CERPEN (Cerita Pendek) SABTU
Aku baru saja dikabari oleh kawanku. Ia bersama beberapa temannya membuat seminar tentang Indonesia Bersih Sampah. Tujuannya, mendidik anak-anak, khususnya para pelajar di Indonesia untuk "sadar sampah". Artinya, dimanapun anak-anak itu berada, mereka nantinya dapat menjadi orang yang peduli pada sampah. Tak boleh ada sampah yang dibiarkan membusuk dan mencemari lingkungan.
Acara ini tentu saja sesuatu yang bagus dan sangat-sangat bermanfaat; jauh lebih bagus dari program balap mobil listrik di Jakarta yang digagas oleh Gubernur Ibukota, program yang telah juga mendapat utangan dari Bank Provinsi dengan nilai besar itu. Hanya saja, aku mendengar dari kawan ku ini, bahwa untuk acara yang bisa meghadirkan dan melibatkan siswa sekolah sampai 800 orang lebih itu, yang dampaknya sangat positif bagi generasi muda.. tak mendapat dukungan finansial dari institusi yang seharusnya mendorong dan mengupayakan acara-acara seperti ini bisa terjadi sebagai kegiatan Corporate Social Responsiblity (CSR) tentu saja, ya sebagai Respon Sosial para pemimpin ataupun pengusaha yang telah mendapat banyak keuntungan dari rakyat.
Bahkan, yang lebih miris adalah, dari instansi negara yang terkait dengan program seperti ini, pun berkata "kami tak ada uang".. "jadi kemana uang rakyat itu?" jangan tanya jawaban jujurnya, karena bahkan rumput yang bergoyang pun (tempat bertanya musisi kondang semacam Ebiet G Ade) tak akan tahu jawabnya
Aku meyimak dengan khidmat kisah teman ku itu. Dan, karena aku bukan politisi apalagi staff menteri, tentu aku hanya bisa menuliskan kisah ini sebagai curahan perasaan bingung ku pada mereka yang menyebut diri "pemimpin" juga "pengusaha"... untuk apa mereka duduk disinggasana? apa manfaatnya mereka itu menjadi tuan jika punya mata tapi tak melihat, punya telinga tapi tak mau mendengar.. ?
Akhirnya ku putuskan menjadikan kisah dari temanku itu sebagai lagu, supaya jika nanti aku duduk di singgasana itu, aku tahu bagaimana caranya memperlakukan tahta.. duduk namun tetap sedia menunduk.. untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatlah seharusnya para pemimpin kerja sibuk.
berserak, bertebaran tak punya makna
dari kertas bekas sampai beling kaca
semua terlihat jelas didepan mata
Sampah dibuang dan dibiarkan membusuk
di sungai menjadi limbah tak terkeruk
diltanah lapang menggunung tak lapuk
dan setiap makluk didekatnya jadi mabuk
Hujan datang, kali pun banjir
airnya meluap dari hulu ke hilir
kota dan desa terendam air tak mengalir
jika sudah begini pemimpin pandir saling sindir
Indonesia mustinya dipimpin oleh ksatria
yang kerja dan mengabdi tulus pada bangsa dan negara
bukan memimpin yang duduk dalam singgasana jumawa
yang tak pernah peduli pada rakyat yang menderita
Sampah itu adalah kamu yang kerap berpikir busuk
sampah itu adalah kamu yang kerap berlaku terkutuk
Badui, 13 November 2021
0 comments:
Post a Comment