PARAGRAF KE 130 - Yudhie Haryono



Perang modern, di tingkat global adalah saling menghancurkan modal utama: agensi dan ideologi. Karena keduanya merupakan pusat strategis dan sumber energi yang menentukan kemenangan.

Maka, menyiapkan agensi bermental pemenang menjadi sangat vital. Dengan basis konstitusi dan meta science, kita diniscayakan untuk meletakkan semua potensi menjadi memastikan ketertiban dunia. Agensi patriotik yang memanggul keniscayaan atlantik merupakan potret utama yang roadmapnya harus disegerakan.

Adakah pendidikan kita sudah ke sana? Mencetak manusia unggul bermental Pancasila untuk memastikan peradaban Indonesia Raya. Ataukah sekedar mencipta budak pasar dan budaknya bangsa-bangsa? Kalian semua subjeknya!

Kata mereka yang sudah berumur, "dalam perjuangan meraih cita-cita selalu ada strategi dan ada taktik. Strategi yang bagus bisa gagal karena kesalahan dalam taktik. Demikian pula sebaliknya."

Hal yang sama pernah dilakukan oleh para pendiri bangsa. Bagi mereka, hidup terlalu singkat kalau hanya jadi orang biasa. Tetapi, menjadi luarbiyasa itu juga tak mudah. Perlu setia, konsisten dan restu alam raya.

Dari sejarah mereka, kita bisa lebih cermat dalam menilai mana strategi dan mana taktik yang digunakan untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat semesta.

Semoga alam restu. Semoga kapalku dan pasukanku paham akan hal itu. Dan, kita bisa vini vidi vici. Datang, bertanding, menang. Lahir, jihad, syahid.

72 tahun lebih umur negara kita. Cukup dewasa jika itu umur manusia. Sayangnya, belum banyak hal subtansial yang kita kerjakan.

Tak banyak terobosan kinerja dalam soal kedaulatan mata uang. Makin hari, rupiah kita tak berarti. Akibatnya bisnis yang ada kaitannya dengan impor, lumpuh. Lebih jauh industri melamban dan mati. Deindustrialisasi menjadi potretnya.

Kalau tokh tumbuh industri manufaktur di IT, terutama produksi hape, subjeknya bukan warga negara Indonesia.

Industri hape kini jadi ladang pengeruk keuntungan sangat besar (nomor dua setelah migas). Di Indonesia tercatat ada 700 juta unit hape dengan berbagai merk, mulai Nokia, SonyEricsson, Samsung, Blackberry, dll.

Statistik memperlihatkan, grafik peningkatan pengguna gadget selalu menunjukkan trend positif dari waktu ke waktu. Sayangnya, pelaku lokal stagnan, pelaku asing (china) meningkat dahsyat.

Pemerintah dan kita semua jadi penonton dungu. Negara konsumen. Dunia usaha dan pendidikan tak bersinergi menangkap peluang ini. Semua sibuk korupsi dan blusukan.

Dalam banyak hal, kita makin tertinggal. Elite kebanyakan lupa sejarah Indonesia, rabun cita-cita proklamasi dan amnesia konstitusi.

Semua juga menjadi ciri khas ekonom neolib (appetitus divitiarum infinitus). Ekonominya buat diri sendiri dan selingkuhannya saja. Tak ada urusannya dengan republik. Tak ada sambungannya dengan negara. Tak ada dampaknya buat warga nista paria.

Problem besarnya, kini mereka makin kuat di istana. Dan, kita belum tahu lewat mana menghentikannya.(*)

0 comments:

Post a Comment