SURAT CINTA - Yudhie Haryono

Merindukan Yang Tak Rindu

Kasih yang tak pernah rindu. Engkau pasti tahu. Kecerdasan seorang presiden bisa diukur dari perlawanannya. Bisa dilihat dari revolusinya. Bisa dirasakan dari menyempalnya.

Sebaliknya. Kebodohan seorang presiden bisa diukur dari perngemisannya. Bisa dilihat dari perngutangannya. Bisa dirasakan dari keluguannya.

Itu. Dua hal yang kontras. Oposisi biner. Sebab, kecerdasan merupakan inti dasar perlawanan dan revolusi. Tak ada perlawanan dan revolusi tanpa kecerdasan. Begitupula sebaliknya.

Dus, hidup cerdas berarti manifestasi semangat perlawanan; hakekat hidupnya melawan. Tentu. Melawan penjajahan: kebodohan dan kemiskinan. Sebab, kita tidak bodoh tapi dibodohkan. Kita tidak miskin tapi dimiskinkan. Oleh para penjajah: asing dan lokal.

Hidup cerdas berarti merealisasikan keyakinan ideologis. Hakekat hidup adalah berkeyakinan secara ideologis; denganya akan mampu menatap dan meraih masa depan. Hidup cerdas berarti mematrialisasi cita-cinta dan cara mencapai cita-cinta: merdeka, mandiri, modern dan martabatif.

Jika suatu bangsa-negara belum mencapai merdeka, mandiri, modern dan martabatif maka pemimpinnya belum melawan; presidennya belum cerdas. Artinya, presiden dan pemimpinnya bodoh. Presiden yang kerjanya ngemis dan utang (ke mana-mana).

Kekasih yang tak merasa sebagai kekasih. Membaca polling sejak pilkadal DKI yang hasilnya memenangkan Ahok-Jarot; lalu polling Jokowi tanpa lawan di 2019 mengingatkanku pada guruku yang menulis, "akan banjir pada masanya ilmuwan melacur membela pembayar. Gelarnya mentereng, para doktor dan profesor. Tapi modalnya tak lebih dari selangkangan belaka. Tak malu menjadi benalu."

Padahal, "tak ada manusia bercita-cita jadi pelacur." Tapi di republik kalian yang lugu lucu wagu ini, profesi pelacur begitu mulia; tak tersentuh hukum; menjerit orgasme saat yang kere menderita. Mereka ngopi dan duduk manja dilayani di istana.

Ya. Ternak pelacur kini bahkan juga dilakukan di rumah-rumah ibadah; di hotel-hotel mewah dan media-media begundal. Menyalip tugas kawasan bordil dan kampus di masa purba.

Lalu, jika istana isinya mucikari, adakah pekerjaan lain bagi rakyat kecuali melacurkan diri? Sebab, presiden bodoh menyediakan lapangan pekerjaan "ngojekpun" gak mampu dan gak sudi. Kini, tuhanpun tersipu mendengar suara keluh kesah ketikanku.

Tuhan. Di antara banjir pelacur, aku bertanya. Untuk apa kau perpanjang nyawa orang yang bosan hidup sepanjang masa?

Tuhan. Maumu apa? Kok makin sepi kejernihan akal di tengah tesis, "karena republik ini didirikan oleh ide, maka kekuatan ide juga yang akan merubahnya, meski dalam jangka panjang." Sungguh salah besar jika kita menafsirkan republik ide dan gagasan menjadi republik senjata (ordeba) dan republik uang (orderef).

Kasih. Engkau tahu. Hanya anak-anak bangsa cerdas dan idealis yang bisa mengembalikan ide dan gagasan menjadi mahkota republik Indonesia. Bukan pendoa, peziarah apalagi pezina. Bukan blusukan, ketimpangan apalagi kejahilan perutangan.

Kini, senjata dan uang memang bersekutu dengan agamawan dan germo. Tapi itu hanya akan melapukkan dan membusukkan republik kita. Begitulah firman Tuhan, hantu dan hutan diturunkan pada peminat kajian postkolonial.

***

0 comments:

Post a Comment