KEPADA KALIAN - Yudhie Haryono

Nurlytaku

Mestinya kau tertawa-tawa bahagia di sisiku kini. Menyesap kopi-susu di empang guramih. Memandikan dan menemani Aksara dan Bintang ke sekolah. Lalu kita berenang bersama. Aku kisahkan novel baru Pablo Neruda yang kuresensi di koran. Sambil kuciumi punggungmu. Sayangnya kau tak merindukanku. Lelaki buruk rupa yang menderita: manusia tercerdas di jagat raya. Kau memilih bercinta dengan Tuhan di syorga. Aku cemburu padamu. Tapi hanya bisa mengutuk tuhan, hantu dan hutan. Kematianmu mematikan segalaku.

Aksara

Tahun ini hujan sepanjang takdir. Bagiku bukan hanya hujan air tetapi juga hujan kesedihan; banjir air mata; bergenang-genang kesunyian. Akankah akhir tahun datang terang benderang seiring tekadku membangun kota? Ya. Membangun kota; bukan hanya membangun gedung-gedung (apartemen, hotel dan mall). Ya. Membangun kota; mendesain peradaban di sepanjang Teluk Awur Jepara.

Bintang Arfania

Kami yang disandra para bajingan berwajah muslim berwatak kompeni. Perempuan semu. Bidadari palsu. Lelaki dungu. Pemikir pandir. Dua hal ditakdir hampir. Yang satu sore. Yang satu senja. Keduanya menyetubuhi malam yang sama. Keduanya mendekap siang yang serupa. Karena sombong dan bodoh saja tak berjumpa. Takdir seringkali lebih dahsyat dari perang bratayuda. Lebih menggiriskan dari perang salib. Terlebih kini tak ada jalan keluar dari jebak neokumpeni di segala lini.

Duduk dan temani aku sarapan roti. Biar segera mati.

Hutan

Mestinya kau tahajud bersamaku kini. Sujud sekhusuknya. Takhyat sesadar-sadarnya. Sebab, betapa hidup begitu pendek dan berharga. Lalu kutaruh hidungku di selangkanganmu. Sebab tuhan berkata, vagina kekasihmu adalah hajar aswad sesungguhnya. Tempat bermula dan berakhirnya peradaban. Sayangnya kau tak mencintaiku. Lelaki tua dan bau. Hidupnnya hanya untuk buku-buku loak dan beku.

Hantu

Mestinya kau berzikir bersamaku. Tahlil sebanyak-banyaknya. Tahmid seluas-luasnya. Takbir segetar-getarnya. Lalu kutaruh bibirku di payudaramu. Sebab hutan berfatwa, puting kekasihmu adalah safa dan marwa sesungguhnya. Tempat semua prasangka distatistikkan. Sayang kau tak merindukanku. Manusia tercerdas sepanjang zaman kehidupan. Jenius abadi dalan khayal sang mustafa.

Tuhan

Mestinya kau menerima tangis dan pertaubatanku. Yang lelah dan setia meminta mati. Tumpahkan jeritan dan air mata. Lalu kutaruh subtansi maniku di rahimmu. Sebab hantu bertesis, sorga kekasihmu adalah tablet waktu sesungguhnya. Yang tak dimengerti kyai jahil. Apalagi ilmuwan dungu. Sayang kau tak mengasihiku. Insan terdahsyat dalam semua waktu.

Ada yang harus dilepaskan untuk tau rasanya lega. Ada yang harus hilang untuk tau rasanya sesal. Ada yang ditakdir menipu agar bisa merasa marah dan gelisah. Sebab hidup di Indonesia hanya mampir mencopet saja.

Kita bayar mahal gaji tentara. Mereka takut berperang hancurkan neokolonial: asing dan aseng. Kini bahkan jadi budak konglomerat. Olahraga dan komisaris pensiunnya. Inilah akibatnya: asap merajalela. KKN jadi agama. Pencopet jadi idola. Oh tentara dan takdir yang kurangajar. Kenapa kalian datang tanpa diundang.

***

0 comments:

Post a Comment