Bidadari yang mengirim lagu. Bunga peradaban yang wangi vaginanya seperti syorga. Yang kini menimpakanku ber ton-ton kekangenan tanpa kenal waktu. Yang dengan berjejuta lembar bayangmu merebut tiap hempasan nafasku. Yang tegas keras mengikat tiap persendian tulangku. Yang kadang lirih bersyahadat rindu di kupingku. Taukah engkau? Dengan merindukanmu, Aku menemukanmu; mendapatkan separuh jiwaku; melengkapi separo nafasku; yang kemarin mati kini terlahir kembali.

Engkaukah itu? Yang tak mengagumiku; yang tak terlalu mengenalku; yang mungkin mencintaiku tanpa tahu;  yang kuharap melengkapi semua asaku; memabukanku; membuatku gila, segila-gilanya. Sebab engkau bermain di atas taman hatiku; selalu berdendang di ujung rinduku.

Engkaukah itu? Yang kadang hilang karena diterjang mesra sang bayu.

Engkaukah itu? Bunga sejarah di kolam renang dan lautan kasih. Pualam yang memeluk penuh aroma terapi dan yang perlahan menaklukanku. Setakluk-takluknya. Sujudku kini selalu menyebut namamu.

Revolusiku. Aku merindukanmu. Aku jatuh hati denganmu.

Tahukah engkau. Kemarin. Ya kemarin. Dunia sepi. Hidup sunyi. Ketika itu engkau bernyanyi sehingga gembira kembali. Maka berkali-kali dan kembali aku merindukanmu. Sangat-sangat rindu. Kini. Ya kini. Aku bercumbu dengan setumpuk rindu yang membelenggu. Sampai nanti aku melamarmu. Dengan sebongkah hati yang kuat untuk mengetik peradaban. Kabarkan pada alam. Agar sunyi dan sepi tak hadir kembali. Maka kukecup putingmu di setiap mataku membuka. Kuucapkan mari bekerjasama dalam suka dan duka. Mari rebut kembali kemerdekaan kelima. Republik berdaulat. Republik ummat.

Maukah kalian mensosialisasikan road map revolusi kita? Semoga.

***

0 comments:

Post a Comment